Meski bukan sebagai penggagas, namun nyatanya Jokowi bisa mewujudkan cita-cita Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ide pertama soal pembangunan kereta cepat awalnya berasal dari dua kementerian tersebut.
Rencana pembangunan proyek ini telah ada sejak 2008, namun dengan rute Jakarta-Surabaya. Lantaran membangun kereta cepat Jakarta-Surabaya dibutuhkan dana yang sangat besar, maka Bappenas mengubah rute menjadi Jakarta-Bandung.
Pemilihan dua kota tersebut pun tidak semata-mata soal dana. Dengan membangun rute Jakarta-Bandung, Bappenas menghitung akan terjadi peningkatan pendapatan per kapita yang signifikan masyarakat yang berada di sekitarnya.
Akhirnya, pembangunan kereta cepat ini baru terealisasi pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Dengan semangat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan infrastruktur pendorong pun mendapat dukungan dari pemerintah, termasuk dengan beroperasinya kereta cepat.
Terealisasinya pembangunan kereta cepat ini juga sebenarnya berkat adanya minat dari Jepang dan Tiongkok. Setelah melewati tahapan seleksi, akhirnya pemerintah memilih Tiongkok untuk bekerja sama dengan BUMN membangun moda transportasi tersebut.
Pemilihan Tiongkok juga bukan tanpa alasan. Tiongkok dianggap berani membangun tanpa adanya bantuan dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sedangkan Jepang, meminta bantuan dana pemerintah dalam proses pembangunannya.
Tahap konstruksi hingga rencana beroperasi
Pada 2015, dibentuk lah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian Tiongkok melalui Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
PT KCIC adalah pemilik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Selain pengembangan infrastruktur transportasi publik, PT KCIC turut berupaya menunjang peningkatan produktivitas masyarakat di sepanjang trase kereta cepat melalui pengembangan kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD) di setiap area stasiun yakni Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
Konsep TOD yang dipadukan dengan kereta cepat diyakini dapat meningkatkan kemudahan akses wilayah, sehingga mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar.
Di tahun yang sama, PT KCIC pun memulai konstruksi membangun Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Setahun kemudian proyek tersebut dilabeli sebagai proyek strategis nasional dan sempat ditargetkan beroperasi pada 2019.
Sayangnya, penyelesaiannya mundur dan dirancang kembali untuk beroperasi pada Desember 2022. Itu pun masih memerlukan waktu tambahan, sehingga target operasionalnya diundur menjadi Juli 2023.
Namun, targetnya mundur lagi menjadi 18 Agustus 2023 hingga akhirnya kembali molor menjadi awal September 2023. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan, Kereta Cepat Jakarta-Bandung perlu memastikan aspek keselamatan dan keamanan sebelum mengangkut penumpang pada uji coba operasional terbatas.
"Sesuai arahan pemerintah, rencananya uji coba pra operasi akan berlangsung mulai awal September 2023. Pada masa tersebut masyarakat dapat mencoba KA Cepat relasi Jakarta-Bandung tanpa dikenakan biaya," ungkap General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa.
Baca juga: Harga Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung Dibenderol Rp250 Ribu |
Kritik akses ke stasiun
Banyak kendala yang dihadapi pada saat konstruksi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Salah satunya soal akses ke stasiun, yang disebut belum dipikirkan sama sekali oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI sebagai pimpinan konsorsium BUMN Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kritik ini dilontarkan langsung oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Tiko, sapaan akrab Kartika Wirjoatmodjo, kesal bukan kepalang. Saat pertama kali ditugaskan menangani Kereta Cepat Jakarta Bandung pada 2019, ia mengakui proyek tersebut terbilang nyaris mangkrak.
Menurutnya butuh upaya yang besar mulai dari pemetaan proyek hingga negosiasi dengan pihak Tiongkok untuk mendorong penyelesaian proyek tersebut. Tiko melihat, saat itu ada perencanaan yang kurang baik. Salah satunya adalah belum terbangunnya akses jalan di sejumlah stasiun yang sudah terbangun, seperti Karawang dan Halim.
"Jadi (Stasiun) Halim, Karawang enggak ada jalan akses ke tol sama ke jalan besar, baru kita dorong sekarang," ujarnya dalam acara InJourney Talks secara daring, dilansir Media Indonesia.
Selain itu, Tiko juga harus menangani proses konstruksi terowongan pada proyek kereta cepat yang kerap ambrol. Dia juga menjelaskan, terowongan yang terletak di ujung Padalarang tersebut kerap ambrol setiap kali dibor.
