Kondisi ini disebabkan gangguan pasokan energi karena konflik Rusia-Ukraina. Rusia dan Ukraina merupakan salah satu negara penghasil energi seperti minyak, hingga gas terbesar di dunia. Kendala suplai gas dari Rusia bahkan bisa membuat ekonomi negara benua Eropa terganggu.
Harga minyak WTI sudah naik 80 persen dalam setahun, harga Newcastle Coal Futures melejit 374 persen dalam setahun, harga CPO sudah naik 72 persen dalam setahun, serta harga komoditas emas sudah naik sebesar 15,71 persen.
Beruntungnya, kenaikan komoditas mengerek pendapatan Indonesia karena pendapatan ekspor naik dari kenaikan harga batu bara dan kelapa sawit. Indonesia merupakan salah satu produsen batu bara terbesar dunia dan merupakan produsen CPO terbesar di dunia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan harga komoditas yang terjadi di pasar global saat ini menjadi berkah tersendiri buat Indonesia. Pasalnya kenaikan ini berdampak pada nilai ekspor komoditas domestik.
Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba dan batu bara pada 2021 mencapai Rp75,16 triliun atau 192,2 persen dari target. Itu dicapai pada harga batu bara bergerak pada rengan USD75 per metrik ton sampai dengan USD159 per metrik ton. Nah, harga batu bara sudah lebih dari USD188 per metrik ton pada awal 2022. Belum lagi komoditas lainnya seperti nikel dan emas juga naik tinggi.
Daya beli masyarakat
Namun persoalanya, kenaikan harga komoditas itu juga berdampak ke daya beli masyarakat. Kenaikan harga minyak misalnya bisa mengerek harga Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti pertamax dan pertalite. Kenaikan harga BBM bisa berdampak ke kenaikan ongkos transportasi logistik.Kenaikan ongkos transportasi akan dibebankan kepada perusahaan logistik atau kepada konsumen. Pilihan kedua bisa membuat pengeluaran konsumen semakin berat saat masa pandemi covid-19. Ketika roda ekonomi berputar maka konsumsi BBM kembali ke level normal, dan ini bisa berdampak ke daya beli masyarakat.
Asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) pemerintah pada APBN 2022 hanya sebesar USD63 per barel. Padahal harga ICP sudah menembus USD100 per barel. Hal ini menjadi beban subsidi bagi BBM dan LPG. Apalagi aktivitas ekonomi akan lebih marak pada tahun ini. Pemerintah mencatat setiap kenaikan USD1 per barel berdampak pada kenaikan subsidi LPG sekitar Rp1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp2,65 triliun.
Era yang disebut dengan komoditas supercycle itu juga berdampak kepada kenaikan komoditas pangan. Kenaikan salah satu kebutuhan primer, kelapa sawit sudah menjadi masalah bagi rumah tangga dengan kenaikan harga minyak goreng. Kenaikan minyak goreng sebagai bahan baku utama membuat panik karena bisa mendorong laju inflasi. Inflasi malah bisa mencekik daya beli masyarakat.
Komoditas pangan yang mengalami kenaikan beragam dari kedelai, gandum, jagung, daging sapi hingga amonia. Kenaikan amonia saja misalnya yang biasa digunakan untuk bahan baku pupuk, bisa menyebabkan harga pertanian semakin tinggi sehingga menekan daya beli konsumen.
Pada awal tahun saja kenaikan kedelai sudah membuat pengrajin tempe angkat tangan sehingga mogok berjualan. Pemerintah pun turun tangan dengan melakukan operasi pasar. Penjual menyiasatinya dengan membuat ukuran tempe dan tahu yang lebih kecil.
Kenaikan harga kebutuhan pokok ini menjadi sinyal peringatan karena sesungguhnya Indonesia tak mengalami kenaikan inflasi tinggi karena daya beli yang lemah. Plt Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta Miyono mengatakan inflasi rendah Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat (AS) yang inflasinya mencapai tujuh persen karena banjir stimulus ekonomi untuk mendongkrak daya beli.
"Sebenarnya memang inflasi rendah karena daya belinya yang lemah," kata dia beberapa waktu lalu.
Dikutip dari laman Bank Indonesia (BI), Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2021 tetap rendah dan berada di bawah kisaran sasaran 3,0±1 persen. Inflasi IHK 2021 tercatat sebesar 1,87 persen (yoy). Angka ini meningkat dibandingkan dengan inflasi IHK 2020 sebesar 1,68 persen (yoy) meskipun masih dibawah target pemerintah.
Kenaikan inflasi di tengah kebangkitan daya beli yang belum optimal menjadi sinyal bagi Pemerintah Indonesia untuk waspada terhadap kenaikan komoditas. Hal ini bisa berdampak kepada kinerja perusahaan seperti consumer goods atau pelaku industri lainnya yang bersinggungan.
Padahal di era pemulihan ekonomi nasional pelaku industri dituntut untuk berekspansi dan menciptakan lapangan pekerjaan. Industri ritel seperti konsumer merupakan salah satu industri padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja setelah industri ritel 'berguguran' pada saat pandemi covid-19.
Salah satu industri yang terkena dari kenaikan komoditas adalah pembuat mi yang memakai bahan baku gandum. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta pemerintah mengantisipasi adanya perkiraan kenaikan harga mi instan karena kenaikan harga gandum.
Tulus menyebut, bakal ada gangguan distribusi gandum dari Ukraina di tengah konflik dengan Rusia. Harga gandum sudah mencapai USD11,34 per bushel atau mencapai kenaikan 77 persen dalam setahun.
Sinyal negatif ke perusahaan pembuat m seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) tampak dari kenaikan harga sahamnya yang sudah terkoreksi dalam 7,94 persen setahun. Analis sektor konsumen BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto mengatakan gandum memiliki kontribusi sebesar 15 persen dari beban pendapatan ICBP.
Gangguan ke pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi indonesia bisa terganggu karena perang Rusia dan Ukraina yang diiringi oleh kenaikan harga minyak dunia. Kepala Center Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman mengatakan ekonomi Indonesia berpotensi turun 0,014 persen akibat perang dan kenaikan harga minyak dunia tersebut.
"Untuk perekonomian GDP riil kita memang turun, kita turun 0,014 dengan adanya peperangan dan harga ini akibat dari tentu saja transmisi dari kenaikan minyak," kata dia dalam video conference, Rabu, 2 Maret 2022.
Rizal menjelaskan kenaikan harga minyak akan mendorong inflasi karena beberapa harga komoditas terkerek naik. Bahkan komoditas BBM maupun gas elpiji juga sudah mengalami kenaikan, disusul dengan kenaikan sejumlah bahan pokok seperti daging.
Sebelum konflik Rusia-Ukraina, ekonomi Indonesia masih dihantui varian Omicron untuk menuju pemulihan ekonomi nasional. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan pemulihan ekonomi Indonesia masih tergantung peran bersama dalam menahan laju covid-19 dengan maraknya varian baru seperti varian Omicron.
"Ekonomi itu sangat tergantung kepada bagaimana pemerintah dan semua berkontribusi untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19," kata dia dalam video conference, Senin, 7 Februari 2022.
Pertumbuhan ekonomi nasional bisa tertekan dari tekanan komoditas kepada daya beli masyarakat meskipun ekspor Indonesia bisa terdorong dari kenaikan harga batu bara dan CPO. Kondisi ini terjadi ketika perang menghadapi varian Omicron juga belum sepenuhnya tuntas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id