Anggota Komisi IV DPR RI Sunarna dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan GIMNI mempertanyakan hal tersebut karena menurutnya stok komoditas itu langka dengan harga yang masih tinggi.
"Kita surplus satu juta per tahun. Tapi kalau itu surplus, kenapa kemarin rakyat sulit mendapatkan minyak goreng? Sampai mengantre desak-desakan," ungkapnya, Rabu, 30 Maret 2022.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai ada masalah yang terjadi, entah pada distribusi minyak goreng oleh produsen ke pasar atau ada permainan curang oleh oknum tertentu soal penyaluran komoditas itu.
"Ini permasalahannya di mana? Apa di arus distribusi atau memang sengaja jumlah produksinya dikurangi atau diturunkan," ucapnya.
Dia pun meminta pemerintah untuk memperbaiki tata kelola distribusi minyak goreng curah maupun kemasan dan pengawasan dari GIMNI agar tidak terjadi lagi kelangkaan stok pangan itu kedepannya.
Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menuturkan para pengusaha minyak goreng sawit berkomitmen memasok 14 ribu ton per hari minyak goreng curah untuk seluruh wilayah Indonesia.
"Kalau itu dihitung 25 hari, hampir ada 388 ribu ton per bulan. Sedangkan konsumsi kita 319 ribu ton per bulan, sebetulnya ini over. Cuma pelaksanaannya masih mengikut-ngikut saja," kata dia.
Sahat mengaku ada permasalahan yang ditemukan saat mewajibkan semua industri minyak goreng sawit mendaftar melalui SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional) milik Kementerian Perindustrian.
Dia berujar semua pelaku distribusi minyak goreng harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk didaftarkan ke SIINas, mulai dari produsen hingga distributor atau agen.
"Tapi di lapangan itu ternyata banyak agen-agen pedagang pasar itu tidak punya NPWP, sehingga tidak bisa masuk sistem," terangnya.
Masalah itu diakui menyulitkan pihaknya dalam mengawasi semua industri minyak goreng sawit dalam penyaluran stok tersebut ke pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News