Menteri ESDM Sudirman Said (ANTARA FOTO/Teresia May)
Menteri ESDM Sudirman Said (ANTARA FOTO/Teresia May)

Lika-Liku Blok Masela

Annisa ayu artanti • 30 Maret 2016 12:55
medcom.id, Jakarta: Indonesia merupakan surga bagi Sumber Daya Alam (SDA) yang salah satunya adalah sumber daya minyak dan gas bumi. Hal ini bisa dibuktikan dengan ladang gas terbesar di dunia ada di Indonesia. Adapun ladang gas yang dimaksudkan adalah Blok Abadi Masela.
 
Posisi Blok Masela ini sangat strategis yakni terletak di Laut Arafura antara 800 kilometer (km) sebelah timur Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), 400 km sebelah utara Kota Darwin, Australia, dan 155 km arah barat daya Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, dengan kedalaman 457-4.230 meter.
 
Sebelumnya, pemerintah pada 16 November 1988 telah menandatangani kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) untuk jangka waktu 30 tahun atau sampai dengan 2028 dengan operator utama blok abadi tersebut yakni Inpex Corporation dan PT Energi Mega Persada Tbk, Bakrie Grup (EMP). Dalam kontrak tersebut, Inpex menjadi operator utama dengan porsi saham 90 persen dan EMP 10 persen. Namun, pada 2011, Inpex menjual sekian persen sahamnya kepada Shell Upstream Overses Services Limited. Lalu pada 2013, EMP juga menjual 10 persen sahamnya. Sekarang ini, 65 persen saham dimiliki Inpex dan 35 persen dimiliki Shell.

Selama 12 tahun, dari 1988 hingga 6 Desember 2010, operator eksisting telah membuat rencana pengembangan (Plan Of Development/POD)-I dan pemerintah sudah menyetujui POD-I tersebut. POD-I tersebut berisikan terkait tentang fasilitas pengembangan Blok Masela dilakukan dengan mekanisme kilang laut (Floating Liquid Natural Gas/FLNG) dengan kapasitas cadangan sebesar 2,5 juta metrk ton per tahun.
 
Namun, pada 10 September 2015, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengusulkan revisi POD-I kepada pemerintah dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Inpex merevisi lantaran rencana penambahan kapasitas kilang gas cair dari semula untuk kapasitas 2,5 juta metrik ton per tahun menjadi 7,5 juta metrik ton per tahun. Penambahan ini dilakukan karena ditemukannya cadangan gas baru. Dalam usulan revisi itu juga dijelaskan fasilitas pengembangan Blok Masela ini masih tetap menggunakan kilang terapung (offshore).
 
Sayangnya, usulan revisi POD-I ini menjadi awal mula konflik antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Saat itu, Sudirman mempercayai perhitungan rekomendasi revisi POD-I dari SKK Migas untuk membangun kilang terapung. Sedangkan Rizal Ramli berargumen bahwa kilang darat (onshore LNG) tepat dibangun untuk mengelola Blok Masela.
 
Sudirman mengatakan, hitungan SKK Migas untuk membangun kilang laut lebih murah dibandingkan kilang darat. Kilang laut memerlukan biaya USD14,8 miliar dan kilang darat memerlukan biaya USD19,3 miliar. "Yang jelas, SKK Migas rekomendasi offshore. Saya percaya pada sistem yang dari SKK Migas," kata Sudirman.
 
Sementara itu, Rizal Ramli menuturkan, Blok Masela ini memiliki potensi kandungan gas mencapai 10,73 Triliun Cubic Feet (TCF). Kandungan besar itu sangat tepat bila diolahnya menggunakan kilang darat.
 
Rizal menegaskan apabila Blok Masela dibangun dengan skema pipanisasi akan jauh lebih murah. Bahkan, pembangunan ini akan bermanfaat bagi pengembangan wilayah Pulau Aru, Maluku, menciptakan lapangan pekerjaan, dan pemanfaatan konten lokal (local content). Selain itu, akan menciptakan industri downstream seperti pabrik pupuk dan petrochemical.
 
