Ilustrasi. Foto: RBS
Ilustrasi. Foto: RBS

Mitra Dagang Resesi, RI Harus Apa?

Annisa ayu artanti • 19 Juni 2023 13:09
Jakarta: Dunia tidak baik-baik saja, itu hal yang pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai Pertemuan musim semi atau spring meeting IMF-World Bank 2023 antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20 pada Mei 2023.
 
Saat itu Sri Mulyani menjelaskan perekonomian dunia tahun ini akan jauh lebih lemah dari pertumbuhan ekonomi 2022.
 
Pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan berada pada kisaran di bawah tiga persen. Perkiraan pertumbuhan PDB riil global sebesar 2,8 persen untuk 2023.

"Perekonomian dunia tahun ini akan jauh melemah dan juga inflasi masih menjadi tantangan di berbagai negara. Ini kemudian menyebabkan kebijakan moneter yaitu kenaikan suku bunga dan juga pengetatan likuiditas. Ini akan mengancam pertumbuhan ekonomi," ucap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
 
Kontan saja, di akhir Mei, Jerman mengumumkan masuk jurang resesi. Kondisi ekonomi Negara Industri itu terguncang karena di kuartal pertama tahun ini ekonomi Jerman terkontraksi 0,3 persen. Sebelumnya di akhir 2022 ekonomi negara industri itu minus 0,5 persen.
 
"Kenaikan harga yang tinggi terus menjadi beban ekonomi Jerman di awal tahun," kata kantor statistik Jerman, Destatis.
 
Tercatat, pengeluaran konsumsi rumah tangga Jerman telah turun 1,2 persen pada kuartal I-2023.
 
Baca juga: ECB Mengisyaratkan akan Lebih Banyak Menaikkan Suku Bunga  

Kepala Ekonom Kawasan Euro, Claus Vistesen mengatakan pengeluaran konsumsi itu terhambat karena harga energi yang tinggi.
 
Harga energi di Eropa telah naik ketika ada invasi Rusia ke Ukraina pada Februari tahun lalu yang membuat harga-harga melonjak ke rekor tertinggi.
 
Selain itu, Moskow telah menghentikan pasokan gas ke negara Eropa yang mendorong Jerman mengumumkan keadaan darurat.

Resesi Jerman bisa menginfeksi negara Eropa lain

Kondisi resesi ekonomi yang terjadi di Jerman pun bisa saja menular ke negara-negara Eropa lainnya. Sebab, Jerman merupakan salah satu pusat bagi perekonomian dan industri Eropa.
 
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, Jerman di Eropa ibarat pusat atau negara yang menjadi tumpuan Eropa.
 
Selama krisis utang 2015, Jerman relatif menunjukkan ketahanan menghadapi krisis. Namun berbeda dengan kondisi Jerman yang masuk ke lubang resesi, menurutnya bisa saja menggoyahkan perekonomian negara-negara sekitarnya.
 
"Jadi kalau sekarang Jerman yang resesi, cepat atau lambat negara disekitarnya akan terdampak, khususnya Eropa Selatan," ujarnya.

Imbas ke Indonesia

Tak hanya ke negara terdekat dari Jerman, efek domino dari resesi ekonomi Jerman bisa berimbas sampai Indonesia.
 
Bhima telah mengungkapkan imbas dari resesi ekonomi yang menimpa Jerman itu telah terasa sejak kuartal I-2023 yaitu pada kinerja ekspor Impor.
 
Kinerja ekspor Indonesia sudah terpengaruh meskipun porsinya hanya 7 persen dari total ekspor non-migas.
 
"Tapi Jerman menjadi hub penting masuknya barang Indonesia ke pasar Eropa," kata Bhima.
 
Menurutnya, kondisi itu kedepannya akan terus memburuk. Terlebih jika melihat kinerja ekspor ke Jerman yang memang sudah terus turun di kuartal I-2023.
 
Asal tau saja sepanjang Januari-April 2023 kinerja ekspor ke Jerman sudah anjlok 12,6 persen dibanding posisi yang sama tahun lalu.
 
Beberapa produk yang terancam turun yakni alas kaki, pakaian jadi, besi baja, komponen elektronik dan otomotif hingga karet dan furniture.
 
Mengacu data BPS, nilai ekspor-impor Indonesia-Jerman sebanyak USD147,09 juta. Bila dirinci nilai ekspor sebesar USD751,82 juta sementara nilai impor sebesar USD602,72 juta.
 
Baca juga: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Menjadi 2,1% di 2023

Apa yang harus dilakukan Indonesia?

Bhima membeberkan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan Indonesia untuk menyikapi kondisi resesi ekonomi yang dihadapi mitra dagang, termasuk Indonesia.
 
Pertama, Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor terutama ke negara-negara potensial. Sehingga tidak memiliki ketergantungan terhadap satu negara.
 
"Paling dekat (diversifikasi pasar) di kawasan Asean yang sedang tumbuh," sebut Bhiman.
 
Kedua, pemerintah melalui atase perdagangan/kedutaan melakukan intelijen pasar yang proaktif untuk memetakan kebutuhan ekspor. Contohnya, waktu krisis pandemi di AS dan Eropa, permintaan tissue naik pesat dari Indonesia.
 
"Ketiga, memberikan berbagai insentif bagi sektor usaha yang terdampak dari resesi Jerman khususnya pakaian jadi dan alas kaki," ujarnya.  

Bank Dunia pangkas pertumbuhan ekonomi 2023

Meski hal itu yang terjadi, Bank Dunia tetap menaikkan prospek pertumbuhan ekonomi global di 2023 lantaran Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara ekonomi besar lainnya bertahan dari krisis.
 
Bank Dunia dalam laporan Prospek Ekonomi Global terbarunya mengatakan pertumbuhan ekonomi global diproyeksi akan tumbuh 2,1 persen tahun ini.
 
Angka itu naik dari perkiraan 1,7 persen yang dikeluarkan pada bulan Januari, tetapi masih di bawah tingkat pertumbuhan 2022 sebesar 3,1 persen.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan