Ilustrasi -- ANTARA FOTO/PRADITA
Ilustrasi -- ANTARA FOTO/PRADITA

Mitigasi Pelambatan Ekonomi

30 April 2015 10:58
PELAMBATAN ekonomi global tampaknya menjadi tantangan utama bagi negara-negara di belahan dunia dalam tetap memacu pertumbuhan ekonominya. Kekhawatiran tersebut menyita perhatian yang besar dari pada ekonom dalam menyikapi konstelasi ekonomi global 2015  yang masih belum menguntungkan.
 
Dalam pertemuan para menteri keuangan yang tergabung kelompok negara G-20 bersama Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, Amerika Serikat, medio April 2015 yang baru lalu, kembali muncul peringatan akan kondisi ekonomi global yang masih rentan terhadap guncangan kurs mata uang, utang publik yang tinggi, ketegangan geopolitik dan risiko pasar.
 
IMF memproyeksikan rata-rata potensi pertumbuhan ekonomi negara maju untuk periode 2015-2020 hanya sebesar 1,6 persen. Proyeksi ini naik sedikit dari rata-rata pertumbuhan ekonomi kelompok negara ini sepanjang 2008-2014 sebesar 1,3 persen. Sementara untuk kelompok negara emerging, IMF memproyeksikan rata-rata potensi pertumbuhan 2015-2020 sebesar 5,2 persen. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari rata-rata realisasi pertumbuhan ekonomi negara emerging sepanjang 2008-2014 yang sebesar 6,5 persen.

Apabila pada tahun lalu rata-rata pertumbuhan ekonomi kelompok negara emerging tercatat 4,6 persen, tahun ini diperkirakan hanya sebesar 4,3 persen. Melemahnya pertumbuhan ekonomi negara berkembang sangat dipengaruhi sejumlah faktor seperti melemahnya harga dan permintaan komoditas dunia, melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, menguatnya mata uang dolar AS, dan melemahnya konsumsi domestik.
 
Dalam konstelasi ekonomi global, interdependensi ekonomi menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Terdapat risiko dari perbedaan arah kebijakan dan pencapaian laju pertumbuhan dari berbagai negara, kebijakan moneter dan fiskal global akan sangat mempengaruhi negara lain. Sebagaimana kita ketahui, normalisasi kebijakan moneter AS dan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed menyebabkan peningkatan biaya utang (financial cost), yang juga akan berimbas pada permasalahan struktural dan risiko penarikan dana asing, sebagaimana yang dirasakan Indonesia.
 
Demikian pula dengan pelambatan ekonomi Tiongkok akan sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada triwulan I-2015, pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu ini hanya tujuh persen, dipicu lesunya sektor properti dan manufaktur. Ini merupakan pertumbuhan terendah sejak 2009. Maret lalu ekspor Tiongkok turun sampai 15 persen dan impor merosot 12,7 persen.
 
Penurunan permintaan dari Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir telah menekan ekspor Indonesia, terutama komoditas pertambangan, migas, dan perkebunan. Padahal, Tiongkok dalam beberapa tahun ini merupakan pasar utama ekspor Indonesia. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke Tiongkok. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia ke Tiongkok pada Februari 2015 turun drastis sampai 40,62% menjadi hanya USD2,03 miliar.
 
Langkah Mitigasi
 
Diperlukan langkah cepat dan terencana dalam menyikapi pelambatan ekonomi global, utamanya dalam tetap menjamin bergeraknya mesin perekonomian Indonesia dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Prioritas utama yang perlu dilakukan adalah terobosan kebijakan dan pengendalian yang terukur dalam menjamin stabilisasi harga pangan pokok  dan menjaga daya beli masyarakat serta mengontrol inflasi dalam batas aman. Hal ini sangat diperlukan agar ekonomi negeri ini tidak terjebak pada kondisi stagflasi, akibat harga barang-barang yang terus meningkat di tengah kemampuan daya beli masyarakat yang makin menurun.
 
Kepiawaian dan kepedulian yang tinggi dari Kementerian/Lembaga (K/L) sangat memainkan peranan yang strategis guna menjaga keseimbangan inflasi dengan pendapatan, mengukur stabilitas harga pangan pokok, melalui intervensi, sebagai bentuk kehadiran negara.
 
Stabilitas harga pangan pokok ditempuh dengan memastikan ketersediaan barang dan harga pada tingkat yang terjangkau, jaminan keamanan pasokan dan stabilisasi harga sangat penting untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa pasokan yang cukup, harga barang kebutuhan pokok rentan berfluktuasi dan berpotensi menggerus daya beli masyarakat, mendorong inflasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
 
Gejolak harga beras di awal 2015, setidaknya dapat menjadi pelajaran berharga dalam mengantisipasi kenaikan harga pangan pokok, early warning system harus terbangun sehingga tidak hanya sekadar berfungsi sebagai "pemadam kebakaran". Dalam jangka panjang, peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan merupakan keniscayaan dalam mendukung kedaulatan pangan, guna mengantisipasi peningkatan demand dan melepas ketergantung impor pangan yang terus menggerus devisa.
 
Mitigasi berikutnya yang perlu dikawal percepatan implementasinya adalah perbaikan kualitas belanja pemerintah, khususnya terkait dengan belanja modal infrastruktur, yang meningkat tajam dalam APBNP 2015. Percepatan pembangunan infrastruktur perlu diprioritaskan mengingat memiliki multiflyer effect dalam memacu bergairahnya dunia usaha, menekan ongkos logistik dan integrasi ekonomi wilayah, guna mengurangi disparitas harga sehingga koheren dengan upaya menjaga daya beli sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Di samping itu kecepatan dan ketepatan penyerapan belanja infrastruktur akan sangat membantu perekonomian nasional untuk tetap berdaya tahan (resilience) di tengah perlambatan ekonomi global.
 
Jasa konstruksi, konsultan, besi dan baja, semen, produk-produk petrokimia sampai ke sektor pembiayaan dan jasa asuransi akan terdorong dengan adanya pengerjaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur di dalam negeri serta menyerap tenaga kerja yang menjadi masalah serius ketika pelambatan ekonomi melanda.
 
Percepatan penyerapan anggaran infrastuktur juga akan berdampak pada stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi. serta redistribusi pendapatan, mempercepat penyediaan barang publik dalam rangka pelayanan publik, di samping dapat menjaga menjaga keseimbangan internal. Sinergitas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat perlu diperkuat dalam percepatan pembangunan infrastruktur mampu mengatasi persoalan-persoalan ekonomi yang mendasar seperti kemiskinan dan pengangguran.
 
Percepatan penyerapan belanja infrastruktur ini akan sangat mempengaruhi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makroekonomi. Namun, harus diakui penambahan alokasi anggaran belanja infrastruktur tidak akan cukup untuk menggenjot pembangunan insfrastruktur secara massif tanpa diiringi dengan keterlibatan pihak swasta. Oleh karena itu sinergitas melalui skema pembiayaan PPP (Public Private Patnership), membangun iklim investasi yang kondusif perlu terus ditingkatkan, guna mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
 
Kita tentunya berharap seluruh pemangku kepentingan  memiliki visi yang sama dalam memitigasi pelambatan ekonomi global,  dengan mendukung secara optimal terkait dengan percepatan penyerapan anggaran infrastruktur yang berkualitas. Penyerapan yang berkualitas dapat dilakukan dengan pengendalian terhadap tahapan pendukung seperti percepatan penunjukkan bendaharawan, serta kesiapan K/L melakukan lelang (procurement) dan pencairan anggaran (disbursement), dan yang tak kalah pentingnya adalah pengendalian pada tataran implementasinya.
 
Tantangan penyerapan anggaran belanja pemerintah ada pada pengelolaan anggaran di tingkat pemerintah pusat dan daerah, sehingga harus terus diupayakan adanya peningkatan kapasitas pengelolaan anggaran di tingkat K/L dan Pemda. Dengan tetap menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat melalui stabilisasi harga pangan pokok dan percepatan pembangunan infrastruktur diharapkan dapat menjadi engine for growth dalam memitigasi perlambatan dan gejolak ekonomi global, sehingga dapat menjamin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan berkualitas. Semoga.
 
Oleh: Eddy Cahyono, Staf Pada Sekretariat Kabinet
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan