Ilustrasi (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Ilustrasi (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Menjemput Program Sejuta Rumah

Angga Bratadharma • 11 Agustus 2015 13:36
medcom.id, Jakarta: Rencana pemerintah untuk merealisasikan Program Sejuta Rumah membutuhkan campur tangan berbagai macam pihak, utamanya para pengembang properti. Pada sisi lain, dibutuhkan sinkronisasi regulasi dan birokrasi yang terkendali dan terlaksana sampai tingkat pelaksana. Berbagai macam pemenuhan tersebut menjadi penting karena menjadi upaya menjemput masyarakat ke Program Sejuta Rumah.
 
Dari tahun ke tahun, harga tanah dan rumah tercatat tidak pernah mengalami penurunan. Harga tanah dan rumah terus mengalami peningkatan. Bahkan, investasi di tanah dan rumah semakin menjanjikan sejalan dengan minimnya ketersediaan lahan untuk perumahan di Indonesia. Persebaran ekonomi yang terlalu terpusat pun membuat harga tersebut terus melambung tinggi dan menekan masyarakat untuk memiliki rumah yang layak huni.
 
Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini memang baik karena memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki rumah, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mengingat sebagian besar dari MBR belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang layak huni.

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun terus berupaya mengoptimalkan Program Sejuta Rumah, yang salah satu caranya adalah meminta kepada pemerintah daerah untuk mempercepat dan membantu implementasi yang sudah dicanangkan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu ini.
 
Mendagri Tjahjo Kumolo sudah menginstruksikan kepada tiap kepala daerah untuk membantu mensukseskan Program Sejuta Rumah. Bahkan, dirinya memberikan keringanan terkait kepengurusan surat-surat seperti IMB. Namun, bukan berarti administrasi IMB dihilangkan. Hanya saja diringankan.
 
"IMB akan didiskon sebanyak 95 persen. IMB tidak gratis tapi ada potongannya. Kita siap melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan penyediaan perumahan tersebut," kata Tjahjo.
 
Pemerintah memang optimistis bisa membangun satu juta rumah untuk MBR, dalam rangka mendukung program prorakyat. Bahkan, salah satu yang telah dilakukan adalah Kemendagri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan Real Estat Indonesia (REI) melakukan kesepakatan bersama.
 
Tjahjo mengungkapkan, dalam hal ini Kemendagri memiliki tugas untuk melakukan pembinaan kepada pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan penyediaan perumahan bagi PNS melalui penyediaan tanah, penetapan lokasi, memberikan kemudahan dan keringanan retribusi perizinan, bantuan PSU, dan pengendalian pembangunan perumahan.
 
Dalam pengerjaan program ini, untuk pembangunan fisik perumahan akan melibatkan REI, sedangkan terkait pembiayaan akan melibatkan BTN dan BNI, serta terkait penyiapan lahan dan lokasi pembangunan akan melibatkan pemerintah derah setempat. Ini penting karena kebutuhan perumahan terus membengkak sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia, yang sekarang ini jumlahnya kurang lebih ada sebanyak 240 juta jiwa.
 
Menurut Sarana Multigriya Finansial (SMF), kebutuhan perumahan di Indonesia mencapai 15 juta unit. Adapun tiap tahunnya kebutuhan akan rumah mencapai sekitar 800 unit rumah. Sementara menurut BTN, kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi (backlog) di Indonesia telah mencapai 13,5 juta unit.
 
Direktur BTN Mansyur S. Nasution mengungkapkan, BTN telah melakukan sejumlah persiapan khusus untuk mendukung pelaksanaan Program Sejuta Rumah. Sejumlah persiapan itu, yakni menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dibidangnya, persiapan di bidang teknologi informasi dengan melakukan peningkatan dan pengembangan sistem yang terintegrasi, dan melakukan kerja sama dengan pihak terkait.
 
Dalam menyukseskan Program Sejuta Rumah, tak hanya menawarkan peluang bisnis semata. Sejumlah tantangan juga menghadang dan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pihak swasta atau perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peran pemerintah dalam hal ini menjadi dibutuhkan.
 
Adapun sejumlah tantangan yang ada terkait pelaksanaan Program Sejuta Rumah itu yaitu ketersediaan lahan, perizinan, ketersediaan infrastruktur, sumber pembiayaan, dan rendahnya kemampuan finansial dari konsumen. Tak hanya itu, perlambatan ekonomi Indonesia dan tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) juga menjadi persoalan dan menghambat realisasi Program Sejuta Rumah.
 
Menurut data Bloomberg, Jumat 7 Agustus, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp13.541 per USD. Sementara menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp13.550 per USD. Sedangkan menurut Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah berada di posisi Rp13.536 per USD.
 
Terlepas dari itu, peranan para pengembang untuk mensukseskan Program Sejuta Rumah juga sangat penting. Karena para pengembang yang memahami seluk beluk secara mendalam mengenai bisnis di sektor properti. Apa saja masalah dan apa saja kiat-kiat berbisnis di sektor properti, para pengembang yang lebih mengetahui secara karakteristiknya.
 
