"Yang juga harus diperhatikan adalah soal utang luar negeri korporasi yang belum terlindung dari gejolak kurs, dan tercatat pada kuartal III ini utang luar negeri Indonesia sudah USD292 miliar, yang terakhir yang harus diperhatikan adalah peningkatan inflasi akibat kenaikan harga energi non BBM," kata Hendar dalam sambutannya di acara Seminar Outlook Perekonomian Indonesia 2015 di Bank Indonesia Jakarta, Kamis (4/12/2014).
Lebih lanjut pun Hendar menjelaskan bahwa Bank Indonesia sendiri sudah memiliki lima paket kebijakan guna menjaga stabilitas perekonomian nasional dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, seperti menaikkan suku bunga acuan BI sebesar 0,25 persen pasca pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, sehingga suku bunga acuan BI menjadi 7,75 persen, mempersiapkan kebijakan makroprudensial.
Selanjutnya, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, memperkuat sistem pembayaran, dan memperkuat koordinasi memperkuat langkah koordinasi bersama pemerintah baik pusat maupun daerah dengan fokus pada upaya untuk meminimalkan potensi tekanan inflasi khususnya dari sisi kenaikan tarif angkutan dan terjaganya harga pangan. Penguatan koordinasi juga diintensifkan untuk peningkatan stimulus fiskal ke sektor produktif dan kebijakan reformasi struktural lanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama pengamat ekonomi dari Universitas Padjadjaran, Armida Alisjahbana menjelaskan bahwa tantangan ekonomi lainnya yang akan dihadapi pemerintah di 2015 adalah soal pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta mempercepat penciptaan kesempatan kerja yang berkualitas.
"Tahun 2015 adalah tahun untuk menetapkan dasar-dasar kebijakan apapun yang akan diimplementasikan pemerintah. Dalam 5 tahun ke depan target pengangguran terbuka adalah 5-5,5 persen, tren jumlah pekerja formal dan non formal pun meningkat terus," ujar Armida.
Menurut dia, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang baik yang dapat dilakukan melalui industrialisasi, karena dampak berkelanjutannya adalah dapat mengurangi kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran.
"Industrialisasi dalam arti luas tidak hanya dalam sektor manufaktur, termasuk industri jasa, pertanian. Ini salah satu sumber untuk menangkal youth unemployment skill, sehingga bisa ditangani dengan baik," tukasnya.
Adapun yang harus menjadi prioritas pemerintah guna mendorong industrialisasi untuk pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan inovasi teknologi, perbaikan infratsruktur, peningkatan SDM dan tenaga kerja, serta meningkatkan perdagangan dan investasi.
"Selain itu pemerintah juga harus membuat kebijakan yang dapat memperluas perlindungan sosial dan akses terhadap pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan miskin, meningkatkan produktivitas khususnya usaha mikro dan kecil, meningkatkan produktivitas khususnya tenaga kerja dengan pendidikan dan keterampilan rendah, dan menciptakan kesempatan kerja yang layak bagi penduduk miskin dan rentan miskin," ucapnya.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Suahasil Nazara menjelaskan bahwa tantangan lain yang harus ditaklukan pemerintah guna mencapai target Indonesia menjadi negara middle income dengan pendapatan per kapita USD14 ribu pada 2015 adalah masalah infrastruktur.
"Investasi dalam infrastruktur mempunyai dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Peningkatan investasi dapat meningkatkan pertumbuhan PDB ke tingkat 12 persen yang diperlukan untuk mencapai status middle income country," kata Suahasil.
Lebih lanjut Suahasil menjelaskan bahwa beberapa arahan dalam bidang infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah pertama untuk memenuhi kebutuhan layanan dasar dengan memperkuat pasokan listrik, tersedianya pasokan air minum untuk masyarakat, dan tercukupinya kebutuhan hunian masyarakat, dan memulai pemanfaatan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik.
"Pemenuhan kubutuhan dasar tersebut harus dilakukan seiring dengan upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional melalui pembangunan infrastruktur," cetusnya.
Suahasil menambahkan, krisis infrastruktur yang dialami Indonesia saat ini dialami adalah seperti di sektor transportasi seperti buruknya kondisi jalan yang berakibat pada lambatnya laju kendaraan, lambatnya pembaharuan dan pembangunan sektor kereta api, kurang berimbangnya komposisi moda dalam bidang transportasi, kinerja yang buruk di sektor pelabuhan, dan jaringan transportasi udara yang sudah melebihi kapasitas. Selain krisis infastruktur di sektor transportasi, krisis infrastruktur juga terjadi di sektor listrik, sumber daya air, air minum, dan sanitasi.
"Jika ditotal, maka kebutuhan investasi infrastrukur 2015-2019 mencapai Rp6.552 triliun," katanya.
Mnurutnya, ada tiga skenario pendanaan yang dapat dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut. Pertama adalah Skenario 100 persen (pemerintah mendapatkan dana investasi penuh Rp6.552 triliun), di mana dalam skenario tersebut hal yang harus dilakukan adalah menaikkan pagu hutang hingga 31 persen dimana sekarang baru 22,5 persen, menerapkan pendanaan off balance sheet, dan kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) yang mencapai di atas 20 persen.
Skenario kedua, Skenario 75 persen (pemerintah hanya mendapatkan dana investasi Rp4.781 triliun), maka hal yang harus dilakukan adalah pagu utang tetap pada 22,5 persen, menerapkan pendanaan off balance sheet, dan KPS yang mencapai 20 persen.
Skenario ketiga adalah Skenario 50 persen (pemerintah hanya mendapatkan dana investasi Rp3.561), maka hal yang harus dilakukan adalah pagu utang pada 16,9 persen, menerapkan pendanaan off balance sheet, dan KPS yang mencapai 15 persen.
"Pelaksanaan skenario 100 persen memerlukan komitmen ekstra dan kepemimpinan yang kuat dan didukung reformasi birokrasi yang menyeluruh. Untuk pelaksanaan Skenario 75 persen dapat dilakukan dengan menerapkan strategi implementasi yang terkoordinasi dan komitmen yang kuat, sedangkan Skenario 50 persen dapat dilakukan dengan strategi implementasi yang tepat," kata Suahasil.
Perlu diketahui, total utang pemerintah saat ini setara dengan 11,3 persen terhadap PDB pada 2019, sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan pinjaman pemerintah hingga batas pagu yang ditetapkan.
Selain itu, menurut Suahasil pemerintah juga dapat melakukan skema pembiayaan alternatif lainnya seperti dengan cara institusional misalnya dengan penugasan BUMN untuk melakukan pembangunan, pembangunan infrastruktur swasta (private infrastruktur), pembangunan infrastruktur berbasis partisipasi masyarakat, dan membentuk bank khusus pendanaan infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News