Ilustrasi. Foto: MI/Ramdani.
Ilustrasi. Foto: MI/Ramdani.

Swasembada Tidak Menjamin Keterjangkauan Pangan

Annisa ayu artanti • 22 Juni 2023 15:59
Jakarta: Menghadapi tantangan sektor pertanian yang semakin beragam, kebijakan swasembada dalam produksi beberapa komoditas pangan utama semakin tidak relevan untuk ketahanan pangan dan tidak akan dapat menjamin keterjangkauan pangan maupun mendorong diversifikasi pangan seperti yang diharapkan pemerintah.
 
"Banyak faktor dalam produksi dan distribusi pangan domestik yang kurang efisien dan membuat harga pangan menjadi tinggi," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi, dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 Juni 2023.
 
Azizah mengatakan, pencapaian ketahanan pangan melalui swasembada menjadi tidak ideal karena mempertimbangkan banyak, misalnya saja dampak perubahan iklim dan cuaca yang semakin menantang untuk produksi pangan. Sementara modernisasi pertanian di Indonesia masih berjalan lambat.
 
Baca juga: Sistem Pertanian RI Perlu Ditransformasi 
 
Contohnya dalam hal beras. Azizah menyampaikan, selama ada masa swasembada beras produksi beras Indonesia memang berlebih berkat intensifikasi dan perluasan lahan. Namun, itu dicapai dengan upaya panjang dan pembiayaan besar.
 
"Untuk mencapai ketahanan pangan, ketersediaan pangan yang terjangkau, dapat dicapai dengan kombinasi produksi domestik dan impor atau dengan meningkatkan pendapatan rakyat untuk mendorong daya beli," ujarnya.
 
Menurutnya, impor pangan dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan pasokan antar masa panen atau ketika harga meningkat. Ia menilai, kebijakan perdagangan terbuka untuk pangan akan memungkinkan masyarakat memiliki akses kepada pangan bergizi dengan harga terjangkau.
 
Asal tau saja, Penelitian CIPS menemukan, kesenjangan produktivitas antar wilayah juga belum mampu diatasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produktivitas padi yang dihasilkan di Pulau Jawa lebih tinggi 23 persen dari produktivitas padi di luar Jawa.
 
Rata-rata produktivitas petani padi pada 2019 di luar Jawa hanya mencapai 45,78 kuintal GKG per hektar, lebih rendah dari produktivitas petani padi di Pulau Jawa yang sebesar 56,42 kuintal GKG per hektare.
 
Akibatnya, walaupun luas panen padi di luar Jawa berkontribusi pada sekitar 50 persen dari total luas panen padi nasional yang mencapai 10,68 juta hektare di 2019, kontribusi petani luar Jawa terhadap produksi padi nasional hanya sebesar 44 persen. 

Kesenjangan produktivitas antara Jawa dan luar Jawa

Kesenjangan produktivitas antara Jawa dan luar Jawa cenderung konsisten selama dua dekade terakhir. Dampaknya terhadap peningkatan produksi padi nasional akan sangat signifikan kalau kesenjangan ini diatasi.
 
Selain itu, biaya produksi bahan pangan utama lebih tinggi daripada di beberapa negara pengekspor komoditas yang sama, terutama karena mekanisme produksi dan sistem distribusi yang kurang efisien di Indonesia.
 
Tingginya ongkos produksi dapat diatasi melalui investasi pertanian yang berkelanjutan, yang dapat mendorong modernisasi dan transfer teknologi.
 
"Sistem pangan Indonesia masih dihadapkan pada berbagai masalah, seperti tingginya ongkos produksi, belum efisiennya proses produksi dan panjangnya rantai distribusi, dan kesemuanya berdampak pada harga,” jelasnya.
 
Intinya, swasembada pangan yang selama ini menjadi fokus pemerintah bukan hal yang mudah dicapai, terutama mengingat banyaknya faktor pada sektor pertanian Indonesia yang tidak mendukung tujuan tersebut.
 
"Kebijakan swasembada pangan juga akan menghambat dorongan untuk mengonsumsi pangan yang beragam, yang sebenarnya juga merupakan salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap satu komoditas tertentu dan meningkatkan kecukupan nutrisi masyarakat," ungkapnya.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan