COVID-19 masih menjadi momok di Indonesia, karena dampaknya tidak hanya menyerang kesehatan semata tapi juga terus menerus menekan perekonomian. Adapun krisis yang tengah terjadi sekarang berbeda ketimbang krisis di 2008 dan 1998. Pada 2008 dan 1998, krisis yang terjadi melanda sektor finansial. Sedangkan krisis yang terjadi di 2020 menyerang kesehatan dan imbasnya melumpuhkan kegiatan ekonomi.
Tidak hanya itu, jika di 2008 dan 1998 krisis yang melanda menyerang korporasi terutama yang berkaitan erat dengan sektor finansial maka pada tahun ini krisis yang terjadi menyerang secara keras Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang imbasnya juga melemahkan kegiatan korporasi. Lantaran UMKM mengalami hantaman keras, mengartikan upaya pemulihan tidak bisa cepat.
Sementara industri perbankan yang biasanya menjadi salah satu ujung tombak perekonomian, termasuk ‘pelaksana’ pemulihan ekonomi ketika terjadi krisis tidak bisa berbuat banyak. Hal itu lantaran krisis yang terjadi di tahun ini akibat covid-19 tidak hanya menyerang satu dua bank saja, melainkan semua bank, baik bank sakit maupun bank yang sehat. Sedangkan ketika krisis di 2008 dan 1998, krisis yang terjadi ‘menginfeksi’ bank sakit semata.
“Krisis moneter (yang terjadi di 2008) bergerak pada sektor keuangan, tetapi hanya menggerogoti bank yang sakit. Bank yang sehat tidak. Masalahnya dengan pandemi covid-19 ini bukan hanya menggerogoti bank yang sakit tapi melumpuhkan kegiatan bank (di Indonesia),” kata mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution, Kamis, 16 Juli 2020.
Namun demikian, keberadaan perbankan di Indonesia tetap menjadi andalan pemerintah untuk digandeng memulihkan perekonomian yang sempat porak-poranda akibat covid-19. Salah satu respons cepat yang dilakukan pemerintah yakni mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020.
Adapun aturan itu tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (Perppu 1/2020).
Tidak hanya itu, regulator jasa keuangan di Tanah Air merespons dengan mengeluarkan senjata pamungkas berupa Peraturan OJK (POJK) 11/POJK.03/2020 terkait fasilitas restrukturisasi pinjaman atau kredit yang berlaku sampai 31 Maret 2021. Pada konteks ini, perbankan dan perusahaan pembiayaan mendapatkan relaksasi guna meringankan beban usai terhantam covid-19.
Jurus lain yang dikeluarkan guna meningkatkan daya tahan perbankan agar ikut serta memulihkan ekonomi Indonesia adalah penempatan dana pemerintah di bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp30 triliun. Dari dana sebesar itu, bank BUMN yang tergabung dalam Himbara membagi tugas agar penyaluran kredit dari dana yang ditempatkan pemerintah bisa tersebar merata, terutama menyasar sektor yang paling terdampak covid-19.
Himbara Siap
Ketua Himbara Sunarso menegaskan bank milik pemerintah siap menyalurkan dana yang ditempatkan pemerintah sebesar Rp30 triliun kepada masyarakat, terutama diperuntukkan bagi UMKM. Langkah itu dengan harapan bisa mengakselerasi kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia usai dihantam pandemi covid-19.
“Artinya bahwa kami menerima dana Rp30 triliun dan dalam waktu tiga bulan kami harus ekspansi kredit minimal sebanyak tiga kali berarti Rp90 triliun. Dan koordinasi ini adalah untuk mengecek dan memastikan kesiapan kita untuk ekspansi tiga kali daripada penempatan dana pemerintah itu,” kata Sunarso, yang juga Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI, di Jakarta, awal Juli ini.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) atau Bank Mandiri Royke Tumilaar menyatakan siap masuk ke segmen mikro atau UMKM di sepanjang tahun ini. Kesiapan itu sejalan dengan kesiapan Bank Mandiri menyalurkan dana yang sudah ditempatkan pemerintah sebesar Rp30 triliun, dengan sasaran Bank Mandiri adalah korporasi dan pariwisata.
“Kami akan masuk ke sektor-sektor tertentu yang kami rasa siap untuk perkembangannya. Sebagai contoh kami memang bidangnya lebih banyak di korporasi, tapi bukan berarti kami tidak masuk di mikro atau UMKM. Kami juga selektif di korporasi juga yang akan kami bantu pembiayaannya,” kata Royke.
Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI mengaku BNI akan memprioritaskan padat karya terkait penyaluran kredit dari penempatan dana Rp30 triliun oleh pemerintah untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi Indonesia. Langkah itu diharapkan memberikan dukungan agar perekonomian Tanah Air bisa segera pulih akibat dihantam covid-19.
“Kami akan memprioritaskan padat karya. Kami juga akan memulai pembukaan PSBB secara bertahap mulai dari daerah hijau. Kami akan masuk di sana dan mulai untuk segera memulihkan perekonomian yang selama ini sempat melakukan PSBB. Ini kesempatan kita,” kata Herry.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) atau BTN Pahala N Mansury meyakini kredit akan tetap tumbuh, terutama dari September hingga akhir 2020. Keyakinan itu lantaran permintaan di sektor perumahan masih terjadi termasuk di Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nonsubsidi, meski pandemi covid-19 masih berlangsung sampai sekarang ini.
