baca juga: Investor Abaikan Resesi, Harga Minyak Naik Lagi |
Meskipun cukup beruntung ketika harga komoditas naik, Indonesia di satu sisi mengalami defisit perdagangan sektor migas karena kebutuhan migas masih dari impor bukan dari produksi dalam negeri. Pada tahun lalu defisit migas mencapai USD13,25 miliar. Namun periode Januari-September 2022 defisit neraca perdagangan migas sebesar USD18,89 miliar. Bukan hanya defisit, kenaikan harga migas juga berpengaruh ke subsidi BBM yang naik mencapai Rp502 triliun di 2022.
Pemerintah merespons ini dengan mempercepat kepemilikan kendaraan listrik. Tak main-main Presiden Joko Widodo mau ada dua juta kendaraan listrik pada 2025. Pemerintah memperkuatnya dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Sebanyak 189.803 kendaraan dinas pun segera berganti menjadi mobil listrik berdasarkan inpres. Meskipun terkesan sangat akomodatif peran masyarakat masih dibutuhkan untuk mengingat kapasitas terbatas kementerian pusat dan daerah untuk menyerap produksi kendaraan listrik.
Tak ayal dengan jumlah total kendaraan listrik sebesar 25 ribu unit pada September 2022 maka target pertumbuhan kepemilikan kendaraan listrik sebesar dua juta sampai dengan 2025 cukup tinggi. Secara hitung-hitungan selama ekonomi tumbuh lima persen dalam setahun, maka penjualan kendaraan bermotor bisa mencapai satu juta per tahun.
Target dua juta kendaraan listrik terkesan sangat ambisius. Begini jika dalam setahun saja penjualan kendaraan sebesar satu juta kendaraan, maka hingga 2025 penjualan kendaraan listrik harus mencapai lebih dari setengah penjualan kendaraan secara nasional dari 2023 hingga 2025. Padahal persentase penjualan kendaraan listrik pada September 2022 saja baru mencapai di bawah satu persen dari total penjualan kendaraan. Kenaikan yang sangat drastis.
Hal yang tak bisa dikesampingkan komponen bahan baku kendaraan listrik seperti alumunium, baja terus naik sehingga bisa mengerak harga kendaraan listrik. Sebagai gambaran harga mobil listrik termurah di Indonesia sebesar Rp238 juta, sedangkan harga motor listrik paling murah sebesar Rp8,5 juta. Di tengah daya beli melemah, pilihan masyarakat membeli kendaraan mobil listrik sangat mudah dipatahkan dengan kendaraan baru berbahan fosil yang lebih murah meskipun harga BBM naik.
Ini belum lagi dengan sifat masyarakat yang belum familiar dengan kendaraan listrik sehingga dibutuhkan banyak edukasi agar masyarakat mau beralih. Ketersediaan charger station yang belum merata di semua daerah juga menjadi concern pemerintah untuk mencapai target kendaraan listrik. Persoalan daya tahan baterai menjadi hal teknis lainnya yang bisa mengganggu minat konsumen beralih ke motor listrik.
Selain menggenjot kendaraan listrik, solusi yang dilakukan pemerintah dengan mulai memaksimalkan produksi gas alam. Kebutuhan gas alam dalam jangka panjang masih besar sehingga ini bisa menjadi solusi praktis sebagai bagian dari solusi mengatasi permintaan minyak yang meninggi.
Kepala Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan pasar gas alam pada 2023 lebih ketat dari tahun ini karena permintaan mungkin meningkat di Tiongkok, India, dan bagian lain Asia. Beruntung produksi gas alam Indonesia masih cukup tinggi .
Potensi gas bumi Indonesia cukup menjanjikan dengan cadangan terbukti sekitar 41,62 TCF. Indonesia masih memiliki 68 cekungan potensial yang belum tereksplorasi yang ditawarkan kepada investor. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia 2022-2030, Indonesia akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dari lapangan migas yang ada. Dalam 10 tahun ke depan, Indonesia juga diperkirakan akan mengalami surplus gas hingga 1715 MMSCFD yang berasal dari beberapa proyek potensial.
Untuk mendorong lebih banyak investasi hulu di Indonesia, Pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan terobosan, seperti fleksibilitas kontrak sehingga investor dapat memilih skema PSC cost recovery atau PSC gross split, perbaikan syarat dan ketentuan dalam Penawaran Wilayah Kerja Migas, perbaikan insentif baik fiskal maupun non-fiskal, pengajuan izin secara online dan penyesuaian regulasi migas nonkonvensional.
Sementara terkait infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan infrastruktur gas alam di seluruh wilayah. Sebagai negara kepulauan, pembangunan infrastruktur menjadi tantangan tersendiri, terutama di Indonesia bagian timur yang memiliki pulau-pulau kecil dan terpencil.
Muncul desakan agar pemerintah segera mengganti bahan bakar minyak (BBM) dengan liquefied natural gas (LNG) untuk pembangkit listrik di PT PLN. Perubahan bahan bakar utama penggerak listrik itu diyakini bisa membuat negara menghemat uang triliunan rupiah per tahun.
Selain itu, pemerintah juga sudah berbuat banyak dengan sejumlah regulasi, seperti pengembangan PLTS dan tenaga energi terbarukan lainnya. Minat untuk kurangi emisi karbon juga sudah dilakukan lewat berbagai pertemuan G20. Namun investasi di sektor ini masih minim. Sebagai gambaran dari total investasi sebesar Rp1.200 triliun, target investasi pada sektor energi dan terbarukan hanya sebesar Rp60,3 triliun di 2022.
Padahal lembaga pemikir (think tank) nirlaba independen di bidang iklim dan energi, Ember mengungkapkan, investasi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia harus ditingkatkan menjadi UD20 miliar atau hampir Rp300 triliun per tahunnya.
Penggunaan energi terbarukan menjadi hal penting karena Penghentian PLTU batu bara yang tidak menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (biasa diistilahkan sebagai unabated coal) perlu dilakukan secara bertahap hingga 2040. Ini juga sudah menjadi kesepakatan pemerintah untuk tak memberikan izin kepada PLTU baru.
Usaha untuk memperkuat ketahanan energi semakin kencang dengan usaha memperkuat energi terbarukan. Indonesia beruntung masih memiliki cadangan komoditas nikel yang cukup tinggi sebagai bahan baku utama untuk baterai kendaraan listrik. Meskipun pembangunan energi terbarukan harus diimbangi dengan perbaikan kinerja manufaktur agar kehilangan potensi pendapatan ekspor dari komoditas batu bara bisa tergantikan.
Seandainya skenario ini memang dilaksanakan dengan mulus, maka upaya mewujudkan Indonesia yang berdaulat bisa tercapai meskipun butuh effort besar.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News