Pada akhirnya, Tiko pun harus berdiskusi dengan pihak Tiongkok untuk mencari jalan keluar yang terbaik. "Kemudian kami diskusi panjang lebar dengan Tiongkok dan membuat bor baru. Jadi, dia sambil bor bisa sambil ngecor," imbuhnya.
Menurutnya, dalam pekerjaan proyek selalu muncul adanya titik buta atau blind spot. Maka itu, dalam sebuah tim harus saling mengingatkan. "Kalau tim itu yang sehat, tim yang saling mengingatkan," tegas Tiko.
Dibanderol Rp250 ribu per perjalanan
Adapun, Direktur Utama (Dirut) KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengungkapkan harga tiket kereta cepat Jakarta-Bandung untuk operasi awal akan ditawarkan Rp250 ribu per perjalanan. Tarif tersebut saat ini sedang diajukan KCIC ke Kemenhub.
Dengan harga Rp250 ribu, kata Dwiyana, tarif kereta cepat hampir sama dengan kereta Argo Parahyangan yang dioperasikan PT KAI yang saat ini harga tiketnya berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp250 ribu per perjalanan.
Dengan harga itu, Dwiyana mengklaim pengguna transportasi itu bisa menghemat waktu berjam-jam, di mana hanya membutuhkan waktu 30 menit perjalanan Jakarta-Bandung (Padalarang).
"Bayangkan misalnya, saya bisa berangkat kerja dari rumah saya di Kota Baru Parahyangan dan sampai kantor di Halim 30 menit. Siangnya bisa pulang dulu untuk istirahat dan kembali sebelum istirahat siang selesai, dan sebelum malam kembali pulang," ucapnya.
Artinya, ucap Dwiyana, akan ada perubahan gaya kehidupan masyarakat di dua kota, yakni Bandung dan Jakarta di mana dulu antarkota, akan berubah seperti tanpa jarak.
"Ini akan mengubah peradaban. Jakarta-Bandung akan berubah menjadi commuter. Namun, memang kereta cepat ini untuk segmen-segmen tertentu karena mereka yang membutuhkan kecepatan dan kenyamanan," ucapnya.
Namun, dia yakin hadirnya kereta cepat Jakarta-Bandung ini akan membantu mengurangi kemacetan di akhir pekan antara kedua kota ini. "Bisa kita alihkan menggunakan kereta api cepat Jakarta-Bandung," ucapnya.
Terhitung sejak akhir Juli 2023, pembangunan prasarana KA Cepat telah mencapai 95,57 persen, sementara untuk Stasiun Padalarang progresnya saat ini 70 persen. Saat ini terus dijalankan proses testing dan commissioning rangkaian kereta atau uji coba dengan kecepatan mencapai 350 km per jam.
Baca juga: Presiden Harap Kehadiran LRT Tingkatkan Penggunaan Transportasi Massal |
Merdeka transportasi
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan berbagai perjalanan dan permasalahannya, menjadi bukti pemerintah tetap memegang teguh komitmen untuk mewujudkan transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Hal tersebut penting guna mengatasi ketimpangan dalam akses mobilitas.
Meskipun menciptakan transportasi yang berkeadilan bukan perkara mudah karena adanya ketimpangan geografis, ekonomi, dan infrastruktur. Selain itu, biaya transportasi juga menjadi hambatan bagi banyak orang, terutama mereka yang hidup dengan pendapatan yang terbatas.
Selain proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pemerintah juga berupaya merealisasikan merdeka transportasi dengan membangun Bandar Udara Internasional Jawa Barat Kertajati yang terletak di Majalengka, Jawa Barat. Masalahnya juga hampir sama, yakni akses yang jauh dan sulit dijangkau.
Pemerintah pun lantas berpikir keras agar pengganti Bandara Husein Sastranegara di Bandung itu bisa menampung padatnya penumpang yang acapkali menumpuk.
Lantas pemerintah membangun akses ke Bandara Kertajati melalui proyek Tol Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu). Jalan tol yang mulai dibangun sejak 2011 itu pun resmi beroperasi pada Juli 2023 lalu.
Tujuannya, agar warga Bandung dan Jawa Barat dapat dengan mudah mengakses Bandara Kertajati. Sejurus dengan itu, warga Bandung dan Jawa Barat juga bisa dengan mudah hilir mudik menggunakan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), sebagai akses jalan penghubung dari barat hingga timur Pulau Jawa.
Memang, mewujudkan transportasi yang berkeadilan adalah tugas yang kompleks dan membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Diperlukan komitmen yang kuat untuk mengatasi ketimpangan dalam akses mobilitas, memperbaiki infrastruktur yang ada, dan memperkenalkan solusi inovatif.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan dengan setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses kesempatan dan layanan yang diperlukan melalui sistem transportasi yang efisien dan adil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News