Penguatan rupiah sebesar lebih dari 600 poin ini menjadikan rupiah sebagai jawara pada perdagangan pekan lalu. Sebuah hal yang membanggakan sekaligus menggembirakan karena mengindikasikan pulihnya kepercayaan dunia terhadap perekonomian Indonesia.
Namun di tengah upaya pengembalian nilai tukar rupiah ke nilai fundamentalnya, menyeruak kabar bahwa penguatan rupiah akan didanai dari Dana Haji yang penyelenggaraannya batal dilaksanakan pemerintah tahun ini.
Tentu saja informasi ini merupakan informasi yang menyesatkan (missleading). Sebab sejatinya tidak ada hubungannya pembatalan pelaksanaan Ibadah Haji 2020 dengan penggunaan dana valas yang dibawah pengelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan intervensi penguatan rupiah.
Benar bahwa saat ini BPKH memiliki dana valas USD600 juta yang sedianya bisa dipergunakan untuk melakukan pembayaran atas sebagian biaya pelaksanaan Ibadah Haji tahun ini. Tapi bila ternyata dana itu batal digunakan maka sah saja bagi pengelolanya untuk menempatkan dalam instrumen lain.
Misalnya menginvestasikan dalam simpanan rupiah atau membeli surat utang syariah (Sukuk). Tentu saja valas itu dirupiahkan terlebih dahulu. Bahwa atas konversi dari valas ke rupiah menimbulkan efek bagi penguatan rupiah, tentu itu bukan merupakan tujuan utama dari konversi itu.
Namun lebih sebagai dampak ikutan yang melekat. Bila berkaca pada penjelasan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, pada pekan pertama Juni aliran dana asing yang masuk cukup besar. Di pasar surat berharga negara saja masuk Rp7,01 triliun. Belum lagi capital inflow pada bursa saham. Pada perdagangan Kamis, 4 Juni 2020 lalu, asing mencatat nett buy di atas Rp1 triliun.
Data-data ini menunjukkan bahwa penguatan rupiah ditopang dari banyak pihak dan banyak pintu, bukan semata dari rencana konversi simpanan valas BPKH semata. Patut dicatat bahwa nilai rupiah saat ini selangkah lagi menuju pada level sebelum krisis akibat pandemi covid-19 merebak.
Pada akhir Januari, nilai tukar rupiah masih di kisaran Rp13.600-an dan baru bergerak menembus Rp14 ribu per USD pada 27 Februari 2020. Setelah itu rupiah bergerak liar hingga mencapai Rp16.700-an per USD pada 2 April 2020. Perjalanan dari 2 April hingga saat ini, kurang lebih dua bulan, menunjukan nilai tukar bisa kembali diajak berdamai ke level sebelum krisis.
Perjalanan kita melalui badai krisis masih panjang. Apa yang diperoleh saat ini bukan jaminan akan terus stabil ke depan. Untuk itu dibutuhkan kerja sama dan bantuan dari semua pihak. Bila pun anda tidak bisa ikut membantu, setidaknya jangan mengganggu. Agar kita semua selamat sebagai bangsa melalui tantangan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id