Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Yahya Zaini menyatakan rencana penaikan tarif cukai tembakau (cukai rokok) untuk 2021 merupakan langkah yang tidak tepat di tengah kelesuan pasar. Sebab, kenaikan tarif cukai rokok bakal berimbas pada kesejahteraan petani tembakau yang kian terpuruk, apalagi saat ini banyak industri yang tutup akibat pandemi covid-19.
"Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tersebut. Seharusnya pemerintah memberikan banyak kemudahan bukan malah memberatkan. Peran pemerintah adalah mendorong industri agar dapat tetap bertahan dan tidak ada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)," ujar Yahya dalam keterangan resminya, Rabu, 4 November 2020.
Yahya meminta pemerintah untuk memberikan relaksasi pajak, keringanan bunga, dan perlindungan terhadap pekerja. Hal itu merupakan sederet kebijakan yang justru lebih dibutuhkan industri hasil tembakau (IHT) ketimbang keputusan menaikkan cukai.
"Relaksasi pajak, keringanan bunga, dan perlindungan pekerja adalah bagian dari pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah. Inilah yang perlu dipastikan berjalan baik di lapangan, apakah kebijakan tersebut anggarannya sudah terserap baik di lapangan? Sehingga benar-benar memberi ruang dan keberlanjutan usaha," tegas dia.
Yahya pun mengaku khawatir dengan nasib petani tembakau dan cengkih yang akan terpukul dengan keputusan kenaikan cukai ini. Selama pandemi, petani telah tertekan dengan daya serapan hasil panen yang menurun tajam.
"Bila cukai naik, petani makin terpuruk. Apalagi daya serap tembakau petani sangat jatuh, bisa sampai 30-40 persen. Oleh karena itu perlu kebijakan khusus bagi petani tembakau, misalnya komitmen penggunaan DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) supaya mereka bisa terus bertahan," ucap Yahya.
Sementara itu, Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian (Kementan) Hendratmojo Bagus Hudoro mengungkapkan bahwa kebijakan cukai akan berimbas terhadap sektor pertanian dan petani tembakau. Di tengah kelesuan pasar saat ini, banyak hasil panen menumpuk tetapi volume serapan Industri Hasil Tembakau (IHT) menurun. "Sisi lainnya, para petani tembakau juga tertekan dari segi harga. Volume berkurang, harga juga anjlok," tukas Bagus.
Bagus mengakui pihaknya turut merisaukan imbas kenaikan cukai tembakau terhadap kehidupan petani. Namun demikian, pihaknya tidak dapat menyikapi lebih jauh terkait rencana kenaikan tarif cukai rokok ini. "Kementan menyikapi apa yang menjadi wewenang, yakni sektor pertanian dan petani. Cukai itu kebijakan terkait industri, di sana Kemenkeu, Kemenperin, dan Kemendag," jelasnya.
Dia bilang, pertanian tembakau sudah menjadi budaya yang mengakar, sehingga sangat sulit untuk melakukan konversi tanaman secara cepat. "Apalagi komoditas pengganti tidak sepadan dengan pendapatan dari tembakau," katanya.
Menurut Bagus, Kementan saat ini mendorong anjloknya pendapatan petani dengan optimalisasi DBHCHT. "Setiap daerah sentra pertanian tembakau, harus bisa menjadikan dana tersebut sebagai buffer bagi kesejahteraan petani," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News