Rupiah tidak sendirian dalam menghadapi dolar Amerika Serikat (AS), pelemahan nilai tukar pun ternyata terjadi di negara-negara lainnya seperti tetangga kita Malaysia dan Thailand.
Fenomena pelemahan mata uang regional tersebut memang disebabkan oleh menguatnya dolar akibat membaiknya kinerja perekonomian negara adidaya tersebut, serta sebagai dampak antisipasi menjelang rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS (semacam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia) yang biasanya membahas mengenai rencana penaikan suku bunga acuan Fed Rate pada tahun depan. Selain itu hal yang juga memengaruhi adalah faktor tidak terduga melemahnya mata uang Rusia, rubel yang memaksa pemerintah setempat menaikkan suku bunga negaranya sebanyak 650 bps menjadi 17 persen.
Kondisi Rusia tersebut tentunya mempengaruhi kondisi negara-negara emerging market termasuk Indonesia.
Pemerintah sendiri sebenarnya tidak tinggal diam melihat rupiah yang terkulai lemah. Bank Indonesia (BI) sendiri mengaku bahwa pihaknya telah melakukan intervensi pasar yang intens guna menguatkan rupiah. Intervensi yang dilakukan BI tersebut bisa dibilang cukup sukses, sebab rupiah secara berangsur-angsur menguat meskipun penguatan tersebut terjadi secara perlahan setiap harinya.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada akhir pekan ketiga Desember, Jumat (19/12/2014) pada awal perdagangan di pasar spot, terbukti kembali menguat bahkan berada di bawah level Rp12.500. Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang ditetapkan oleh BI pada Kamis (18/12/2014) menguat ke Rp12.586 per dolar AS setelah melemah hingga 12.900 per dolar AS pada Selasa.
Penguatan rupiah tersebut, ditengarai selain karena intervensi yang dilakukan oleh BI serta komitmen bank sentral tersebut untuk memastikan nilai tukar mata uang tersebut berada pada kisaran Rp11.900-Rp12.300 per dolar AS sehingga pasar meresponnya positif. Selain itu, juga disebabkan oleh hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) di AS yang hasilnya tidak akan menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
Pelemahan rupiah sendiri bisa dibilang sangat riskan untuk menimbulkan krisis ekonomi di dalam negeri. Pasalnya saat ini utang luar negeri swasta nasional sudah tinggi, sehingga dengan terus melemahnya rupiah dikhawatirkan pihak swasta dapat mengalami kegagalan dalam membayar utang-utangnya tersebut, dan kegagalan pembayaran utang tersebut pernah kita alami sehingga kita diterpa krisis ekonomi pada 1998.
Selain intervensi yang dilakukan BI untuk menstabilkan rupiah, masih banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk lebih menstabilkan mata uang kita, salah satu caranya adalah dengan menarik investor sebanyak-banyaknya ke dalam negeri guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Namun, menarik investor untuk masuk bukanlah hal yang mudah, pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan para pembantunya harus membuktikan berbagai janji pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan raya, pelabuhan, dan lain-lain yang katanya pembangunan mega proyek tersebut akan didorong dan dipercepat karena ada anggaran tambahan yang berasal dari pengalihan subsidi BBM pada November silam sebesar Rp100 triliun.
Para investor dan pelaku pasar pastinya menunggu-menunggu implementasi berbagai janji pembangunan tersebut sehingga kepercayaan mereka untuk berinvestasi di dalam negeri semakin menguat.
Sektor pariwisata pun perlu digarap dengan serius oleh pemerintah. Dengan banyaknya lokasi-lokasi wisata dari Sabang sampai Merauke jika dikemas dan dikelola dengan baik tentunya akan semakin menarik wisatawan lokal dan mancanegara. Tetapi di dalam negeri juga harus dibarengi dengan "Kampanye Cinta Rupiah", sehingga turis-turis tersebut menukarkan mata uang bawaannya dengan rupiah agar bisa bertransaksi di dalam negeri.
Kampanye Cinta Rupiah tersebut selain diterapkan oleh masyarakat umum, juga diharapkan dapat mendorong para orang kaya dan pengusaha nasional mau menjual dolar AS miliknya dan membeli rupiah. Meski pun, sepertinya agak sulit memaksa para orang kaya dan pengusaha tersebut untuk menukarkan dollar AS miliknya karena berbagai alasan, tetapi pasti di hati nuraninya ingin turut membantu menguatkan rupiah sebagai identitas bangsa Indonesia dan turut berpartisipasi melindungi Ibu Pertiwi dari ancaman krisis yang mungkin terjadi lagi di masa mendatang .
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News