Jakarta: Pabrikan rokok yang memutuskan untuk menurunkan produksinya semakin bertambah. Penurunan produksi ini sebagai bagian dari keputusan perusahaan untuk mengelola biaya yang semakin meningkat.
Teranyar Korea Tomorrow & Global Corporation (KT&G) menurunkan produksi mereka setelah PT Nojorono Tobacco International (NTI). Dengan demikian, terhitung tahun produksi kedua pabrikan ini berada pada golongan 2A, setelah sebelumnya berada di golongan 1.
Analis pasar modal sekaligus Founder & CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto mengatakan kondisi ini dipengaruhi kenaikan tarif cukai rata-rata 12,5 persen mulai 1 Februari lalu. Selain itu, ada selisih tarif cukai Golongan 1 dan 2 yang masih besar.
"Perusahaan memiliki ruang lebih lebar untuk mengelola biaya sekaligus menjaga harga produk yang kompetitif. Saat ini, selisih tarif cukai antara golongan 1 dan 2A untuk segmen SKM mencapai Rp330 per batang," kata dia kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 9 April 2021.
Menurut Fendi, selisih tarif cukai yang lebar memberikan opsi bagi perusahaan rokok untuk berada di golongan 1 atau di bawahnya. Apalagi penurunan golongan ini tidak hanya dilakukan oleh satu perusahaan besar saja, melainkan ada beberapa perusahaan lain.
"Buktinya sebelum KT&G, perusahaan rokok besar lain yang telah turun produksi dan kini di golongan 2 adalah Nojorono. Nojorono adalah perusahaan rokok terbesar kelima di Indonesia yang sebelumnya juga berada di golongan 1," ungkapnya.
Di Indonesia, KT&G memproduksi rokok melalui pabriknya PT Trisakti Purwosari Makmur. KT&G memiliki tiga anak perusahaan selain Trisakti, yaitu KT&G Indonesia dan PT Nusantara Indah Makmur yang khusus bergerak dalam penjualan rokok.
Dikutip dari situs resminya, KT&G merupakan perusahaan rokok terbesar di Korea Selatan dan masuk dalam jajaran lima besar pabrikan rokok dunia. Produk perusahaan tersebut saat ini dijual di lebih dari 50 negara, termasuk Indonesia.
Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wawan Juswanto mengakui berdasarkan data yang ada, produksi rokok di golongan 1 cenderung turun. Beberapa perusahaan mewacanakan turun golongan karena berbagai penyebab.
"Sebaliknya rokok golongan 2 dan 3 tumbuh positif. Akibatnya, pangsa pasar (market share) rokok golongan 1 turun dan sebaliknya market share rokok golongan 2 dan 3 merebak. Ini menunjukkan pergeseran rokok mahal ke murah," pungkas Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News