Beberapa kalimat yang bernada tegas itu terlontar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018, di Ritz Carlton Hotel, Jakarta. Di hadapan pelaku jasa keuangan di seluruh Tanah Air tersebut Jokowi dengan semangat memberikan arah pandang ke industri jasa keuangan di masa mendatang.
Malam itu memang bisa dikatakan sangat penting karena menjadi momentum bagi Presiden memberikan keyakinan untuk industri jasa keuangan mengakselerasi pertumbuhan jasa keuangan demi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Hal itu juga tidak terlepas dari masuknya Indonesia ke pesta demokrasi seperti pilkada serentak dan pilpres pada 2019.

Sumber: Bappenas
Jika mencermati pernyataan Presiden Jokowi, tidak ditampik perekonomian Indonesia memang tumbuh cukup kuat di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Tengok saja pertumbuhan ekonomi Indonesia terus tumbuh dan diperkirakan mencapai 5,05 persen sampai akhir 2017. Pencapaian itu seiring dengan membaiknya indikator-indikator perekonomian.
"Saya sering umpamakan seseorang kolesterol baik, asam urat tidak ada, jatung baik, liver baik, dan ginjalnya baik. Sedikit-sedikit pernah masuk angin tapi sedikit. Tapi, kenapa kita tidak bisa lari cepat. Setelah secara detil dicari ternyata masih banyak sekali masalah-masalah yang ada di lapangan," kata Jokowi, di Jakarta, Kamis malam, 18 Januari 2018.
Dalam kesempatan itu, Jokowi membeberkan sejumlah prestasi yang sudah dicapai seperti tercapainya peringkat layak investasi dari beberapa lembaga pemeringkat dunia, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 8,3 persen di 2017, kapasitas kredit perbankan masih memiliki ruang Rp640 triliun, hingga ketersediaan likuiditas terjaga di angka Rp626 triliun.

Sumber: Bappenas
Meski demikian, masih ada hal yang mengganjal di benak Presiden Jokowi. Salah satunya Presiden meminta industri perbankan lebih menunjukkan rasa optimisme meski tidak ditampik prinsip kehati-hatian tetap harus dipegang. Hal itu tidak terlepas dari keinginan Jokowi agar akses perbankan ke masyarakat lebih luas dan merata demi pemertaaan pembangunan.
Jokowi mengingatkan agar perbankan melakukan upaya yang lebih keras untuk membimbing Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar bisa terus berkembang dan kelasnya meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan, industri perbankan diminta tidak sekadar mengumpulkan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan minim memperluas dan memeratakan penyaluran kredit.
"Jangan sampai industri perbankan mengumpulkan DPK tapi kredit susah atau di atas kertas penyaluran kredit bagus tapi di angka pelaporan pemberian kredit hanya ke debitur yang itu-itu saja dan orangnya bisa dihitung. Itu kan tidak menyebar dan tidak merata," kata Jokowi, yang kembali mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia harus berlari lebih kencang.

Sumber: Bappenas
Saat ini, memang merupakan momentum yang tepat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah kondisi ekonomi dan sektor jasa keuangan yang kondusif. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi 2017 di kisaran 5-5,1 persen, nilai tukar rupiah yang stabil, dan tingkat inflasi yang rendah (3,61 persen yoy).
Selain itu, didukung oleh keseimbangan eksternal yang membaik ditandai oleh surplus neraca perdagangan USD11,8 miliar, defisit APBN yang terkendali sebesar 2,42 persen terhadap PDB, dan kecenderungan suku bunga yang terus menurun. Sepanjang 2017, suku bunga deposito telah turun 65 bps dan suku bunga kredit turun 77 bps.
Begitu pula reformasi struktural yang dilakukan pemerintah telah berhasil meningkatkan kepercayaan investor. Selama 2017, kepercayaan itu ditunjukkan oleh arus dana masuk yang cukup besar ke pasar modal domestik sehingga tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penurunan.

Sumber: OJK
Sementara itu, pergerakan IHSG dalam tren yang meningkat dan tumbuh 20 persen pada 2017, serta ditutup pada level tertinggi sepanjang sejarah yaitu 6.355,65. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan indeks saham Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Dengan target pertumbuhan ekonomi di 2018 sebesar 5,4 persen, Otoritas Jasa Keuangan yakin sektor jasa keuangan mampu mendukung pencapaian target tersebut dan bisa berkontribusi untuk ekonomi Indonesia berlari kencang. Hal ini didukung solidnya indikator sektor jasa keuangan baik dari sisi pemodalan dan likuiditas, maupun tingkat risiko yang terkendali.
Saat ini, permodalan lembaga jasa keuangan Indonesia relatif kuat, yang ditunjukkan dengan CAR perbankan sebesar 23,36 persen. Dengan asumsi CAR disesuaikan ke level setara dengan rata-rata CAR perbankan di kawasan ASEAN-5 yaitu 18 persen maka industri perbankan memiliki potensi untuk mendorong penyaluran kredit bahkan sampai dengan Rp640 triliun.
Kuatnya permodalan ini juga didukung oleh tingkat risiko kredit yang terkendali dengan rasio Non Performing Loan (NPL) 2,59 persen gross (1,11 persen net), dengan tren yang menurun. Sementara itu, likuiditas yang tersedia di sektor jasa keuangan juga masih sangat memadai mencapai Rp626 triliun.

Sumber: OJK
"Kami memahami, kinerja intermediasi perbankan juga masih perlu ditingkatkan mengingat realisasi pertumbuhan kredit mencapai 8,35 persen yoy pada 2017, masih di bawah Rencana Bisnis Bank (RBB) sebesar 11,86 persen yoy," kata Ketua DK-OJK Wimboh Santoso, dalam pidatonya di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018.
OJK melihat kondisi tersebut dalam batas yang wajar karena beberapa debitur masih dalam proses restrukturisasi yang dilakukan perbankan untuk memitigasi peningkatan risiko kredit. OJK pun meyakini dengan percepatan proses restrukturisasi serta membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik akan mendorong penyaluran kredit lebih tinggi lagi pada tahun-tahun ke depan.
Adapun optimisme diperlihatkan oleh pelaku industri jasa keuangan, sebagaimana tercermin dalam Rencana Bisnis Bank Tahun 2018, yang menargetkan ekspansi kredit sebesar 12,2 persen dan Dana Pihak Ketiga sebesar 11,16 persen. Di pasar modal, perkembangan penghimpunan dana di 2017 cukup menggembirakan karena mencapai Rp264 triliun.
Selain itu, kinerja lembaga keuangan nonbank menunjukkan perkembangan positif, dengan risiko yang terkendali. Hal ini tercermin dari pertumbuhan aset industri asuransi sebesar 20,2 persen yoy. Sedangkan piutang pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan tumbuh 7,05 persen yoy, dengan tingkat pengelolaan risiko yang memadai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News