Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.
Ilustrasi petani tembakau. Foto: dok MI/Tosiani.

Rencana Revisi PP 109/2012 Dinilai Bisa Ganggu Ekosistem Pertembakauan

Eko Nordiansyah • 29 Juli 2022 11:02
Jakarta: Seluruh mata rantai ekosistem pertembakauan menolak rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Terlebih tidak semua representasi mata rantai ekosistem pertembakauan dilibatkan dalam pembicaraan revisi tersebut.
 
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau (AMTI) Budidoyo mengatakan, sejak awal AMTI secara tegas menolak dilakukannya revisi PP 109/2012. Ia beralasan memang tidak ada justifikasi untuk merevisi PP 109/2012 karena argumentasi prevalensi perokok anak masih tinggi tidak benar.
 
"Data resmi BPS menunjukkan persentase anak berusia 10-18 tahun yang merokok mencapai 9,65 persen pada 2018. Angkanya kemudian menurun menjadi 3,87 persen pada setahun setelahnya. Pada 2020, persentase anak berusia 10-18 tahun yang merokok kembali merosot menjadi 3,81 persen," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 29 Juli 2022.

Budidoyo menegaskan, pengajuan dan usulan revisi PP 109/2012 cacat hukum. Berlanjut dengan uji publik yang tidak sesuai dengan konstitusi dan teridentifikasi intervensi kelompok-kelompok anti tembakau yang sudah terlebih dahulu menerima draf revisi. Uji publik yang dilakukan tidak mengedepankan asas keterbukaan, keadilan, dan independensi.
 
"Secara proses saja sudah tidak sesuai peraturan dan perundang- undangan tapi kelompok pengusung ngotot. Kami tidak diinformasikan bagaimana dan seperti apa detail draf revisi PP 109/2012. Boro-boro soal substansi. Dalam uji publik, semua jenis penyakit dibebankan, disebabkan oleh tembakau. Data yang digunakan pun berbeda-beda, tebang pilih. Proses ini tidak netral, tidak adil," tegas Budidoyo.
 
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah yang mengabaikan nasib akar rumput. Soeseno menegaskan seluruh petani sejak awal menolak adanya revisi PP 109/2012 karena akan berimbas pada mata pencahariaan 2,5 juta petani tembakau karena perubahan aturan tersebut berisi pelarangan dan penambahan beban terhadap sektor tembakau.
 
"Revisi PP 109/2012 berniat membunuh 2,5 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh yang hidupnya bergantung pada ekosistem pertembakauan.  Petani berhak mendapat perlindungan, diberi kesempatan untuk hidup layak dan sejahtera. Bukan dimatikan mata pencahariannya. Poin-poin yang disampaikan tidak valid, melainkan hoaks," ujar dia.
 
Ia menambahkan, dengan tidak memberikan ruang kepada para petani tembakau untuk mengakses seluas-luasnya dan memahami sepenuhnya rencana revisi PP 109/2012, maka menunjukkan secara nyata pemerintah tidak menjunjung asas partisipatif dan akomodatif.
 
"Kemenko PMK mengabaikan petani. Kementerian yang harusnya netral memihak pada tekanan dan intervensi asing yang ingin meniadakan tembakau nusantara. Kemenko PMK berpihak pada desakan berbagai kelompok- kelompok anti tembakau yang sarat kepentingan asing yang bertujuan menghancurkan keberlangsungan sektor tembakau Indonesia," ungkapnya.
 
Baca juga: Perubahan PP 109/2012 Dinilai Tak Melindungi Kelangsungan IHT

 
Untuk diketahui, ada empat poin utama Revisi PP 109/2012 di antaranya berisi 90 persen larangan promosi, pembatasan produksi, pengaturan aktivitas tata niaga, hingga aktivitas konsumen, sementara mengabaikan hak masyarakat di dalam ekosistem pertembakauan itu sendiri.
 
"Sepanjang pandemi berlangsung, kami petani cengkeh berupaya bangkit, memulihkan kemandirian dan daya beli. Sementara desakan dan tekanan kelompok- kelompok ini mengambil kesempatan dan keuntungan dengan sembunyi-sembunyi mengusulkan proses perubahan PP 109/2012 secara inkonstitusional," kata Sekjen Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budhyman Mudhara.
 
Ketidakterbukaan dan tidak adanya keterlibatan ekosistem pertembakauan dalam proses pembuatan draft revisi dan uji publik PP 109/2012 menggambarkan arogansi kementerian terkait. Secara prosedural dan substansi, upaya revisi regulasi tersebut tidak transparan, dan tidak berimbang.
 
"Stigma yang dibangun terhadap tembakau begitu kejam, tidak rasional. Mulai dari isu kesehatan, lingkungan hingga masalah negara semua dibebankan pada tembakau. Proses revisi PP 109/2012 telah melanggar keterbukaan informasi publik. Kami ekosistem pertembakauan yang terkena imbasnya," ujar Sekjen AMTI Hananto Wibisono.
 
"Ekosistem pertembakauan telah patuh dengan seluruh pedoman yang ada di PP 109/2012. Tembakau dan produk tembakau adalah barang legal dan aktivitas legal. Kami mohon kepada pemerintah untuk melindungi ekosistem pertembakauan yang telah memberi sumbangsih bagi negeri," lanjut dia.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan