Ilustrasi UMKM. Foto: dok MI/Bagus Suryo.
Ilustrasi UMKM. Foto: dok MI/Bagus Suryo.

Syarat KUR Ruwet, UMKM Ribet

Media Indonesia • 10 Juni 2024 11:11
AKSES untuk meminjam ke perbankan masih jadi masalah utama yang dihadapi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
 
Lembaga kajian Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) menilai rumitnya persyaratan yang ditetapkan bank membuat pelaku UMKM enggan mengambil KUR. Bunga KUR yang teramat rendah juga tak berhasil menarik minat UMKM akibat persyaratan administrasi yang tak mampu dipenuhi pelaku UMKM.
 
"Sebenarnya kita juga tidak bisa menyalahkan perbankan karena KUR itu kebijakan dari Kementerian Koperasi dan UKM, sementara yang mengatur aturan-aturan pinjaman itu adalah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan," sebut Chief Executive Officer (CEO) CIPS Anton Rizkidia.

Permasalahan lainnya ialah belum kompetitifnya bisnis yang dijalankan pelaku UMKM. Hal itu bermula dari kualitas SDM pelaku UMKM yang belum akrab dengan pemasaran digital.
 
"Itu jadi seperti lingkaran setan. Supaya bisa kompetitif, mereka perlu investasi. Mereka kesulitan untuk digital talent, sementara kebutuhan saat ini ialah mereka harus bisa bersaing di dunia digital seperti media sosial," ujar dia.
 
Karena itu, sambung Anton, pemerintah mesti mengambil terobosan untuk mendongkrak level UMKM di Indonesia. Untuk mempermudah akses ke KUR, pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan innovative credit scoring (ICS) sebagai dasar pemberian pinjaman.
 
 
Baca juga: Nyaris Rp60 Triliun, BRI Salurkan KUR ke 1,2 Juta UMKM

 
"Dengan memperhatikan parameter-parameter yang lebih luas, misalnya data transaksi di platform e-commerce, keaktifan di media sosial, atau data payroll, ICS dapat memberikan gambaran yang akurat mengenai kesehatan finansial sebuah usaha mikro dan kecil, sekaligus menilai kemampuan usaha tersebut untuk membayar kembali pinjaman mereka," jelas dia.
 
Selain itu, lanjut dia, regulator perlu mempertimbangkan insentif dan bantuan bagi sektor perbankan agar risiko pinjaman KUR tidak hanya jadi beban mereka. "Dengan standar syarat pinjaman yang tinggi, UMKM jadi kesulitan untuk memenuhi persyaratan," imbuh dia.
 
Karena itu, Anton menegaskan proses pengajuan KUR juga dapat diselaraskan dan disesuaikan dengan skala usaha sehingga tidak memakan terlalu banyak sumber daya UMKM. Dengan berbagai persoalan yang masih sangat mendasar itu, CIPS mengaku heran dengan data yang dikeluarkan pemerintah.
 
"Pemerintah menyebut KUR dikeluarkan tiap tahunnya dan jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Disebut mencapai 80 persen dari target, padahal kalau diskusi dengan pelaku UMKM, hanya sedikit yang bisa mendapatkan KUR," ujar dia.
 

Masih dibahas


Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) Yulius mengungkapkan, sampai dengan 7 Juni 2024, realisasi penyakuran KUR mencapai Rp119,19 triliun dan telah diberikan kepada 2,02 juta debitur. Untuk 2024, pemerintah menargetkan penyaluran KUR mencapai Rp300 triliun.
 
"Realisasi hingga Juni tersebut masih relatif masih rendah sehingga pemerintah terus mendorong optimalisasi penyaluran KUR dengan memanfaatkan innovative credit scoring untuk membantu pertumbuhan usaha UMKM," ucapnya, Kamis, 6 Juni 2024.
 
Saat ini, sambung Yulius, rencana penerapan credit scoring untuk pinjaman dana KUR masih dalam pembahasan di tingkat eselon 1 Kemenkop UKM, Kementerian Keuangan, Kemenko Perekonomian, dan Otoritas Jasa Keuangan.
 
"Dalam waktu dekat, rencana akan dilakukan pilot project dan analisis lebih lanjut terkait penerapan sistem innovative credit scoring tersebut di pasar kredit Indonesia," cetus dia.
 
Skema credit scoring merupakan langkah pemerintah dalam meningkatkan penyaluran KUR tanpa agunan tambahan untuk membantu pertumbuhan usaha UMKM.
 
"Pemanfaatan credit scoring ini untuk mengatasi keterbatasan akses ke sistem perbankan bagi UMKM. Model credit scoring memanfaatkan data dari biro kredit, contohnya seperti SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK, Pefindo (PT Pemeringkat Efek Indonesia), Bank Indonesia, dan sumber data alternatif lainnya," sebut Yulius.
 
Ia menegaskan, dari riset yang ada, ICS dengan menggunakan data alternatif seperti data telekomunikasi, listrik, transaksi e-commerce, dan alternatif lainnya dapat meningkatkan persentase tingkat persetujuan pengajuan kredit dan menurunkan persentase default (kemungkinan debitur gagal bayar).
 
"Sehingga harapannya UMKM yang selama ini kesulitan mengakses pembiayaan melalui lembaga keuangan formal atau unbankable akan dapat lebih banyak disetujui lembaga keuangan," tuturnya.
 
Persiapan infrastruktur yang dapat mendukung penerapan ICS, terutama lembaga keuangan yang kecil (di luar Bank Himbara) agar tidak menghambat penyaluran pembiayaan, akan menjadi perhatian kementerian/lembaga terkait dalam melaksanakan skema credit scoring untuk UMKM. Selain itu, diperlukan data yang terintegrasi satu sama lain untuk mendukung ICS.
 

BRI optimistis


Di kesempatan berbeda, Direktur Bisnis Mikro Bank Rakyat Indonesia (BRI) Supari mengungkapkan pihaknya akan mengakselerasi penyaluran KUR kepada pelaku UMKM di Indonesia.
 
Sepanjang Januari hingga April 2024, BRI berhasil menyalurkan KUR Rp59,96 triliun kepada 1,2 juta debitur. Pencapaian tersebut setara 36 persen dari target penyaluran KUR yang ditugaskan pemerintah kepada BRI pada 2024, yakni sebesar Rp165 triliun.
 
"Secara umum, strategi bisnis mikro BRI di 2024 akan fokus pada pemberdayaan UMKM melalui pembiayaan. BRI sebagai bank yang berkomitmen kepada UMKM telah memiliki kerangka pemberdayaan yang dimulai dari fase dasar, integrasi, hingga interkoneksi," kata Supari.
 
 
Baca juga: BUMN Belanja Produk UMKM Capai Rp44 Triliun di 2023

 
BRI, beber dia, akan menjalankan strategi yang telah dilaksanakan selama ini guna mendorong penyaluran KUR. Strategi tersebut melalui konsep revitalisasi tenaga pemasar mikro yang merupakan financial advisor dengan konsep penguasaan ekosistem suatu wilayah. Para financial advisor itu akan menjadi tulang punggung pelaksanaan program-program pemberdayaan yang digagas BRI, seperti Desa Brilian, Klasterkuhidupku, Figur Inspiratif Lokal (FIL), dan Linkumkm (platform pemberdayaan online).
 
"Melalui berbagai program pemberdayaan tersebut, BRI berupaya memberikan one stop solution kepada pelaku usaha mikro, tidak hanya bidang keuangan, tetapi juga nonkeuangan sesuai dengan kebutuhan pelaku UMKM," lanjut Supari.
 
Ia mengatakan BRI bersama pemerintah memiliki komitmen untuk mendorong para nasabah KUR naik kelas. Atas dasar tersebut, pemerintah memberlakukan aturan masa maksimal penerimaan KUR hingga penyesuaian bunga KUR.
 
"Dilakukan penyesuaian sehingga orang jangan nyaman KUR terus, tapi naik kelas. Siklusnya tidak boleh terus-menerus dan bunganya juga semakin naik mendekati komersial. Setelah itu, didorong untuk percepatan graduasi," ujar Supari.
 
BRI optimistis dapat memenuhi penyaluran KUR untuk tahun ini senilai Rp165 triliun pada September 2024. Hal tersebut dapat tercapai dengan adanya percepatan graduasi atau upaya untuk membuat nasabah existing naik kelas.
 
Di sisi lain, penyaluran KUR juga didorong dengan perluasan jangkauan penerima baru. "Untuk tahun ini kami akan salurkan KUR kepada lebih dari 3,7 juta nasabah dari pipeline sebanyak tujuh juta. Kami juga sudah siapkan nasabah-nasabah lama kami, kurang lebih dua juta, kita akan naikkan kelasnya," kata dia. (Naufal Zuhdi)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan