Ilustrasi. Foto: AFP/Adek Berry.
Ilustrasi. Foto: AFP/Adek Berry.

Menuju Indonesia Emas 2045 Lewat Berutang

M Ilham Ramadhan • 02 Oktober 2023 10:52
PEMERINTAH menilai berutang menjadi langkah yang tak dapat dihindarkan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Terbatasnya anggaran pemerintah tak dapat menjadi alasan tersendatnya pencapaian visi itu sehingga berutang dinilai menjadi langkah yang rasional.
 
Demikian disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat memberikan kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin bertema Sinergi kebijakan fiskal dalam mendorong transformasi ekonomi menuju Indonesia maju yang disaksikan secara daring, Jumat, 29 September 2023.
 
"Utang itu diperlukan kalau kita ingin sejahtera lebih cepat. Utang ialah cara untuk menghindari opportunity loss," tutur dia.

Alih-alih menunda pencapaian visi itu karena keterbatasan anggaran, sambungnya, negara justru melakukan percepatan melalui utang untuk mendanai visi tersebut.
 
Pengadaan utang negara, kata Suahasil, memiliki prinsip yang sama dengan pengadaan utang rumah tangga. Itu dilakukan berdasarkan kebutuhan untuk mempercepat pencapaian yang dituju.
 

Instrumen SBSN


Dia menambahkan, pemerintah juga terus berkreasi dan berinovasi dalam mengambil utang. Salah satu yang progresif ialah berutang melalui instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
 
"SBSN ialah satu bentuk surat berharga, atau bentuk utang, atau bentuk surat berharga yang harus ada proyeknya, harus ada asetnya," kata dia.
 
Sejak 2013 hingga 2023, SBSN telah berhasil mendukung pembangunan 5.126 proyek dengan total alokasi Rp209,92 triliun di 34 provinsi. Proyek yang digarap melalui pembiayaan utang negara berbasis syariah tersebut dianggap telah memberikan banyak manfaat ke masyarakat.
 
Proyek-proyek yang dibiayai melalui SBSN ialah 699 proyek infrastruktur jalan dan jembatan senilai Rp73,37 triliun, 746 proyek infrastruktur sumber daya air senilai Rp36,62 triliun, 217 proyek infrastruktur transportasi darat, laut, dan udara serta diklat senilai Rp61,01 triliun.
 
Kemudian, 286 proyek embarkasi haji dan Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT) senilai Rp3,71 triliun, 1.487 proyek gedung balai nikah dan manasik haji senilai Rp2,06 triliun, 1 proyek penyelenggaraan jaminan produk halal senilai Rp148 miliar.
 
Lalu, 23 proyek laboratorium dan fasilitas riset teknologi senilai Rp3,37 triliun, 1.139 proyek gedung Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) senilai Rp14,75 triliun, 90 proyek gedung PTN, satu sekolah tinggi, tiga SMK, satu balai diklat, dan tiga LLDikti senilai Rp8,75 triliun.
 
Selanjutnya, 299 proyek perumahan di Kementerian Pertahanan senilai Rp4,04 triliun, 100 proyek perumahan Polri senilai Rp843 miliar, 21 proyek taman nasional senilai Rp453 miliar, sembilan proyek pelestarian senilai Rp489 miliar, dan satu proyek fasilitas pangkalan senilai Rp283 miliar.
 
Suahasil mengatakan pengelolaan utang juga dilakukan secara hati-hati. Jatuh tempo utang serta kemampuan membayar jadi pertimbangan utama sebelum utang direalisasikan. Dalam konteks negara, itu diperlukan agar kredibilitas anggaran tetap terjaga.
 
"Utang itu dibayar lewat penerimaan negara, bukan dibayar dengan total utang negara sekarang, sekian ribu triliun dibagi 270 juta (penduduk), berarti masing-masing bayar sekian juta, bukan begitu caranya," terangnya.
 
"Karena utang yang dilakukan negara itu kita susun, ada caranya. Menyusun itu berapa jatuh tempo, berapa (surat utang) kita terbitkan, kita susun dengan rapi, itu yang namanya pengelolaan utang yang prudent," tegas Suahasil.
 
 
Baca juga: Begini Cara Efektif Menyiapkan Indonesia Emas 2045

Harus hati-hati


Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan tidak ada yang salah dengan berutang, asalkan pemanfaatannya terkendali dengan baik. Dia juga mengingatkan agar pengelolaan utang dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
 
"Jadi apakah utang itu jelek atau tidak, itu tergantung penggunaannya," ujarnya dalam diskusi daring bertema Postur RAPBN 2024 dan visi Indonesia menuju 2045 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 27 September 2023.
 
Pada dasarnya, penarikan utang dilakukan dengan harapan akan memantik pertumbuhan ekonomi dan bermuara pada peningkatan penerimaan pajak. Dengan begitu, pendapatan negara dapat meningkat dan utang jadi terasa manfaatnya.
 
"Kalau kita memiliki kemampuan penerimaan yang kuat, itu akan bisa mendorong pembangunan suatu negara," terang Vid.
 
Ia berpendapat sektor penerimaan dari pajak berpotensi untuk ditingkatkan karena saat ini baru 34 persen pekerja yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Masih banyak kelompok produktif yang berada di luar sistem perpajakan," tuturnya.
 
Pada diskusi yang sama, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lestari Moerdijat mengatakan momen untuk mengakselerasi visi Indonesia Emas 2045 dimiliki pada 2024 di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Karenanya, menurut dia, APBN 2024 memainkan peran strategis dalam pencapaian visi tersebut.
 
"Perhatian pada infrastruktur sebagai program utama yang menjangkau beberapa bidang prioritas mesti berimbang dengan sektor lainnya," ujarnya.
 
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, sejatinya pemerintah telah menetapkan penguatan dukungan pendanaan pada bidang prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, dan ketahanan pangan dengan perkiraan pemulihan ekonomi global sampai akhir 2023 masih tertahan.
 
Ia berharap di tengah tantangan global itu, Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi dan siap menghadapi disrupsi teknologi agar sumber daya manusia Indonesia bisa produktif, inovatif, dan berdaya saing.
 
"Jika APBN 2024 tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai instrumen transformasi sejumlah sektor, dikhawatirkan sejumlah target pembangunan sulit tercapai," terangnya.
 
 
Baca juga: Mengenal RPJPN 2025-2045, yang Digadang Dapat Keluar dari Middle Income Trap

Postur APBN 2024 mampu membangkitkan sejumlah potensi


Karenanya, Rerie berharap postur APBN 2024 mampu membangkitkan sejumlah potensi yang dimiliki bangsa untuk mendorong pertumbuhan sejumlah sektor prioritas pembangunan agar visi Indonesia Emas 2045 bisa diwujudkan.
 
Pada kesempatan itu, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengungkapkan kebijakan fiskal harus bisa merealisasikan olah pikir menjadi olah rasa sehingga angka-angka pada APBN 2024 harus bermakna terhadap peningkatan pembangunan sosial ekonomi dan menjawab sejumlah tantangan.
 
APBN, lanjutnya, merupakan instrumen untuk mendukung berbagai agenda pembangunan. Karena itu, APBN 2024 harus mampu meredam ketidakpastian, sekaligus akselerator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
 
Itu hanya dapat dilakukan jika APBN sehat sehingga fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi dapat dijalankan dengan baik. "Kebijakan fiskal harus diselaraskan dengan siklus perekonomian, agar tidak terjadi overheating," tuturnya.
 
Wahyu menambahkan, terdapat empat tantangan utama yang dihadapi APBN 2024, yaitu tensi geopolitik yang belum reda, perubahan iklim, potensi terulangnya pandemi, dan digitalisasi. Namun, menurutnya, Indonesia telah berpengalaman dalam menghadapi sejumlah tantangan tersebut.
 
Dalam paparannya, sejak 2015 hingga 2022, pemerintah sudah mengalokasikan Rp3.492,8 triliun untuk anggaran pendidikan dalam upaya mewujudkan SDM unggul. Pada rentang waktu yang sama, pemerintah juga mengalokasikan Rp2.736,8 triliun untuk program perlindungan sosial untuk kesejahteraan.
 
Dengan alokasi anggaran tersebut, tingkat kemiskinan dapat ditekan dari 11,25 persen pada 2014 menjadi 9,36 persen pada 2023. "Pertumbuhan ekonomi harus diikuti peran kebijakan fiskal yang efektif," terang Wahyu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan