Pasalnya, adanya kepastian kebijakan moneter di tingkat global maupun domestik pada semester II tahun ini, setelah di awal tahun obligasi tidak terlalu agresif karena harga yang cukup challenging.
"Dengan lebih adanya kepastian suku bunga The Fed dan suku bunga Bank Indonesia (BI), harusnya nasabah yang mau obligasi, sekarang ini sudah mulai boleh percaya ke obligasi," kata Mariska dilansir Antara, Rabu, 7 September 2022.
Baca juga: 7 Cara Cari Saham Multibagger untuk Cuan Maksimal |
Sedangkan untuk reksa dana, walaupun saat ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah tinggi di angka 7.100-7.200, menurutnya, investor yang berorientasi jangka panjang layak mempertimbangkan instrumen ini. Investor juga diimbau untuk selalu memperhatikan kebijakan pemerintah dan proyeksi perekonomian ke depan.
"Sekarang Fed dan Indonesia mulai menaikkan suku bunga, harga BBM naik, sebenarnya di mata investor asing dan ekonomi, ini bukan angka yang jelek. Secara fiskal harusnya itu mendukung pergerakan (positif) IHSG, untuk nasabah yang mau berinvestasi jangka panjang di reksadana, tahun depan harusnya cukup bagus," ungkapnya.
Adapun, investasi memang tengah didorong banyak pihak belakangan ini. Terlebih pasca pandemi covid-19 melanda. Masyarakat semakin melek terhadap investasi. Obligasi dan reksa dana bisa dijadikan sarana investasi seperti untuk persiapan dana pendidikan anak di masa depan. Sebab, untuk alokasi dana masa depan tidak bisa hanya dengan menabung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News