Namun demikian, sangat sulit bila pemerintah melakukan kerja sama dengan tiap-tiap pengembang yang ada di Indonesia, mengingat jumlahnya begitu banyak sehingga dibutuhkan kerja sama yang terintegrasi yakni antara pemerintah dengan para pengembang.
 
Disinilah pentingnya peranan Real Estate Indonesia (REI). REI adalah organisasi pengembang seluruh Indonesia yang memiliki komitmen untuk meningkatkan harkat, martabat, mutu kehidupan, dan kesejahteraan Indonesia melalui peningkatan dan pengembangan perumahan dan pemukiman. Pentingnya posisi REI membuat pemerintah menaruh harapan terkait suksesnya Program Sejuta Rumah.
 
REI pun menyanggupi permintaan pemerintah terkait optimalisasi pelaksanaan Program Sejuta Rumah. Bahkan, REI membidik pembangunan perumahan sebanyak 230 ribu unit dari program tersebut. Di tahun ini, REI berupaya bisa membangun perumahan sebanyak 130 ribu unit. Nantinya, pembangunan perumahan itu akan tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
 
"Target tahun ini 130 ribu. Kita berharap tahun depan bisa sesuai target sebanyak 230 ribu unit rumah," kata Ketua REI Eddy Hussy.
 
Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki rumah bukan soal pencitraan pemerintah. Ini upaya yang nyata harus dilakukan karena sejalan dengan amanat dari Pasal 28 H ayat 1 Undang-Undang (UUD) 1945. Di mana dalam pasal tersebut menyatakan bahwa perumahan dan pemukiman adalah hak dasar manusia yang harus dipenuhi pemerintah sebagai penyelenggara negara.
 
Sementara itu, berdasarkan UU N0 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan pula bahwa penyediaan rumah bagi MBR adalah tugas pemerintah. Dalam hal ini, tugas tersebut bukan hanya milik pemerintah pusat, tapi juga milik pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. 
 
Gebrakan yang siginifikan dari pemerintah tengah ditunggu sekarang ini. Sebab, pemerintah memiliki wewenang luas atas penggunaan segala sesuatunya di atas tanah di Indonesia. Salah satu gebrakan yang dinantikan adalah deregulasi terhadap 10 aturan yang berpotensi akan menghambat pelaksanaan Program Sejuta Rumah.
 
Salah satu aturan tersebut adalah Permendagri Nomor 32 Tahun 2010 Pedoman Pemberian IMB agar mewajibkan pemerintah kabupaten/kota memberikan keringanan retribusi IMB untuk bangunan hunian bagi MBR. Ini penting karena akan memacu pengembang untuk membangun dan menyediakan rumah MBR.
 
Dalam membantu program pemerintah, REI juga terus memberikan beragam masukkan kepada pemerintah, di antaranya perihal regulasi dan birokrasi, strategi pandangan bagi MBR, dan kerja sama strategi REI dan pemerintah dalam hal lahan, infrastruktur, perpajakan, pendanaan aturan kepemilikan asing, dan lain-lain.
 
Adapun sejumlah rekomendasi yang dikeluarkan REI, yaitu pertama sinkronisasi regulasi dan birokrasi yang terkendali dan terlaksana sampai tingkat pelaksana. Meliputi penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), pengendalian harga dan pembebasan tanah, penyederhanaan dan pembebasan biaya perizinan untuk rumah MBR, waktu dan biaya sertifikasi, dan regulasi yang terintegrasi.
 
Kedua, meningkatkan daya beli MBR. Meliputi penyediaan dana yang memadai, suku bunga maksimal lima persen, subsidi uang muka, BPHTB satu persen, adanya komitmen dari bank pelaksana, KPR bagi pekerja sektor informal, dan bantuan uang muka bagi PNS/TNI-Polri.
 
Ketiga, sinergitas pemerintah dan swasta untuk meningkatkan penyediaan perumahan bagi MBR. Meliputi pemanfaatan lahan milik pemerintah daerah, kredit pemilikan lahan, kredit konstruksi FLPP, keringanan perpajakan, dukungan infrastruktur dan kelistrikan, dan penentuan harga jual RST yang dapat dipatok maksimal sebesar Rp200 juta.
 
Menapaki sektor properti memang tidak mudah karena menyangkut banyak hal sehingga perlu ada sinergi yang benar-benar optimal. Hal ini tentu tidak harus mengedepankan aspek keuntungan, baik dari pihak REI maupun pihak pemerintah. 
 
Namun, realisasi Program Sejuta Rumah ini harus benar-benar dijalankan dengan berpedoman kepada UUD 1945, karena kebutuhan akan tempat tinggal yang layak huni bagi masyarakat termasuk kebutuhan yang utama. Karena itu, untuk merealisasikan Program Sejuta Rumah dengan kualitas dan kuantitas yang berjalan seiringan, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan penjemputan masyarakat ke Program Sejuta Rumah.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan