"Dari eksternal, kondisi neraca pembayaran kita cukup bagus di mana defisit transaksi berjalan untuk tahun ini kami perkirakan rendah di kisaran 0,6 persen sampai 1,4 dari PDB," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Senin, 30 Agustus 2021.
Perry mengungkapkan, tetap rendahnya defisit transaksi berjalan pada tahun ini didorong oleh kinerja ekspor yang positif. Kondisi tersebut ditambah mengalir derasnya aliran modal asing, terutama berupa Penanaman Modal Asing (PMA).
Adapun pada kuartal II-2021, Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan mencapai USD2,2 miliar atau 0,8 persen dari PDB. Sementara neraca modal mengalami surplus sebesar USD1,6 miliar.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2021 tercatat sebesar USD137,3 miliar, setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Kondisi neraca pembayaran yg cukup bagus ini secara fundamental mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan juga koordinasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI untuk menjaga yield SBN (Surat Berharga Negara) cukup favorable, atraktif, dan jadi faktor fundamental meskipun secara teknikal nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh rencana tapering Fed," papar Perry.
Terkait hal itu, Perry menegaskan akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar. Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah masih sesuai dengan mekanisme pasar.
"Tidak banyak kami lakukan intervensi (untuk pergerakan nilai tukar rupiah), kecuali seperti saat awal tahun terkait adanya delta varian dan lain-lain," jelas dia.
Pada tahun ini, bank sentral perkirakan rata-rata nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp14.200 hingga Rp14.600 per USD. Sementara untuk tahun depan rata-ratanya pada kisaran Rp14.200 sampai Rp14.600 per USD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News