“Di BTN kami komitmen di 2020 kredit akan tumbuh positif. Dan penempatan dana dari pemerintah (sebesar Rp30 triliun) dalam tiga bulan nanti kita akan tumbuh tiga kali dari total penempatan dana dari pemerintah,” kata Pahala.
Restrukturisasi Perlu Diperpanjang
Kebijakan yang diambil pemerintah dan regulator jasa keuangan memang patut diapresiasi karena berupaya membantu industri perbankan agar tidak kalah di ronde pertama saat krisis terjadi akibat covid-19. Bahkan, dinilai kebijakan yang diambil OJK terkait restrukturisasi dinilai positif bagi industri jasa keuangan di Indonesia bertahan dari serangan covid-19.
Namun demikian, Darmin Nasution yang juga mantan Menko Perekonomian berpandangan, kebijakan restrukturisasi dirasa perlu diperpanjang jika dikaitkan masuk fase pemulihan ekonomi atau ketika pandemi virus mematikan itu usai. Darmin menilai persoalan covid-19 ini tidak hanya selesai hanya dengan program restrukturisasi yang waktunya sampai Maret 2021.
“Apakah selesai? Tidak. Permasalahan akan terus berjalan karena pada waktu (pandemi covid-19) ini nanti selesai, kita menjalani new normal, kita akan menjalani pemulihan ekonomi yang justru akan diperlukan lagi dana oleh sektor riil. Petugas bank dan perusahaan sektor riil itu hanya menghitung kebutuhan pokoknya. Cukup lah untuk menghadapi puncak dari covid-19. Nanti pada waktu pemulihan ekonomi maka pasti diperlukan lagi (fasilitas restrukturisasi),” imbuhnya.
Darmin yang memiliki rekam jejak panjang yang berkaitan dengan sektor keuangan meyakini perpanjangan kebijakan restrukturisasi penting guna memaksimalkan pemulihan ekonomi, baik untuk industri jasa keuangan maupun sektor riil di Tanah Air. Namun demikian, dirinya mengaku tidak kaget jika nanti kebijakan restrukturisasi ini diperpanjang lantaran sudah banyak pihak menyebut kebijakan restrukturisasi tidak cukup hanya sampai Maret 2021.
“Saya tidak surprise kalau nanti banyak pihak yang mengatakan restrukturisasi kredit itu tidak cukup hanya sampai Maret tahun depan. Pasti diperlukan lebih dari itu dan seterusnya,” tuturnya.
Adapun pernyataan Darmin senada dengan Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro. Andry mengatakan harus ada strategi yang dijalankan industri perbankan Indonesia saat pandemi covid-19 atau pada saat adaptasi baru. Pertama, restrukturisasi kredit dengan tujuan menjaga kualitas aset. Kedua, pertumbuhan kredit harus disalurkan secara selektif ke sektor-sektor yang tidak terdampak covid-19 dengan mengedepankan asas kehati-hatian yang tujuannya pertumbuhan kredit dan laba.
Ketiga, efisiensi dengan meningkatkan produktivitas kerja pegawai namun tetap memerhatikan protokol kesehatan covid-19. Keempat, pemanfaatan teknologi di mana terjadinya pandemi covid-19 memunculkan hikmah positif yakni penggunaan teknologi digital semakin gencar dilakukan oleh industri perbankan Indonesia.
“Teknologi digital itu semakin cepat dijalankan perbankan dari yang sebelumnya. Kalau kita lihat ke depan, harusnya perbankan di Indonesia itu sangat siap dengan penggunaan teknologi atau bagaimana mendorong bisnis dengan mengoptimalkan teknologi,” tuturnya.
Mengutip data OJK, terungkap industri perbankan saat ini dalam kondisi stabil dan terjaga, tercermin dari rasio keuangan hingga April 2020 yang berada dalam batas aman (threshold) seperti permodalan (CAR) di level 22,13 persen, dan kredit bermasalah (NPL) gross di level 2,89 persen (NPL net di level 1,09 persen).
Kemudian untuk kecukupan likuiditas yaitu rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK pada April 2020 terpantau pada level 117,8 persen dan 25,14 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen. Kredit perbankan tumbuh sebanyak 5,73 persen yoy dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebanyak 8,08 persen yoy.
Periode Menantang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga tidak jauh berbeda memandang kondisi perekonomian dan perbankan di tengah krisis akibat covid-19. Direktur Group Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan Iman Gunadi tidak menampik perekonomian global dan domestik sedang mengalami periode yang cukup menantang dan sangat berbeda dibandingkan dengan di 2008 dan di 1998.
“Kenapa berbeda karena tekanan yang muncul tidak hanya menimpa sektor perekonomian dan sistem keuangan tetapi juga menimpa kesehatan masyarakat secara langsung,” kata Iman.
Meski demikian, bukan berarti pihaknya tinggal diam. LPS pun juga memberikan stimulus kepada industri perbankan guna meningkatkan daya tahan di tengah krisis. Di antara yang dilakukan adalah menurunkan tingkat suku bunga penjaminan atau biasa dikenal LPS rate. Penurunan LPS rate ini diharapkan melonggarkan aktivitas perbankan dalam melakukan fungsi intermediasi.
“LPS telah mengeluarkan berbagai macam respons kebijakan salah satunya menurunkan LPS rate seiring turunkan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK). Penurunan ini diharapkan bisa membantu sektor ekonomi dengan menurunkan biaya dana perbankan sehingga memberikan peluang terhadap kredit perbankan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id