"Memang saat ini kita belum mampu menjadi negara swasembada daging. Tapi setidaknya dengan makin banyaknya peternakan yang ada di sejumlah daerah menunjukkan bahwa upaya dan kerja keras untuk swasembada sudah kian mendekat." Itulah ucapan Suswono, saat meninjau Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sembawa, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (14/10/2014).
Saat berkeliling ke hamparan peternakan sapi brahman di BPTU-HPT seluas 46 hektar, Suswono tampak puas melihat hasil pengembangbiakan jenis sapi itu yang kini menjadi andalan. Di situ bibit sapi brahman berjumlah 211 ekor dan sengaja dilepasliarkan di padang rumput.
Sapi brahma memang saat ini sedang dikembangkan di BPTU-HPT karena memang memiliki sejumlah kelebihan. Aslinya berasal dari India kemudian masuk ke Amerika pada 1849 dan berkembang pesat.
Sapi tersebut selanjutnya dikembangkan untuk diseleksi dan ditingkatkan mutu genetiknya, dan setelah berhasil di ekspor ke sejumlah negara. Dari Amerika, sapi brahma menyebar ke Australia dan kemudian masuk ke Indonesia saat zaman kolonial Belanda.
Secara genetis, sapi itu tergolong sapi unggul karena mampu beradaptasi dengan lingkungan dan pakan yang ada di Indonesia, sehingga lebih dipilih masyarakat untuk dikembangbiakan. Selain itu, juga memiliki potensi untuk disilangkan guna perbaikan sapi lokal, sehingga didapati jenis sapi baru yang memiliki pertumbuhan dan daya adaptasi dengan lingkungan baik.
"Melihat berbagai keunggulan seperti itu maka pemerintah berupaya untuk mengembangkan sapi brahman, sehingga bisa mewujudkan suatu swasembada daging," tutur Suswono.
Menurut dia, sebenarnya upaya pengembangbiakan ternak hewan tidak hanya dilakukan di Sembawa, Palembang, tapi Kementan telah memiliki BPTU-HPT di sejumlah daerah seperti di Indrapuri, Aceh untuk jenis ternak sapi, BPTU-HPT Siborong-Borong, Sumatera Utara, untuk ternak babi dan kerbau, serta BPTU-HPT Padang Mangatas, Sumatera Barat, untuk ternak sapi eksotik dan sapi pesisir.
Ada juga BPTU-HPT Palaihari, Kalimantan Selatan, dengan jenis ternak kambing, itik, dan sapi madura, BPTU-HPT Denpasar, Bali, dengan jenis ternak sapi bali, serta BPTU_HPT Baturraden, Jawa Tengah, dengan ternak sapi perah dan kambing.
"Adanya BPTU tersebut menunjukkan komitmen Indonesia untuk bisa mengembangkan ternak secara merata, sehingga swasembada daging bisa terwujud dalam waktu dekat," ujarnya.
Keberadaan balai pembibitan yang dikelola pemerintah tersebut, kata dia, diharapkan menjadi ujung tombak dalam poenyediaan benih dan bibit ternak. Untuk itu, perubahan nomenklatur balai menjadi BPTU-HPT pada 2013 dapat dimaknai bahwa bibit ternak akan menunjukkan performa keunggulannya dengan didukung pakan yang baik.
Keberadaan BPTU-HPT merupakan upaya pemerintah dalam mengejar populasi ternak mengingat sesuai hasil Sensus Pertanian 2013, populasi ternak sapi potong nasional berjumlah 12,7 juta ekor, sapi perah 444 ribu ekor, dan kerbau 1,1 juta ekor.
Disadari dari populasi sapi dan kerbau yang masih kurang dilihat dari kualitas dan kuantitas, maka terus diupayakan meningkatkan populasi ternak disamping perbaikan aspek tenis reporoduksi dan kesehatan hewan, pembibitan dan pakan.
"Konsumsi daging masyarakat yang masih rendah yaitu 2,2 kilogram per kapita per tahun, juga menunjukkan bahwa upaya swasembada pangan perlu mendapat perhatian," ucap Suswono.
Kepala Balai BPTU-HPT Sembawa, Sumatera Selatan, Nugroho Budi Suprijanto mengemukakan, pihaknya memang mendapat tugas untuk meningkatkan populasi sapi brahman yang selama ini sudah dikenal dengan berbagai kelebihannya. "Untuk itu kita tidak hanya mengembangkan populasi, tapi juga menyiapkan pakan ternak yang berkualitas sehingga mampu meningkatkan bobot dan kesehatan bagi ternak," ungkapnya.
Selain memiliki padang penggembalaan seluas 46 hektar, balainya juga memiliki hamparan bibit pakan ternak seluas 26 hektar. Selain mengembangkan berbagai macam jenis rumput pakan ternak seperti rumput gajah dan king grass, di balainya juga mengembangkan ternak jenis leguminosa seperti gamal, lamtoro dan turi sebagai alternatif hijauan pakan ternak dengan pemanfaatan lahan yang ada.
Salah sau kendala yang dihadapi dalam penyebaran ternak ke sejumlah daerah yang selama ini tak memiliki peternakan adalah ketiadaan kapal khusus pengangkut ternak. Suswono mengatakan Kementerian Pertanian akan memiliki tiga kapal khusus untuk pengangkut ternak sapi guna membawa ke sejumlah daerah di Indonesia, sehingga memudahkan distribusi dan biaya murah.
"Kementerian Perhubungan sudah menjanjikan akan menyiapkan tiga kapal untuk angkut ternak," tukas Suswono.
Diakui Suswono, selama ini salah satu kendala utama sulit dan mahalnya harga sapi dan daging sapi adalah biaya transportasi menggunakan kapal karena tidak memiliki kapal khusus pengangkut ternak.
"Biaya angkut sapi dari Darwin, Australia, bahkan bisa lebih murah dibanding angkut dari NTB dan NTT," ungkapnya.
Dia mengharapkan dengan adanya tiga kapal khusus pengangkut ternak tersebut maka distribusi sapi ke daerah seperti ke Jawa dan Sumatera bisa mudah dan murah.
Kapal pengangkut ternak, kata Suswono, selama ini memang sangat dibutuhkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri lautan sehingga menggunakan kapal bisa lebih murah dan mampu mengangkut sapi lebih banyak dibanding melalui darat.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan kementan Syukur Iwantoro mengatakan tiga kapal tersebut akan segera diterima Kementan dalam waktu dekat. "Dua kapal akan diterima akhir tahun ini, sementara satu kapal diterima Juni 2015," katanya.
Pasokan sapi ke Jawa terbanyak berasal dari NTB dan NTT. Namun untuk mengangkut ke Jawa, khususnya Jakarta, memerlukan biaya logistik sangat besar. Akibatnya, lanjutnya, sapi dan dagingnya dari daerah tersebut melimpah tapi tidak bisa disalurkan dengan baik.
Adanya tiga kapal khusus ternak tersebut, kata Syukur, diharapkan akan mampu menekan harga daging sapi di sejumlah daerah khususnya dalam menghadapi sejumlah hari raya. Dengan adanya peningkatan pembibitan di berbagai daerah serta memiliki kapal pengangkut khusus ternak maka upaya swasembada daging diharapkan bisa segera terwujud.
"Tentu harus ada kemauan politik dari pemerintahan mendatang untuk mencapai itu dan saya optimistis bisa terwujud," pungkas Suswono. (Antara)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News