Ilustrasi setoran penerimaan negara bukan pajak - - Foto: MI/ Panca Syurkani
Ilustrasi setoran penerimaan negara bukan pajak - - Foto: MI/ Panca Syurkani

Insentif untuk Hulu Migas Ciptakan Tambahan Penerimaan Negara Rp41 Triliun

Suci Sedya Utami • 01 September 2021 20:38
Jakarta: Satuan Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan pemberian insentif hulu migas kepada beberapa wilayah kerja yang dilakukan sejak 2020 memberikan dampak positif bagi penerimaan negara.
 
Hingga Agustus 2021, pelaksanaan insentif hulu migas mendorong investor untuk segera melakukan proses pengembangan lapangan minyak dan gas serta pemutakhiran cadangan melalui persetujuan rencana pengembangan (POD), optimasi pengembangan lapangan (OPL) dan optimasi pengembangan lapangan-lapangan (OPLL).
 
Hal ini memberikan tambahan cadangan migas sebesar 465,5 juta barel per hari setara minyak (mmboe) dan penambahan penerimaan negara minimal USD2,9 miliar atau sekitar Rp41 triliun.
 
Pemberian insentif hulu migas juga mendongkrak realisasi investasi pemboran dan fasilitas produksi sebesar USD3,5 miliar atau sekitar Rp50 triliun meliputi pemboran 88 sumur pengembangan, 15 sumur injeksi, 32 reaktivasi sumur, satu sumur step out dan konstruksi serta pemasangan fasilitas produksi. Sedang manfaat yang diterima Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) adalah adanya peningkatan pendapatan KKKS sebesar USD1,5 miliar atau sekitar Rp21,75 triliun.
 
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengataan insentif meningkatkan daya saing investasi dan iklim investasi hulu migas Indonesia menjadi lebih menarik. Insentif juga menjaga produksi minyak dan gas pada tahun-tahun mendatang karena keberadaan insentif juga meningkatkan cadangan migas.

"Dan insentif nyata-nyata memberikan dampak positif karena menambah penerimaan negara minimal Rp41 triliun, serta mampu menjadi katalis positif bagi industri hulu di tengah pandemi covid-19 yang mempengaruhi kinerja operasional hulu migas," kata Dwi dalam IPA Convex virtual, Rabu, 1 September 2021.
 
Dengan adanya fakta-fakta positif tersebut, SKK Migas bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM terus menerus mengkaji insentif-insentif lain yang bisa diberikan untuk mendorong kinerja industri hulu migas yang lebih baik di masa yang akan datang.
 
Dwi menyampaikan isu utama pembahasan insentif hulu migas bukan pada pengorbanan hak negara. Isu utamanya yakni bagaimana agar potensi produksi hulu migas dapat dimaksimalkan.
 
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) ini mengatakan Indonesia memiliki 128 cekungan. Dari jumlah tersebut yang sudah berproduksi baru 20 cekungan. Untuk mengusahakan cekungan lainnya, dibutuhkan pengkondisian agar cekungan yang belum berproduksi dapat segera dilakukan kegiatan.
 
"Sebagai industri dengan risiko tinggi dan membutuhkan investasi yang besar, maka perlu kebijakan yang mampu menarik investor menanamkan modalnya," tambah Dwi.
 
Hasil studi yang mengatakan setiap investasi di hulu migas sebesar USD1 miliar akan menciptakan multiplier effect dalam menciptakan lapangan kerja baru dan melibatkan sekitar 100 ribu lapangan pekerjaan. Insentif yang diberikan tersebut di atas pada saat pandemi covid-19, telah berkontribusi bagi industri hulu migas untuk menyerap sekitar 350 ribu tenaga kerja.
 
Hal ini tentu berkontribusi positif bagi hulu migas lainnya yang diberikan dalam membantu Pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan saat pandemi seperti ini. Selain itu, tentunya akan menumbuhkan industri nasional yang akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
 
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) telah menetapkan bahwa kebutuhan energi minyak dan gas akan terus meningkat di masa yang akan datang. Untuk energi minyak, di 2050 RUEN memperkirakan dibutuhkan sekitar 3,97 juta barel. Memperhatikan produksi rata-rata minyak pada kisaran 706 ribu barel di tahun lalu, maka terdapat selisih (gap) yang sangat besar yang tentunya berdampak pada meningkatnya impor migas dan menjadi beban bagi negara.
 
Lebih lanjut, ia menambahkan kendati terdapat visi 2030 yaitu produksi minyak satu juta barel per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) belum mencukupi kebutuhan migas nasional. Namun dengan peningkatan produksi migas dari posisi saat ini, maka dapat mengurangi gap, memberikan peningkatan penerimaan negara yang dapat dipergunakan untuk modal dalam membangun Indonesia.
 
"Karena hulu migas masih memiliki potensi dan membutuhkan insentif, yang jika ditarik garis lurus keberadaan insentif memberikan dampak positif bagi peningkatan cadangan, produksi dan penerimaan negara, maka dengan semakin membaiknya harga minyak dunia saat ini adalah kesempatan untuk duduk bersama, mendiskusikan insentif yang tepat untuk mendongkrak kinerja industri hulu migas," pungkas Dwi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan