Seperti biasa, apabila IHSG mencapai rekor yang tinggi, maka aksi ambil untung oleh investor dilakukan. Para investor tidak akan menyia-yiakan kesempatan itu, yang tentunya aksi tersebut akan memberi efek tersendiri terhadap gerak IHSG. Meski demikian, pecah rekor IHSG ini patut diapresiasi dan dicermati secara maksimal terhadap pergerakannya.
Bukan tanpa alasan si 'Banteng Wulung' ditempatkan di depan Gedung BEI. Pasalnya, banteng yang bahasa Inggrisnya adalah bull merupakan simbol pasar modal yang kuat dan tangguh. Karenanya, para pelaku pasar biasanya menyebut bullish untuk menggambarkan pasar modal yang cenderung mengalami penguatan.
Jika ditelisik, mungkin ada rasa penyesalan bagi investor yang beberapa waktu sebelumnya tidak sempat masuk ketika IHSG masih berada di bawah level 6.000. Sebab, pundi-pundi yang bisa dikantongi justru hilang. Padahal, kondisi tersebut merupakan kesempatan emas bagi para investor agar terus menggeliat di pasar modal Indonesia.
Kepala Analis Indosurya Sekuritas William Suryawijaya mengatakan, rilis data ekonomi berada dalam posisi terkendali. Hal itu semakin memperkuat untuk menjadi salah satu faktor penopang dari proses perjalanan naik indeks.
Selain itu, lanjut William, arus modal masuk yang diharapkan kembali konsisten membanjiri ke dalam pasar modal Indonesia masih menjadi salah satu faktor yang diharapkan dapat mendorong kenaikan IHSG ke arah yang lebih tinggi.
"Hari ini indeks berpotensi menguat, ketika posisi support indeks bisa ditahan di level 5.911, maka posisi resisten 6.048 bisa digapai dengan baik," kata William, di Jakarta, Kamis 2 November 2017.
Memang tidak ditampik, investor akan melakukan wait and see mengingat situasi dan kondisi ekonomi sebelumnya terus menghadapi 'angin kencang' dan menekan minat investor untuk berburu cuan di pasar modal Indonesia. Seperti gerak perekonomian tidak maksimal mendapat tenaga, daya beli melemah, persepsi serta persepektif yang memberikan pesimisme.
Selain itu, investor juga tertekan terkait hasil keputusan perubahan suku bunga dari the Fed termasuk menunggu siapa yang akan menggantikan Janet Yellen menduduki orang nomor satu di Federal Reserve. Tekanan kian besar seiring dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang belum merinci mengenai kebijakan reformasi pajaknya.
Uniknya, pasar keuangan di Tanah Air justru memberikan gelombang yang berbeda dengan ekonomi dunia. Pasar keuangan menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berada di kondisi yang stabil. Di pasar keuangan domestik, IHSG dan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) terus mencatatkan penguatan hingga September 2017.
Meski terjadi net sell nonresiden sebesar Rp11,2 triliun, IHSG masih meningkat 0,6 persen pada September 2017, lebih tinggi dari periode Agustus 2017 sebesar 0,4 persen, yang didukung oleh investor dalam negeri.
Sementara itu, investor nonresident masih mencatatkan net buy di pasar SNB sebesar Rp34,2 triliun yang mendorong imbal hasil SBN tenor jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing turun 15,1 bps, 14,6 bps dan 24,8 bps. Kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan juga berada pada level moderat, dengan kinerja kredit perbankan pada September 2017 tercatat tumbuh 7,86 persen (yoy), dan piutang pembiayaan tumbuh sebesar 8,16 persen (yoy).
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan per Agustus 2017 tercatat tumbuh sebesar 11,69 persen (yoy) dan premi asuransi jiwa tercatat tumbuh menjadi 37,8 persen (yoy) serta premi asuransi umum dan reasuransi meningkat menjadi 4,35 persen (yoy).
Pada periode Januari-September 2017 tercatat 118 emiten yang melakukan penghimpunan dana melalui pasar modal dengan nilai sebesar Rp182,2 triliun atau meningkat sebesar 32,1 persen dibandingkan periode sama 2016. Dari 118 emiten yang melakukan penghimpunan dana tersebut, terdapat 29 emiten baru, sehingga target 21 emiten baru di 2017 telah tercapai.
Risiko kredit terpantau turun pada September 2017 dengan rasio kredit bermasalah (NPL) gross tercatat membaik menjadi 2,93 persen dibandingkan Agustus 2017 sebesar 3,05 persen, dan rasio NPF perusahaan menjadi 3,18 persen, dari Agustus 2017 sebesar 3,31 persen.
Di Indonesia, pecah rekor di level 6.000 patut dirayakan. Apalagi, kondisi ini terjadi ketika investor asing justru pulang kampung. Tercatat investor asing melakukan net sell sebesar Rp18,4 triliun di sepanjang tahun ini. Artinya, IHSG memecahkan rekornya karena didorong mesin utama dari dana yang ada di investor dalam negeri, bukan karena investor asing.
Terlepas dari semua, kondisi ini bisa menjadi simbol kepercayaan kepada pasar modal dan Pemerintah Indonesia. Apalagi, penyematan layak investasi sudah didapatkan dari tiga lembaga pemeringkat internasional. Jika investor domestik terus bertambah dan kian menggeliat maka ujungnya industri pasar modal di Tanah Air bisa terus berkembang secara maksimal.
Namun, apakah kondisi ini bisa terus berlanjut? Untuk menjawab pertanyaan ini sepertinya hanya waktu yang bisa menjawabnya. Pasalnya, jika dilihat sepotong-sepotong dari peristiwa ekonomi yang terjadi sekarang ini maka ada banyak sinyal yang berpotensi memberikan tekanan terhadap gerak IHSG.
Apalagi, banyak dari perusahaan ritel mulai 'lempar handuk', entah karena daya beli melemah atau keberadaan e-commerce mulai menggerus pangsa pasar ritel konvensional. Kondisi itu diperparah dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat ditutupnya sejumlah perusahaan ritel di Tanah Air.
Kendati demikian, sejumlah sentimen positif juga tidak kalah banyak bermunculan di Indonesia. Hal seperti ini akan memberikan warna lain untuk mendukung positifnya pergerakan IHSG di masa mendatang, sejalan dengan upaya BEI untuk terus menambah jumlah investor di dalam negeri dan meningkatkan kesadaran tentang pasar modal Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id