Termasuk dalam diskusi yang dilakukan Tim Kajian Nusantara Rumah Kreasi Indonesia Hebat mengenai penanaman modal untuk ketahanan energi, pangan, maritim, dan pembangunan infrastruktur di Jakarta, Kamis 25 September 2014. Presiden Direktur PT Bangun Gas Persada Rosadi Darwis mengatakan Indonesia perlu memiliki kawasan strategis energi terpadu nasional. Namun, banyak hambatan dalam membangun infrastruktur energi di Indonesia.
"Kendala utama yang sering dialami adalah masalah lahan, perizinan, suplai serta permintaannya," ujar dia kala itu.
Selain itu, infrastruktur energi membutuhkan banyak modal serta teknologi yang tinggi dan juga masa waktu kembalinya investasi relatif lama. Menurutnya, realisasi kebutuhan energi untuk minyak di Indonesia sebanyak 72 juta kl per tahun di 2013. Sementara proyeksi pada 2025 kebutuhan minyak mencapai 112 juta kl. "Realisasi listrik tahun lalu 188 TWH dan pada 2025 sebesar 425 TWH," ucapnya.
Indonesia harus memiliki ketahanan energi yang memadai. Energi yang dimiliki harus tersedia untuk kurun waktu panjang. Menurut dia, sektor energi dalam negeri tidak boleh mudah terpengaruh oleh gejolak lokal, regional, ataupun internasional.
Lebih lanjut, saat ini kondisi pembangkit listrik di Indonesia sebesar 40533 MW dan akan bertambah sebanyak 72 ribu MW sampai 2025. Kemudian kilang minyak saat ini mampu memproduksi 1,05 juta barel/hari dan akan bertambah 900 ribu barel per hari hingga 2025. Untuk mempercepat pembangunan infrastruktur energi, perlu dibangun kawasan strategis energi terpadu nasional.
Pendapatan Negara Harus Terus Meningkat
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R. Sukhyar, sempat mengatakan, pendapatan negara dari sektor pertambangan harus terus meningkat. Untuk itu, pemerintah melakukan upaya renegosiasi kontrak dengan para KKKS. "Kita harus mengacu pada undang-undang bahwa kontrak mereka masih dihargai dan rezim kontraknya masih berlaku hingga habis kontrak. Para pelaku usaha harus paham," ungkap Sukhyar.
Sukhyar menambahkan, pelaku usaha harus berpegangan pada undang-undang yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, dilihat bahwa di undang-undang ada kewajiban divestasi, pengolahan pemurnian, luas wilayah pertambangan, serta pemakaian lokal konten. Hal itu yg dirumuskan oleh Kementerian ESDM.
Menurutnya, pemerintah harus terbuka dengan para operator tambang serta melihat apa saja masalah yang dialami. "Kita harus melihat riwayat kontraknya satu per satu. Yang penting open minded dan memahami kesulitan merka. Semangat para pihaknya harus dihargai dan dibantu untuk diselesaikan," lanjutnya.
Selain itu, undang-undang sangat tegas mengatur bahwa harus dilakukan pemurnian hasil tambang. Kemudian terkait penerimaan negara juga harus terus meningkat.
"Kita bersyukur banyak pihak memperhatikan hal ini termasuk juga KPK. Sehingga membuat kita semangat untuk menyelesaikan. Kita bersyukur sejak tahun lalu KPK memantau dan melakukan supervisi sehingga kita tenang untuk melakukan renegosiasi," beber dia.
Di samping itu, penataan Izin Usaha Pertambangan juga dilakukan bersama KPK. "Ini yang tersulit dan harus terus kita lakukan," pungkasnya. (Iqbal Musyaffa/MI)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News