Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Target Tinggi di Tahun Transisi

M Ilham Ramadhan • 22 Mei 2023 10:27
PEMERINTAH telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk 2024 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat, 19 Mei 2023.
 
RAPBN 2024 merupakan RAPBN yang cukup istimewa karena menjadi RAPBN yang akan dijalankan pada masa transisi antara pemerintahan lama dan baru. Sebagaimana diketahui, pemilu yang dijalankan pada Februari 2024 akan menjadi dasar bagi pemerintahan baru lima tahun mendatang yang efektif berjalan pada Oktober 2024.
 
Lepas dari sifat transisi RAPBN 2024, pengambil kebijakan tampak optimistis menatap perekonomian pada tahun depan. Hal itu salah satunya dapat dilihat dari asumsi makro pertumbuhan ekonomi tahun depan yang ditargetkan berada di kisaran 5,3-5,7 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari target pertumbuhan tahun ini di kisaran 4,5-5,3 persen.

"Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro pada asumsi dasar penyusunan RAPBN dengan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sampai dengan 5,7 persen," tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023.
 
Angka tersebut merupakan hasil penghitungan dari kondisi perekonomian nasional saat ini dan ekonomi dunia. Ekonomi Indonesia yang mencatatkan kinerja apik pada triwulan I-2023 di tengah melemahnya ekonomi global dinilai menjadi dasar penyusunan asumsi tersebut.
 
Sri Mulyani menyatakan pencapaian ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik ketimbang banyak negara maju dan negara berkembang lainnya sebab Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan di atas lima persen dalam enam triwulan beruntun.
 
Selain itu, Indonesia dinilai mampu menjinakkan laju inflasi di saat dunia mengalami tren kenaikan. Angka inflasi per April 2023 tercatat 4,33 persen secara tahunan. "Pertumbuhan ekonomi dan inflasi Indonesia merupakan salah satu yang terbaik di antara negara G20 dan ASEAN," kata perempuan yang karib disapa Ani itu.
 
 
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi 2024 Siap Melaju 5,3-5,7%, Ini Pertimbangannya
 

Adapun indikator ekonomi makro lainnya yang diusulkan pemerintah untuk menyusun APBN 2024, di antaranya:

  1. Tingkat inflasi di kisaran 1,5 persen hingga 3,5 persen.
  2. Nilai tukar rupiah berkisar Rp14.700 hingga Rp15.300 per USD.
  3. Tingkat suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun 6,49-6,91 persen.
  4. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) berkisar USD75 hingga USD85 per barel.
  5. Lifting minyak bumi berkisar 597 ribu hingga 652 ribu per barel per hari.
  6. Lifting gas 999 ribu hingga 1.054.000 barel setara minyak per hari.

Sementara itu, dari sisi fiskal, yakni:

  1. Pemerintah merencanakan defisit APBN 2024 di kisaran 2,16 persen hingga 2,64 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
  2. Pendapatan negara diasumsikan bakal berkisar 11,81 persen hingga 12,38 persen dari PDB.
  3. Belanja negara disusun di kisaran 13,97 persen hingga 15,01 persen dari PDB.
Ani mengatakan pemerintah juga bakal berupaya mengelola utang dengan hati-hati. Rasio utang direncanakan akan tetap berada di level yang aman, yakni di kisaran 38,07 persen hingga 38,97 persen dari PDB.
 

Angka asumsi pertumbuhan ekonomi menantang


Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menilai angka asumsi pertumbuhan ekonomi yang disusun pemerintah untuk 2024 cukup menantang. Namun, menurutnya hal itu tetap berpeluang untuk direalisasikan asal pemerintah dapat fokus dan bekerja ekstra.
 
Hendrawan menambahkan konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan tetap mendominasi kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Komponen penyumbang pertumbuhan lainnya, menurutnya, juga tetap harus dioptimalkan agar angka pertumbuhan yang direncanakan dapat terwujud.
 
"Konsumsi akan selalu jadi andalan. Di saat yang sama, pemerintah juga harus terus mengupayakan investasi agar memiliki peranan atau kontribusi yang lebih besar sebab peran ekspor akan melandai karena mulai sekarang ini harga-harga komoditas mulai stabil," ujarnya saat dihubungi.
 
Peluang untuk mencapai angka pertumbuhan yang direncanakan pemerintah itu juga terbuka apabila instrumen APBN terus dipertajam. Bendahara Negara harus bisa memastikan peningkatan kualitas belanja dan masyarakat bisa mendapatkan manfaatnya.
 
Hal lain yang juga dinilai dapat mendukung pertumbuhan ekonomi pada tahun depan ialah adanya pemilihan umum (pemilu). Itu disebabkan berdasarkan data histori, pesta demokrasi lima tahunan itu kerap mendorong peningkatan uang beredar dan mengerek tingkat konsumsi.
 
Selain itu, ASEAN yang saat ini digadang bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia akan memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. "ASEAN yang saat ini semakin menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi juga diharapkan dapat menarik investor dari berbagai belahan dunia untuk bisa berinvestasi di Indonesia," terang Hendrawan.
 

Terlalu optimistis


Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemerintah terlalu optimistis dan terkesan kurang realistis mematok angka pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Itu disebabkan dengan situasi perekonomian dunia dan domestik saat ini, angka tersebut terlalu tinggi.
 
"Karena bisa tumbuh lima persen saja sudah sebuah hal yang cukup baik sebenarnya. Tentu pertama karena ada tekanan eksternal," jelas Bhima.
 
Tekanan eksternal itu terlihat dari masih tingginya ketidakpastian dari negara-negara mitra dagang tradisional Indonesia, utamanya Tiongkok. Itu berdampak pada kondisi industri manufaktur yang bakal melemah karena menurunnya permintaan untuk ekspor.
 
Hal lain yang dapat mempengaruhi prospek perekonomian Indonesia pada 2024 ialah masih dirasakannya efek tingkat bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) terhadap bunga utang, pinjaman perbankan, hingga konsumsi rumah tangga.
 
Tahun pemilu, imbuh Bhima, secara historis memang mendorong tingkat konsumsi rumah tangga. Namun, di saat yang sama, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi cenderung memiliki tren melambat pada tahun pemilu.
 
"Ada tantangan dari investor, terutama yang ada di sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan, industri manufaktur, mereka akan wait and see, melihat dulu arah kebijakan ekonomi, arah pembangunan hingga pemilu selesai," jelas Bhima.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan