Ekonom berkebangsaan Amerika Serikat, Joseph Stiglitz, menilai, kesenjangan yang sedang terjadi adalah masalah serius untuk banyak negara di dunia yang tidak dapat dihindari.
"Salah satu penyebabnya ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan pertumbuhan lapangan kerja terhadap PDB," tukasnya dalam konferensi pers di Grand Nikko, Bali, seperti dikutip Minggu (12/10/2014).
Stiglitz mengungkapkan, kesenjangan dapat berbalik menjadi keserataan ketika pemerintah berperan dalam kondisi yang genting. Seperti dalam bukunya yang berjudul 'The Price of Inequality', Profesor Universitas Columbia menyatakan desain kebijakan makroekonomi yang benar sebenarnya dapat menciptakan kesetaraan.
"Apa yang menjadi penting untuk mengubah kondisi ini adalah mencoba meningkatkan lapangan kerja, memperhatikan kurs global, menciptakan wirausaha kecil dan menengah, dan berbicara tentang semua kebijakan itu berarti berbicara tentang kebijakan makroekonomi yang benar, yang bisa ciptakan kesetaraan," ujar Stiglitz. Dia memberi contoh salah satu negara yang berhasil menekan tingkat kesenjangan yakni Brasil.
Brasil berhasil menurunkan kesenjangan secara signifikan dengan mengutamakan manajemen kebijakan yang kuat dan fokus. Mulai dari kebijakan kuat di bidang pendidikan yang dianggap vital sampai kebijakan untuk fokus mengurangi kemiskinan dengan memberi bantuan langsung yang tepat sasaran dan tepat guna.
"Kesenjangan butuh waktu untuk diselesaikan karena skalanya masih besar, tapi itu bisa dikurangi dan sebenarnya kita sedang menghitung mundur kesenjangan dalam 20 tahun ke depan," tukas Stiglitz.
Baginya, indikator kesenjangan memang dalam kondisi berbeda-beda, ada satu yang paling tidak setara, ada juga yang sangat tidak setara, tapi ada pula yang berkembang lebih baik.
Meneropong Indonesia, Stiglitz menyambut optimis bahwa Indonesia punya kesempatan untuk memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat seiring dengan keseimbangan ekonomi. Indonesia yang memiliki keuntungan pertumbuhan dari sumber daya untuk 10 tahun ke depan bisa memulai fokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif dengan memperkuat Usaha Kecil Menengah (UKM) domestik, agrikultur, dan sektor jasa.
"Dan saya melihat presiden selanjutnya sangat terpaku dan sangat fokus pada agenda kesenjangan itu," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, saat ini kesenjangan yang terjadi Indonesia tidak hanya soal pendapatan tapi sudah terjadi antarwilayah. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa 80% aktivitas ekonomi hanya terjadi di bagian barat Indonesia.
“Oleh karenanya, dalam pandangan saya sebaiknya kita lakukan pergeseran dari labour incentive menjadi capital incentive atau technology incentive growth dari revitalisasi manufaktur, yang bisa serap tidak hanya 100-200 orang tenaga kerja tapi lebih dari itu,” kata Bambang. Selain itu sinergi implementasi kerangka pertumbuhan ekonomi dari regulasi, institusi, keuangan, dan evaluasi harus dilakukan.
Bagi pemerintahan mendatang, Bambang menyarankan selain fokus revitalisasi manufaktur dari segi kebijakan makroekonomi sebaiknya fokus kepada peningkatan investasi. Namun bagian dasar dari meningkatknya investasi yakni infrastruktur perlu dibenahi terlebih dahulu.
Sebelumnya, Lead Public Sector Specialist, Governance GP, EAP World Bank, Mark Ahern, mengapresiasi pemikiran presiden terpilih Joko Widodo yang menyatakan kontrol manajemen merupakan pemikiran terpenting dalam pemerintahan. “Bagaimana untuk merencanakan, mengatur, dan memutuskan aksi, itu bagian terpenting,” kutip Ahern.
Sekiranya ada 10 hal dalam tiga bidang yang perlu dilakukan pemerintahan mendatang. Dalam mesin pemerintah, memperkuat pusat desain kebijakan pembangunan dengan aturan jelas, institusi untuk bangun infrastruktur, dan fleksibilitas juga akuntabilitas struktur dan tenaga kerja butuh dilaksanakan.
“Asumsi anggaran tanpa politik, pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), adanya aturan kinerja, sampai lebih fokus pada kelayakan hidup masyarakat termasuk dalam bagian kedua yakni alokasi sumber daya," ucapnya. Di bidang ketiga yakni pembuatan kebijakan, pemerintah perlu koordinasi dan antir korupsi dalam kabinet, transparansi kebijakan, dan partispasi dari setiap kalangan.
Executive Director Revenue Group Department of Treasury Australia Rob Heferen juga menambahkan, pemerintah memerlukan strategi komunikasi keuangan yang transparan. Mulai dari laporan anggaran dasar, laporan anggaran, proyeksi ekonomi dan fiskal pada tengah semester, laporan antargenerasi, sampai anggaran dasar parlemen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News