Ilustrasi. Foto: AFP.
Ilustrasi. Foto: AFP.

Komitmen Indonesia Halau Dampak Karut Marut Ekonomi Dunia Lewat G20

Husen Miftahudin • 15 November 2022 17:39
PERHELATAN Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 resmi dibuka. Dalam pembukaannya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berharap G20 menjadi katalis pemulihan ekonomi yang inklusif. Recover Together, Recover Stronger sebagai tema presidensi kali ini diyakini bisa membawa dunia bangkit dan mampu melawan karut marutnya ekonomi global yang terjadi.
 
Saat ini sendiri, dunia sedang tidak baik-baik saja. Pandemi covid-19 yang belum berakhir, ketegangan geopolitik yang terjadi di sejumlah negara, hingga ancaman resesi ekonomi membuat dunia 'panas dingin' dibuatnya. Berbagai krisis pun bermunculan.
 
Fokus krisis pangan

Terkait hal tersebut, Jokowi mengingatkan agar seluruh krisis tidak disepelekan. Utamanya masalah pupuk, yang bila disepelekan, akan terjadi krisis pangan secara meluas. Terlebih, pangan merupakan kebutuhan primer setiap manusia.
 
"Jika kita tidak segera mengambil langkah agar ketersediaan pupuk mencukupi dengan harga terjangkau, maka 2023 akan menjadi tahun yang lebih suram," kata Jokowi.
 
Tingginya harga pangan saat ini dapat semakin buruk menjadi krisis tidak adanya pasokan pangan. Kelangkaan pupuk dapat mengakibatkan gagal panen di berbagai belahan dunia.
 
Sebanyak 48 negara berkembang dengan tingkat kerawanan pangan tertinggi akan hadapi kondisi yang sangat serius. Selain itu, kondisi saat ini juga melihat tatanan dunia dan hukum internasional juga sedang diuji.
 
"Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau akan menambah satu lagi angka kegagalan? Buat saya, G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal," tegas Jokowi.
 
Sebagai Presiden G20, Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjembatani perbedaan yang sangat dalam, yang sangat lebar. Namun, mantan Gubernur DKI itu mengatakan, keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika semua pihak, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret, sesuatu yang bermanfaat bagi dunia.
 
Senada, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto juga mengajak pemimpin dunia bersatu mengatasi krisis global yang tengah terjadi. Termasuk, menyelesaikan masalah pangan. Krisis pangan terjadi di berbagai negara hingga menyebabkan kelaparan akut para warganya.
 
"Memecahkan kerawanan pangan, ya, soal bibit, soal teknologi. Soal ini itu. Tetapi, yang lebih penting adalah kesatuan, kekompakan, kemampuan antarelite nasional dan internasional untuk bekerja sama," ucap Prabowo.
 
Baca juga: Presiden Dukung Pemerataan Pembangunan Infrastruktur di Negara Berkembang

 
Menurut dia, seluruh pihak mesti menyadari krisis mesti diselesaikan. Jika tidak, seluruh pihak bakal memasuki wilayah dan zona waktu yang sangat berbahaya. Prabowo juga mengingatkan tujuan paling penting saat ini adalah ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan. Tak hanya di suatu negara, namun di seluruh dunia.
 
"Tujuan kita menyediakan pangan bagi delapan miliar orang di dunia. Namun, tantangannya adalah ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan,” ungkap Menhan.
 
Menurut Prabowo, tantangan yang dihadapi yakni hanya beberapa negara yang memiliki kecukupan pasokan protein dan kalori. Hal tersebut mesti diselesaikan dengan menargetkan nol orang yang kelaparan. "Yang merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan nomor dua, sebuah tujuan yang harus kita cita-citakan," kata Prabowo.
 
Cegah krisis dengan reformasi PBB
 
Di kesempatan berbeda, Jokowi meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lebih konkret dalam mengatasi sejumlah permasalahan seperti penyelesaian krisis akibat perang energi dan ekonomi dunia. Salah satunya yakni melalui penguatan mekanisme komunikasi dan dialog.
 
Dalam kesempatan ini, Jokowi juga menyerukan agar semangat reformasi PBB tidak padam. PBB diharapkan menjadi penjaga multilateralisme sehingga dapat mencarikan solusi terhadap masalah dunia. "PBB harus terus mendorong agar perang segera dihentikan," ucap Kepala Negara.
 
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut gelaran KTT G20 menjadi sangat penting sebagai jembatan untuk menghadapi tantangan dunia. "Peran G20 sangat krusial sebagai jembatan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi dunia yang mencakup isu perubahan iklim, krisis multisektor, serta perpecahan geopolitik yang menimbulkan konflik baru dan mempersulit proses penyelesaian konflik yang telah ada sebelumnya," ujar Guterres.
 
Dalam isu perubahan iklim, berdasarkan pembahasan dalam COP 27, sulit untuk memenuhi upaya menahan peningkatan suhu global sebanyak 1,5 derajat. Untuk itu, menurut dia, diperlukan pendekatan baru melalui pakta kolaborasi antaranegara maju dan berkembang yang mana negara-negara G20 bertanggung jawab terhadap 80 persen emisi global.
 
Terkait isu SDGs, dia berpandangan perlu adanya paket stimulus yang menyediakan investasi dan likuiditas untuk pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, dan energi terbarukan. "Isu krisis pangan dan energi juga perlu segera diupayakan. Pengentasan kelaparan via Black Sea Grain Initiatives dan akses pangan dan pupuk asal Rusia ke pasar global harus terus dilanjutkan," ujar dia.
 
Dalam isu krisis energi, dia mengatakan tidak ada pilihan lain selain mendorong transisi energi terbarukan. Indonesia juga dianggap berperan dalam membenahi ekonomi dan keuangan global yang tidak setara, sehingga pendistribusian sumber daya tidak merata terutama dalam masa pandemi.
 
"Indonesia memperlihatkan kapasitas luar biasa dalam upaya menyatukan pihak yang berseteru, mempromosikan dialog, dan mencoba mencari solusi nyata di tengah situasi sulit ketika pemisahan geopolitik sangat nyata," kata dia.
 
Pencapaian RI di KTT G20
 
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan banyak capaian yang dihasilkan Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di tengah kondisi yang sangat menantang.
 
"Indonesia berhasil memposisikan dirinya sebagai pembawa damai. Memang masih besar pertentangan yang terjadi. Namun, kita bisa membawa kesepakatan strategis untuk menjaga perekonomian dunia," ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu.
 
Pertama, isu kerawanan pangan. Beberapa capaian yang dihasilkan dalam pertemuan G20, termasuk Global Collaboration Initiative To Tackle Food Insecurity. Dalam hal ini, pertemuan G20 menugaskan Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Bank Group (WBG) untuk memberikan hasil pemetaan atas isu kerawanan pangan.
 
Isu tersebut sudah dikonsolidasikan dengan masukan dari technical experts dan organisasi internasional lainnya pada Pertemuan Musim Semi 2023. "Pemetaaan ini bertujuan mengidentifikasi kesenjangan atas respons global dalam mengatasi isu kerawanan pangan," imbuhnya.
 
"Berikut gizi serta pendanaan, mengkaji isu ketersediaan dan permintaan pupuk, membangun Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) G20 dan mengidentifikasi berbagai masalah jangka menengah yang memerlukan analisis teknis dan sistemik lebih lanjut," jelas Febrio.
 
Lebih lanjut, inisiatif global maupun regional yang tercatat di antaranya food security response dan global platform for private sector intervention Bank Dunia masing-masing sebesar USD30 miliar dan USD6 miliar. Kemudian, program Food Shock Window IMF, program addressing food security ADB sebesar USD14 miliar dan program food security response dari IsDB sebesar USD10,5 miliar.
 
Capaian kedua ialah Financial Intermediary Fund (FIF) USD1,4 miliar, untuk Pandemic Prevention Preparedness and Response. Dalam hal ini, dilakukan pembentukan FIF untuk pembiayaan Kesiapsiagaan, Pencegahan, dan Respons pandemi dengan komitmen (pledge) lebih dari USD1,4 miliar dalam rangka memperkuat Arsitektur Kesehatan Global.
 
"Pembentukan FIF diberikan nama secara resmi, yaitu 'The Pandemic Fund'. Diluncurkan secara resmi Presidensi G20 Indonesia pada 13 November 2022. The Pandemic Fund sedang melengkapi berbagai perangkat operasionalnya dalam rangka melakukan Call for Proposal (Proposal Pendanaan) perdananya," ujarnya.
 
Baca juga: Indonesia Dorong Restrukturisasi Utang Negara Miskin

 
Dewan Pengatur (Governing Board) dari The Pandemic Fund ini terdiri dari unsur-unsur para Donor, Negara Calon Penerima Pendanaan, dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional. Indonesia direpresentasikan oleh M. Chatib Basri, bersama dengan Menteri Kesehatan Rwanda Daniel Ngajime, yang saat ini menjadi Co-Chairs dari Dewan Pengatur The Pandemic Fund.
 
Ketiga, ditetapkan Transition Finance Framework yang mendukung implementasi Country Platform for Energy Transition Mechanism For a Just and Affordable Transition. Pengembangan Indonesian Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform dalam mendukung percepatan penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara.
 
Berikut, pengembangan energi terbarukan untuk mempercepat transisi kepada energi yang lebih ramah lingkungan menuju nol emisi karbon (net zero emission) dengan mekanisme adil dan terjangkau (a just and affordable).
 
Capaian keempat, "Resilience and Sustainability Trust, USD81,6 miliar to support countries in need," jelas Febrio. Menurutnya, SDR allocation channeling sebesar USD81,6 miliar dari target sebesar USD100 miliar untuk membantu negara-negara yang membutuhkan antara lain melalui implementasi Resilience and Sustainability Trust (RST)," sambungnya.
 
Capaian kelima ialah Common Framework for Debt Treatment dengan pembentukan Creditors' Committee. Telah disetujui pembentukan Creditors Committee dalam Common Framework (CF) untuk membantu restrukturisasi utang di Zambia, serta melanjutkan proses negosiasi Creditors Committee untuk Chad dan Ethiopia.
 
"Tahapan tersebut merupakan wujud nyata G20 dalam membantu negara miskin menghadapi tingginya tingkat utang karena krisis global. G20 juga menyerukan langkah-langkah pelaksanaan CF selanjutnya agar lebih tepat waktu, teratur dan terkoordinasi," terang Febrio.
 
Keenam, Capital Adequacy Framework (CAF) Review-Support to Strengthen Debt Sustainability. Telah disepakati penerbitan hasil laporan Panel Independen atas MDBs' CAF Review untuk mendorong penguatan peran dan kapasitas pendanaan Multilateral Development Banks (MDBs). Khususnya, dalam menghadapi berbagai krisis, seperti pandemi covid-19 dan perubahan iklim.
 
*Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id*
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan