"Memahami skenario-skenario guna mengetahui berbagai tantangan yang bisa jadi muncul sangatlah penting, khususnya bagi perencanaan pembangunan. Skenario yang dirumuskan dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan perencanaan yang tepat sehingga membantu memperkuat ketahanan energi nasional," kata Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto dalam acara peluncuran Skenario Bandung di Jakarta (14/10/2014).
Dia menambahkan bahwa ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan yang mungkin timbul dapat berakibat fatal bagi masa depan energi Indonesia. "Tantangan seperti gejolak ekonomi, sosial, dan politik sudah menunggu kita, jadi perlu ada perencanaan dan kebijakan energi harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati," imbuh Kuntoro.
Nama Skenario Bandung sendiri diambil karena perumusan skenario tersebut dilakukan di Bandung pada bulan Agustus 2014 lalu. Skenario Bandung tersebut terdiri dari empat bagian, dimana secara keseluruhan membahas berbagai permasalahan yang saling beririsan dengan isu perubahan iklim, instabilitas kawasan, potensi gangguan ketersediaan energi global, perebutan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, kebijakan yang tidak efektif, dan lainnya yang relevan dengan dengan kondisi kekinian dan berpotensi menjadi semakin berkaitan di masa depan.
Adapun empat skenario yang tersusun dalam Skenario Bandung adalah Skenario Ombak, Skenario Badai, Skenario Karang, dan Skenario Awak. Skenario Ombak adalah skenario untuk pemerintah pusat dalam bekerja dan memperbaiki tata kelola sektor energi, dengan penekanan utama pada BUMN sebagai lokomotif pengimplementasi kebijakan.
"Pemerintah harus bekerja terus untuk menyeimbangkan daya saing dan stabilitas populis. Kebijakan subsidi energi yang dipolitisasi dan kurang tertata akan memicu ketidakpastian kebijakan," ucap Kuntoro.
Kedua adalah Skenario Badai. Skenario Badai adalah skenario energi untuk mengantisipasi perubahan iklim dan harmonisasi antara sumber energi dengan energi serta teknologi yang bersih terbarukan. Perubahan iklim global dan resiko-resiko kerusakan lingkungan mendominasi kebijakan nasional dan global terutama pada kebijakan prioritas pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengembangan sumber energi bersih, di mana pengembangan energi bersih sendiri membutuhkan biaya yang mahal.
Ketiga adalah Skenario Karang. Skenario tersebut adalah skenario energi yang digunakan ditengah ketegangan konflik di luar negeri yang saling berkompetisi untuk mencari sumber energi, sehingga dapat memaksa Indonesia bergantung pada pasokan energi domestik untuk menopang pembangunan.
Ketegangan geopolitik yang terus terjadi itu akan mendorong Indonesia untuk mengadopsi strategi energi yang berorientasi domestik dan swasembada. Untuk mengimplementasikannya diperlukan dukungan koalisi pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, pemangku kepentingan internasional, serta kekuatan pertahanan, sehingga nantinya intensif yang diberkan kepada produsen energi disiapkan untuk meningkatkan produksi seluruh sumber daya energi, mulai dari batu bara sampai energi terbarukan seperti gas dan nuklir.
Skenario keempat adalah Skenario Awak, yaitu strategi pengendalian oerdagangan dari pemerintah pusat atas pemerintah daerah yang dapat menciptakan kesenjangan masyarakat, ketimpangan ekonomi yang tajam, serta potensi konflik di daerah. Di mana pendorong terjadinya hal tersebut adalah kompetisi untuk mencari sumber energi.
Kerangka kebijakan energi lebih difokuskan pada pemberdayaan daerah supaya tercipta kemandirian energi sambil menenangkan kerusuhan di daerah kaya sumber daya energi.
Sementara itu, dalam sambutannya dalam acara tersebut, Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji menjelaskan bahwa saat ini setidaknya ada tujuh hal yang harus diperhatikan dalam sektor energi. Pertama adalah soal pertumbuhan terutama di sektor energi, pemerataan pemanfaatan energi, pemilihan sumber daya energi yang digunakan, teknologi yang digunakan, sumber pendanaan, penetapan harga, dan eksekusi kebijakan.
Ada tujuh hal yang harus diperhatikan di bidang energi, yaitu pertumbuhan, pemetaan, pemilihan sumber energi, teknologinya bagaimana, pendanaan, pricing, dan eksekusinya.
"Pemetaan maksudnya masih banyak daerah yang belum terlairi energi bahkan di Jawa. Pemilihan sumber energi maksudnya apakah kita pakai energi fosil atau energi terbatukan, sumber pendanaan apakah berasal dari swasta, pemerintah atau kombinasi keduanya, masalah harga adalah bagaimana harga energi bisa murah, dan masalah eksekusi adalah soal perizinaan dan koordinasi kewenangan," kata Nur.
Sementara itu Wakil Presiden Boediono yang turut hadir menjelaskan bahwa skenario-skenario tersebut penting untuk menyatukan pandangan terkait tantangan sektor energi di masa depan.
"Skenario ini memaksa kita untuk melihat ke depan agar kita dapat mengambil langkah yang baik di bidang energi. Skenario atau planning untuk menyatukan pandangan dari para stakeholder yang berbeda pandangan. Kita butuh skenario yang bisa menyiapkan hidup kita. Pengamanan energi kita mutlak dilakukan," tutur Boediono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News