"Kalau bangun pipa bisa lebih murah. Pipanya itu kita bikin 600 kilometer. Jadi lokasi ditemukannya gas. Kita bangun pipa ke Aru," kata Rizal.
 
Karena perselisihan dua menteri ini kian memanas maka digunakanlah jasa untuk tim konsultan independen guna mengkaji lebih mendalam terkait dengan fasilitas pengembangan blok tersebut. Tim tersebut adalah Potten&Partners yang merupakan tim konsultan independen asal Amerika Serikat.
 
Tim konsultan ini memang spesialisasi dalam energi dan industri transportasi laut. Tim ini bekerja hampir dua bulan lamanya yakni mulai November 2015 hingga Desember 2015. Tentunya hasilnya ditunggu-tunggu dan bisa menghentikan perselisihan yang terjadi.
 
Di sisi lain, pada sidang kabinet terbatas Desember 2015, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan akan mengumumkan keputusan rencana pengembangan Blok Masela setelah mendengar masukan dari Inpex.
 
Adapun hasil masukan dari Inpex dan kajian konsultan asal Amerika Serikat yang dibayar Rp3,8 miliar tersebut lebih condong bila pengembangan fasilitas Blok Masela dilakukan dengan pembangunan kilang laut. Kendati sudah mengantongi beberapa rekomendasi, namun saat itu Presiden Jokowi tidak langsung mengumumkan keputusan terkait Blok Masela. Jokowi hanya mengatakan bahwa Blok Masela harus memberi manfaat bagi semua orang.
 
"Bahwa pemanfaatan sumber daya alam itu harus untuk rakyat dan semua orang. Bukan segelintir orang. Harus ada nilai tambah atau multiplier effect yang berkaitan dengan pembangunan daerah," kata Jokowi, beberapa waktu lalu.
 
Sayangnya, keputusan fasilitas pengembangan Blok Masela dari Jokowi yang terlalu lama ini memunculkan banyak pendapat, mulai pendapat dari pemerintah pusat, pendapat dari pemerintah daerah, pengamat energi, hingga pengamat keamanan negara angkat bicara. Isu-isu hangat pun mulai dimainkan, mulai dari penerimaan negara akan lebih banyak bila membangun kilang di laut, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bila keputusan ini tidak diputuskan secepatnya, sampai Inpex akan hengkang dari Blok Masela jika pembangunan blok tersebut dilakukan melalui kilang darat.
 
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan, jika keputusan pemerintah atas pengembangan blok itu dilakukan melalui mekanisme kilang darat maka akan terjadi keterlambatan produksi (onstream) yakni sekitar 2027. Keterlambatan tersebut disebabkan karena adanya pengulangan beberapa tahapan yang sebelumnya sudah dilakukan. Adapun pengulangan itu seperti membuat rencana pengembangan yang baru (Plan Of Development/POD) di mana POD baru diperkirakan selesai di 2020.
 
Kemudian Front-End Engineering Design (FEED) sekaligus Final Investment Decisions (FID) diperkirakan selesai pada 2022. Konstruksi pun mengalami keterlambatan. Sehingga onstream itu akan terjadi pada 2027. Padahal, jika menggunakan POD yang sudah ada dipakai atau dalam artian memakai mekanisme kilang laut, onstream akan terjadi lebih cepat. Dalam dunia bisnis Migas, lanjut Amien, waktu adalah uang sehingga perlu ada kepastian waktu untuk investor berinvestasi.
 
"Artinya, keputusan yang tidak konsisten itu akan jadi tertinggal. Di bisnis oil and gas, time is money. Semakin tertinggal, makin tidak ekonomis, cost-nya semakin mahal. Itu yang perlu diperhatikan," kata Amien.
 
Selain itu, Amien Sunaryadi sempat menuturkan, salah satu investor Blok Masela akan melakukan pengurangan jumlah karyawannya karena belum adanya kejelasan tentang Plant Of Development mengenai blok gas terbesar di dunia ini. Saat itu, jumlah pekerja Inpex yang ada di Indonesia sekitar 300-400 orang. Sekitar 40 persen dari pekerja tersebut terancam PHK.
 
"Downsizing ini direncanakan mencapai 40 persen dari total personil di Indonesia," kata Amien.
 
Akhirnya, pada 23 Maret 2016, Presiden Jokowi memutuskan mekanisme fasilitas pengembangan Blok Abadi Masela. Jokowi menyatakan pengembangan Blok Masela dilakukan melalui skema kilang darat. Keputusan yang diambil Jokowi ini diklaim telah melalui pertimbangan yang matang. Menurutnya, Blok Masela ini proyek jangka panjang dan sangat tepat bila dilakukan dengan mekanisme kilang darat. Diharapkan, keputusan ini bisa memberikan dampak positif bagi semua orang, termasuk nantinya terhadap ketahanan energi di Tanah Air.
 
"Blok Masela, setelah melalui banyak pertimbangan yang masuk dan input yang diberikan kepada saya, ini juga adalah proyek jangka panjang, tidak hanya setahun dua tahun, belasan tahun. Tapi proyek panjang menyangkut ratusan triliun rupiah. Sebab itu, dari kalkualsi perhitungan pertimbangan, yang sudah saya hitung, kita putuskan dibangun di darat," kata Jokowi.
 
Selain itu, Jokowi juga mengatakan, mekanisme onshore sudah mempertimbangkan manfaat dari daerah yang akan didapatkan seperti pembangunan ekonomi. "Dengan pertimbangan, kita ingin ekonomi daerah dan ekonomi nasional terimbas dari adanya Blok Masela, juga pembangunan wilayah. Kita ingin terkena dampak pembangunan besar proyek Masela," jelas dia.
 
Meski berbeda dengan usulan Kementerian ESDM dan SKK Migas, namun Sudirman Said sebagai penanggung jawab sektor menuturkan, keputusan Presiden tersebut pasti harus segera ditindaklanjuti. Ia mengaku telah berbicara dengan SKK Migas terkait poin-poin selanjutnya yang akan dilakukan. Adapun poin-poin tersebut pertama, mengirimkan surat ke SKK Migas untuk merespons usulan atas persetujuan revisi PoD-I. Isi dari surat tersebut adalah meminta SKK Migas untuk mengembalikan usulan revisi rencana pengembangan POD-I dan kemudian memintanya mengkaji kembali berdasarkan metode onshore sebagaimana diputuskan Presiden.
 
Kedua, meminta SKK Migas untuk berkomunikasi dengan investor. Ketiga, pemerintah pusat menugaskan langsung kepada SKK Migas untuk berkomunikasi dengan pimpinan daerah. Hal itu dilakukan karena dirinya tidak menginginkan polemik terus berlangsung. Keempat, meminta SKK Migas secara ketat mengawal pengkajian PoD agar tidak terlalu lama pengerjaannya. Sehingga keputusan Final Invesment Descision (FID) tidak telalu lama dan sesuai dengan jadwal.
 
Lebih jauh, meski tersirat, Sudirman memberi sinyal untuk dilakukannya perpanjangan kontrak Blok Abadi Masela. Hal itu dikarenakan fasilitas pengembangan yang diputuskan Presiden Joko Widodo adalah pembangunan kilang darat. Bila pembangunan kilang darat itu dipercepat, paling cepat onstream bisa dilakukan pada 2024. Sedangkan kontrak PSC, kedua operator eksisting Blok Masela yakni Inpex Corporation dan Shell akan berakhir di 2028.
 
"Yang soal jaminan kontrak atau perpanjangan, kebijakan yang baik itu kan yang masuk akal. Kalaupun jadwal sudah dijalankan, itu tidak mungkin tidak diperpanjang. 2024 mulai masa 2028 bubar. Jadi logikanya sudah pasti harus ada perpanjangan," tutup Sudirman.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan