Ilustrasi. Foto: MI/Angga Yuniar
Ilustrasi. Foto: MI/Angga Yuniar

LPEM: Ramadan Belum Mampu Kerek Daya Beli Masyarakat

Husen Miftahudin • 24 Mei 2021 18:47
Jakarta: Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyebutkan, bulan Ramadan belum mampu mengerek permintaan agregat ke level normal. Kondisi ini mempengaruhi akselerasi perbaikan kondisi perekonomian nasional.
 
"Masih rendahnya daya beli masyarakat akibat pandemi dan momentum terjadinya panen raya mengurangi dampak dari Ramadan pada angka inflasi," ungkap Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam rilis Analisis Makroekonomi Edisi Mei 2021, Senin, 24 Mei 2021.
 
Padahal, bulan puasa merupakan saat yang ditunggu-tunggu melihat kembalinya daya beli masyarakat ke level normal. Pada bulan tersebut, terjadi kecenderungan sebagai fase dengan tingkat konsumsi rumah tangga mencapai titik tertingginya dalam setahun, sehingga dampak Ramadan memberikan tekanan peningkatan pada inflasi April.

Meski tak sesuai ekspektasi, namun angka inflasi April 2021 tercatat lebih tinggi ketimbang dua bulan sebelumnya. Angka inflasi umum tahunan tercatat sebesar 1,42 persen (yoy), meningkat dari 1,37 persen (yoy) dari bulan sebelumnya.
 
"Tekanan inflasi sejalan dengan berbagai tanda pemulihan permintaan lainnya, seperti Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) dan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur. Terlepas dari pandemi yang masih berlangsung, data ekonomi terakhir memantik optimisme akan mulai terjadinya pemulihan ekonomi domestik," paparnya.
 
Riefky melanjutkan bahwa inflasi umum bulanan juga menunjukkan momentum pemulihan. Inflasi umum bulanan di April mencatatkan peningkatan pertama di 2021, meningkat ke 0,13 persen (mtm) dari 0,08 persen (mtm) di Maret 2021. Inflasi yang lebih tinggi ini didorong oleh kenaikan tingkat harga di hampir seluruh kelompok pengeluaran.
 
Lebih lanjut, inflasi inti bulanan meningkat drastis ke 0,14 persen (mtm) dari negatif 0,03 persen (mtm) di bulan sebelumnya akibat melejitnya harga emas seiring peningkatan permintaan jelang perayaan Idulfitri, walaupun tercatat masih lebih rendah ketimbang inflasi inti April 2020 sebesar 0,17 persen (mtm) akibat dampak pandemi yang lebih dalam ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya.
 
"Uniknya, inflasi inti tahunan mencerminkan penurunan tingkat harga yaitu tercatat sebesar 1,18 persen (yoy), terendah sejak Januari 2021. Penurunan angka inflasi inti mengindikasikan efek lemahnya daya beli yang masih mendominasi keseluruhan angka inflasi inti," jelas Riefky.
 
Selanjutnya, kelompok harga barang bergejolak menunjukkan penurunan secara bulanan dari 0,56 persen (mtm) di Maret 2021 menjadi 0,15 persen (mtm) di April 2021. Hal ini didorong oleh deflasi di kelompok barang hortikultura dan beras seiring mulai masuknya musim panen.
 
Namun, menurutnya, penurunan kelompok bahan makan bergejolak tertahan oleh naiknya harga daging ayam ras dan minyak goreng seiring peningkatan permintaan selama bulan puasa dan naiknya harga minyak kelapa sawit global.
 
"Peningkatan harga ini berkontribusi terhadap peningkatan tahunan harga kelompok barang bergejolak menjadi 2,73 persen (yoy) di April dari 2,49 persen (yoy) di Maret 2021," ulasnya.
 
Di sisi lain, harga kelompok barang yang diatur pemerintah secara tahunan pada bulan April naik ke 1,12 persen (yoy) dari 0,88 persen (yoy) di bulan sebelumnya dan secara bulanan meningkat ke 0,11 persen (mtm) dibandingkan minus 0,14 persen (mtm) di April 2020.
 
"Kenaikan ini dikontribusi oleh kenaikan harga tembakau dan rokok akibat kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang mulai berdampak," tutup Riefky.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan