Aset kripto. Foto : AFP.
Aset kripto. Foto : AFP.

Era Musim Semi Aset Kripto

Arif Wicaksono • 28 November 2022 09:01
TREN arah investasi bisa berubah dengan cepat, dari yang naik ribuan persen, bisa terjerembab karena perubahan tren ekonomi. Ini yang dirasakan sejumlah aset yang tumbuh di era suku bunga rendah seperti aset investasi growth stock dan investasi aset kripto.
 
baca juga: Bos OJK Minta Sektor Jasa Keuangan Harus Siap Hadapi 'The Perfect Storm'

Era ini mengerek aset kripto seperti bitcoin, ethereum, doge sebesar 1.725 persen, 2.966 persen hingga 5.633 persen pada periode 2019 hingga 2021. Kemudian saham Tesla, Amazon, dan Facebook juga mengalami kenaikan selama kurun waktu yang sama sebesar 318 persen, 149 persen, dan 369 persen.
 
Era suku bunga masih dua persen membuat investor rela mengeluarkan duit untuk membeli aset itu karena sektor rill belum bisa menghasilkan cuan tinggi. Belum lagi likuiditas di pasar sangat gemuk, sehingga fund manager memiliki pilihan untuk mengambil risiko tinggi dengan harapan meraih return maksimal.
 
Kondisinya kemudian berbalik ketika The Fed mulai menaikan suku bunganya sehingga aset berisiko itu menjadi tampak mahal dan mulai dijauhi investor.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Selain kenaikan suku bunga efek dari perlambatan ekonomi global membuat kepercayaan terhadap aset berisiko memudar dan beralih ke aset safe haven seperti dolar AS atau saham yang berkinerja baik dengan valuasi murah seperti saham-saham berbasis komoditas.
 
Perubahan ini membuat aset kripto unggulan seperti bitcoin, doge, dan ethereum sudah jatuh sebanyak 69,6 persen, 52 persen, serta 70,63 persen dalam setahun.  Hal ini menimbulkan pertanyaan seberapa jauh aset-aset digital  ini akan bangkit lagi?
 
Investor pun mulai ragu dengan asumsi beberapa penggemar aset berisiko seperti pendiri ARK Investment Cathie Wood yang mengatakan bitcoin bisa menembus USD1 juta pada 2030.
 
Fungsi bitcoin sebagai transaksi perdagangan mulai tergantikan dengan rencana bank digital beberapa negara yang mulai membuat mata uang digital sendiri. Beberapa bank sentral mulai mengadopsi ide ini seperti Australia, Thailand dan Indonesia.
 
Ketika fungsi aset kripto sebagai alternatif transaksi semakin minim, maka fungsinya beralih sebagai ajang spekulasi. Hal yang kian berkurang dengan kepercayaan investor terhadap aset kripto setelah penyedia perdagangan kripto seperti FTX dan sejumlah penjual aset kripto seperti dan Coinbase alami masalah.
 
Kebangkrutan FTX karena salah kelola manajemen yang membuat perusahaan mengalami krisis dana cash. FTX disinyalir kerap melakukan leverage terhadap aset kripto buatannya sendiri lewat Alameda Research yang notabene adalah perusahaan terafiliasi dengan FTX.
 
Sementara itu Coinbase turut terdampak sentimen negatif karena ketidakpercayaan investor terhadap crypto exchange. Saham Coinbase sempat jatuh setelah kasus FTX merebak. Investor khawatir krisis likuiditas bisa membuat dana nasabah yang disimpan di Coinbase menjadi aset perusahaan sehingga investor akan dianggap sebagai kreditur tanpa jaminan. Kreditur akan menjadi pihak terakhir yang dibayarkan jika terjadi krisis.
 
Ini menjadi perhatian bagi CEO Indodax Oscar Darmawan yang menekankan perlunya audit bagi penyelenggara dompet kripto di indonesia oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Dia mungkin berusaha waspada agar kasus yang terjadi di FTX dan sejumlah crypto exchange tak terjadi di indonesia.
 
Pola kerja crypto exchange mirip dengan broker saham yang ada di bursa efek indonesia. Ketika modal minimal broker saham  berkurang dari ketentuan standar minimum maka broker tersebut akan ditegur dan disuspensi karena berpotensi kesulitan memberikan pinjaman (leverage) kepada investor dan menyulitkan investor melakukan penarikan dana.  
 
Pada ujungnya kekurangan dana cash yang dialami broker  bisa membahayakan investor karena duitnya terancam digunakan untuk biaya operasional broker.  Kondisi Anggota Bursa (AB) di bursa saham Indonesia relatif lebih aman ketimbang dengan kondisi broker kripto yang regulasinya belum diatur ketat. Ketika coin buatan FTX jatuh pun ternyata timbul spekulasi bahwa perdagangan semu diciptakan FTX untuk menaikkan aset kriptonya.
 
Belum lagi FTX sebagai crypto exchange bisa membuat koinnya sendiri. Sesuatu hal yang tak ditemui di pasar modal ketika AB memiliki perusahaan yang melantai di papan perdagangan. Padahal hal ini jelas berbahaya bagi investor karena naik turunnya aset dipengaruhi satu bandar tertentu bukan mekanisme pasar.
 
Risiko ini bisa diminimalisir dengan metode Unusual Market Activity (UMA) dan suspensi di perdagangan bursa. Investasi di pasar modal diawasi dengan ketat oleh regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
 
Itu pun masih ada ketakutan seperti aksi emiten yang curang dalam menyampaikan kinerja keuangan atau aksi bandar saham yang menggoreng saham berkinerja buruk dengan keyakinan prospek di masa depan
 
Selalu ada celah untuk permainan money game di tengah peraturan yang ketat. Banyak investor kakap juga yang mengalami kerugian ketika berinvestasi di pasar saham yang mengalami delisting. Itu juga yang membuat investor ritel harus waspada ketika berinvestasi karena tak mudah untuk mempertahankan konsistensi hasil cuan investasi.
 
Pasar modal indonesia sudah menyediakan mekanisme keamanan bagi perusahaan yang melakukan delisting. Sementara itu, bagi investor yang asetnya hangus di kripto tak bisa menemukan jawaban logis selain dari demand yang melemah.
 
Ketika valuasi aset kripto mendekati nol pun investor kripto tak memiliki opsi yang mumpuni untuk menyelamatkan aset mereka Sesuatu yang harus disadari bahwa investasi selayaknya berbisnis harus memiliki strategi dan perencanaan yang matang dalam pengawasan yang adil dan transparan.


Kapan musim semi kripto berakhir?


Ada prediksi aset kripto akan naik kembali setelah The Fed akan mulai melakukan pemangkasan suku bunga. Kondisi ini terjadi jika AS alami resesi yang menyebabkan The Fed perlu memangkas suku bunga untuk memutar roda perekonomian.
 
Kondisi ini bisa terjadi pada 2023 ketika para ekonom meramalkan AS akan alami resesi. Ketika ekonomi AS resesi akan ada kelonggaran dari dana dari The Fed yang kerap biasanya disalurkan lebih cepat kepada instrumen keuangan ketimbang sektor ril.  
 
Kemudian potensi kripto bisa muncul dari perkembangan metaverse yang dikembangkan oleh META dan raksasa digital lainnya. Perkembangan Metaverse cenderung ramah dengan penggunaan aset kripto yang lintas batas dan digunakan dalam beberapa proyek seperti halnya ethereum dan bitcoin.
 
Perkembangan NFT juga memicu permintaan atas aset kripto seperti Ethereum. Aset kripto akan tetap relevan selama penggunaannya digunakan secara masif dalam ekosistem digital yang kuat.
 
Kemudian yang menjadi PR adalah regulasi kripto yang tak bisa dilakukan secara tersentralisasi. Padahal efek dari desentralisasi peraturan dengan produk yang mengglobal membuat masalah yang menimpa coin berbasis FTX bisa menular ke negara lainnya.
 
Karena sifatnya yang global maka perdagangan berbasis kripto sangat cair. Upaya penanganan masalah kripto berbasis pemadam kebakaran seperti Bappebti yang memotong peredaran aset kripto berbasis FTX ketika masalah muncul.
 
Sejauh ini total transaksi aset kripto berbasis FTX sudah mencapai 0,038 persen dari total transaksi kripto di Indonesia yang mencapai Rp279,8 triliun atau sebesar Rp1 triliun.
 
Dalam hal ini investor kripto perlu mendapatkan aturan main yang transparan dan adil untuk memberikan rasa aman ketika berinvestasi agar tak menjadi korban praktek manipulasi atau scam di pasar keuangan.
 
 Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
 
(SAW)



LEAVE A COMMENT
LOADING

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif