"Masalah pengaturan tata kelola impor harus dilakukan secara hati-hati dan detail karena ada begitu banyak barang yang harus diatur," ungkapnya saat dihubungi.
Faisal menyoroti langkah pemerintah yang sampai berulang kali menerbitkan aturan impor sejak 2021. Dimulai dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan impor, yang kemudian digantikan dengan Permendag No 25/2022. Rentang waktu pemberlakuan kebijakan pengganti itu terbilang pendek karena kemudian digantikan oleh Permendag No 36/2023 di tahun depannya.
Memasuki 2024, aturan itu bahkan diganti sampai tiga kali, yakni dengan penerbitan Permendag No 3/2024, Permendag No 7/2024, dan yang kini berlaku Permendag No 8/2024. "Masalah pengaturan tata kelola impor harus dilakukan secara hati-hati dan detail karena ada begitu banyak barang yang harus diatur," ungkap Faisal.
Ia menambahkan, dalam pengetatan barang impor mestinya pemerintah memegang spirit perlindungan terhadap barang-barang yang bisa diproduksi dalam negeri. Upaya itu demi melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari gempuran barang impor. "Serta, dapat mengendalikan produk-produk ilegal yang bisa menggerogoti produk manufaktur dalam negeri," jelasnya.
Untuk bahan baku/penolong dan barang modal industri yang tidak diproduksi dalam negeri, pemerintah perlu memberi kemudahan izin impor. Kalau tidak mendapatkan relaksasi, produksi manufaktur dalam negeri akan terganggu. "Masalah terhambatnya impor bahan baku ini yang membuat adanya kasus industri-industri kolaps di Tanah Air. Jadi, pengetatan impor ini harus diatur secara bijak dan hati-hati," kata Faisal.
Penyederhanaan birokrasi
Dalam konferensi pers kemarin, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Budi Santoso mengungkapkan, penumpukan kontainer di sejumlah pelabuhan utama menjadi alasan pihaknya mengganti aturan yang terakhir.
Dalam catatannya, hingga Sabtu, 18 Mei 2024, terdapat 17.304 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, karena importir belum dapat mengajukan dokumen impor, serta belum diterbitkan persetujuan impor (PI) dari Kemendag dan pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian.
"Dengan tidak lagi mensyaratkan pertimbangan teknis dalam pengurusan perizinan impornya, permasalahan kontainer yang menumpuk tersebut sudah dapat diselesaikan," jelas Budi.
Perubahan terakhir aturan tersebut langsung diapresiasi dunia usaha. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai aturan yang merelaksasi impor itu dapat menormalkan kembali kegiatan industri manufaktur yang sempat terhambat.
"Kami mengapresiasi langkah pemerintah yang telah memberlakukan Permendag No 8/2024 untuk merevisi Permendag No 36/2023 untuk mengatasi kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan," ujar Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik Kadin Indonesia Chandra Wahjudi.
Kadin juga berharap pemerintah mampu menyederhanakan dan mempermudah birokrasi perizinan PI dan pertek, utamanya untuk komoditas baja. Sebab, imbuh Chandra, selama ini proses perizinan membutuhkan waktu yang panjang dan menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi (high cost economy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News