baca juga: Bulog Ngambek Dituduh 'Mark Up' Harga Beras Impor |
"Impor beras dilakukan secara bertahap, tetap mengutamakan penyerapan gabah dan beras dalam negeri serta memperhatikan neraca beras nasional yang ada," kata Bayu dikutip dari Antara, Senin, 8 Juli 2024.
Bayu menyampaikan dalam melakukan impor beras, Perum Bulog telah memperhitungkan total biaya demurrage (denda bongkar muat) yang harus dibayarkan, yang biasanya tidak lebih dari tiga persen dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor.
"Biaya demurrage seperti halnya biaya despatch adalah konsekuensi logis dari mekanisme ekspor impor," ujar Bayu.
Ia menyebut target penyerapan beras lokal pada 2024 sebesar 900 ribu ton.
Sementara itu, Direktur Transformasi dan Hubungan Antar Lembaga Perum Bulog Sonya Mamoriska mengatakan Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan, sebesar 3,6 juta ton pada 2024.
Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton. Impor dilakukan oleh Bulog secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.
Target produksi pangan
Terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengatakan adanya perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian dan penurunan faktor produksi lainnya seringkali menghambat pencapaian target produksi pangan."Oleh karena itu dibutuhkan sumber penyediaan lain sebagai solusi untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar," ujar Bustanul.
Menurut Bustanul, tingkat konsumsi beras per kapita di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menyebabkan permintaan beras terus meningkat.
"Untuk mengatasi kesenjangan antara produksi dan konsumsi tersebut, impor beras diperlukan agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu kenaikan harga secara drastis," tutur Bustanul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News