Pertumbuhan kita lebih tertinggal lagi jika dibandingkan dengan rata-rata negara yang tergabung dalam emerging and developing Asia yang mencapai 7,3 persen. Penerapan kebijakan sertifikat vaksin dalam penanganan pandemi covid-19 yang terlalu lama dan menghambat potensi ekonomi sebagian anggota masyarakat, turut berkontribusi terhadap pertumbuhan yang cenderung stagnan.
Pemerintah lebih update dengan studi-studi internasional terkait daya lindung imunitas natural terhadap covid-19. Bahkan, studi yang dilakukan Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat yang menganalisis kasus-kasus covid-19 di California dan New York antara 30 Mei dan 20 November 2021 juga mengonfirmasi kehebatan daya lindung dari natural imunitas ini dibandingkan dua dosis vaksin, bahkan untuk varian delta yang jelas lebih lethal dari Omicron.
Pemerintah seharusnya bisa lebih menerapkan kebijakan berbasis studi terkait penanganan covid-19 ini. Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Universitas Indonesia padahal telah menunjukkan lebih dari 99 persen penduduk Indonesia telah memiliki antibodi covid-19 yang didapatkan dari infeksi alamiah, vaksinasi, maupun keduanya.
Hal ini menunjukkan proses imunitas natural sebenarnya sudah berjalan, mengingat jumlah penduduk yang telah memiliki antibodi covid-19 cukup jauh melebihi tingkat vaksinasi. Di sisi lain, kasus covid-19 berat dewasa ini hampir bisa dibilang sudah sangat minim sekali.
Sejak munculnya varian delta, dan terlebih lagi Omicron, harusnya pemerintah memahami vaksin adalah lebih sekadar untuk perlindungan pribadi, dan tidak bisa mencegah transmisi virus covid-19. Sehingga penggunaan kebijakan sertifikat vaksin melalui aplikasi PeduliLindungi sudah tidak relevan lagi. Karena, secara internasional banyak negara maju dewasa ini yang sudah mencabut berbagai aturan restriktif berbasiskan vaksinasi, termasuk juga negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura.
Bahkan, banyak negara juga sudah mulai membuka diri kepada wisatawan asing tanpa persyaratan vaksin, negara-negara ini di antaranya Belgia, Cyprus, Italia, Irlandia, Islandia, Israel, Kroasia, Luksemburg, Meksiko, Norwegia, Portugal, Swedia, Turki, Uni Emirat Arab, Yunani, dan masih banyak lagi.
Penyebaran virus Omicron dengan berbagai variannya memang lebih cepat, tetapi dampaknya lebih ringan. Hasilnya, kasus hospitalisasi mulai menurun drastis di banyak negara. Tidak hanya itu, varian Omicron ini juga pada dasarnya bisa menjadi vaksin booster natural, Perdana Menteri Islandia bahkan menyatakan secara terbuka bahwa vaksin sudah tidak cukup lagi dalam menghadapi varian Omicron, maka imunitas natural dibutuhkan.
Pemerintah perlu menerapkan strategi imunitas natural dan menjadikannya sebagai bagian strategi imunisasi berdampingan dengan vaksin dalam menangani pandemi covid-19. Hal ini juga akan membuat pemerintah tidak tertekan untuk mengejar target persentasi vaksinasi tertentu, terlebih lagi tingkat vaksinasi yang ada dewasa ini telah mencapai lebih dari 70 persen.
Bagaimanapun otonomi kesehatan individu, sebagaimana dijamin oleh UU Nomor 36/2009 perlu diperhatikan, juga ada konsep yang diakui dunia kedokteran internasional terkait 'informed consent' yang melindungi hak individu dalam menentukan tindak kesehatan bagi dirinya.
Kita perlu segera mengakselerasi kembali pertumbuhan ekonomi kita, di antaranya dengan mencabut segala macam restriksi berbasiskan vaksin yang secara kesehatan tidak ada dampaknya dan secara sosial ekonomi counterproductive karena menghambat optimalisasi potensi ekonomi masyarakat.
Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan DPP PKS dan Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia
Farouk Abdullah Alwyni (FAA)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News