Ilustrasi PLTA Jati Luhur - - Foto: dok MI
Ilustrasi PLTA Jati Luhur - - Foto: dok MI

PLTA Jadi Tulang Punggung Pengembangan Energi Terbarukan

Desi Angriani • 25 Oktober 2021 14:17
Jakarta: Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) menjadi tulang punggung pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) hingga 10 tahun ke depan.

Sebab, Indonesia memiliki banyak aliran air sungai yang dapat digunakan sebagai sumber pembangkit dalam proses transisi menuju energi terbarukan.
 
"Ini berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang baru disahkan," katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 25 Oktober 2021.
 
Berdasarkan RUPTL 2021-2030, kapasitas pembangkit EBT akan ditambah hingga 20.923 MW. Kapasitas ini terbagi pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA/MH) mencapai 10.391 MW, PLTB 597 MW, PLT Bio 590 MW, PLTP 3.355 MW, PLTS 4.680 MW, PLT EBT Base 1.010 MW, dan battery energy storage system (BESS) 300 MW.

Menurut Chrisnawan, potensi energi air di Indonesia mencapai 94 GW, sedangkan pemanfaatannya baru mencapai 6,2 GW. Karena itu, pemerintah mendorong pembangunan PLTA di beberapa lokasi, seperti PLTA Poso yang akan berfungsi sebagai peaker dengan kapasitas 515 MW, PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan yang berkapasitas 510 MW, dan PLTA upper Cisokan pumped storage sebesar 1.000 MW.

4 kebijakan hijau pemerintah tekan energi fosil:

  1. Penerapan pajak dan perdagangan karbon
  2. Co-firing PLTU dengan EBT
  3. Pengembangan kendaraan listrik
  4. Memanfaatkan carbon capture and storage
Proses transisi menuju EBT akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati untuk menghindari terjadinya krisis energi seperti di Tiongkok, Inggris, dan beberapa negara di dunia. Adapun dampak penggunaan EBT dalam mengurangi emisi sangat besar. Misal, satu megawatt dari pembangkit EBT mampu mengurangi karbon sebesar 483 ton CO2.
 
Contohnya, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
 
Sementara, berdasarkan Paris Agreement 2015, semua negara harus menurunkan emisi karbonnya termasuk di sektor energi untuk menjaga menjaga ambang batas suhu bumi di bawah dua derajat celcius dan berupaya menekan hingga 1,5 derajat celcius di atas suhu bumi pada masa pra-industri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan