Ilustrasi. (FOTO: MI/Atet)
Ilustrasi. (FOTO: MI/Atet)

Pemimpin Baru dan Daya Dorong Ekonomi

28 Juni 2018 10:57
PROSES Pilkada serentak 27 Juni akhirnya selesai. Perhelatan ini indikator penting karena hasil Pilpres dan Pileg 2019 sebetulnya bisa diukur dari sikap politik Pilkada serentak kemarin. Tidak ada putaran kedua, karena peraih suara terbanyak dinyatakan sebagai pemenang. Model Pilkada serentak ini bersifat antara, disebabkan akan dilaksanakan pilkada serentak pada 2020 atau setahun setelah Pilpres dan Pileg 2019.
 
Pada 2020, mulailah digelar pilkada serentak nasional. Bagi kepala daerah yang masih mempunyai sisa jabatan, akan diberikan kompensasi gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa serta diberikan hak pensiun penuh. Jadi, kepala daerah yang terpilih 2018 dengan masa jabatan 2023, tersisa tiga tahun masa jabatan karena jabatannya harus diletakkan pada 2020.
 
Jadi, pemenang Pilkada 2018 ini akan segera pensiun pada 2020. Hal itu disebabkan etape politik Indonesia akan memasuki babak baru menjadi sentralisasi proses politik dan berlaku permanen setelah 2020.

Yang menjadi perhatian, anggaran menyelenggarakan Pilkada serentak ini demikian jumbo mencapai Rp12,83 triliun. Alokasi anggaran untuk KPU Rp11,9 triliun, Bawaslu Rp2,9 triliun, dan biaya pengamanan TNI-Polri Rp339,6 miliar. Untuk 17 provinsi mendapatkan alokasi dana Rp8,01 triliun, sedangkan 115 kabupaten dan 39 kota mendapatkan anggaran Rp4,81 triliun.
 
Artinya, jika momentum politik disebut-sebut menjadi daya dorong ekonomi, modal menggerakkan ekonomi hanyalah pada angka Rp12,83 triliun tersebut. Biaya itu 60 persen dihabiskan untuk konsumsi dalam bentuk honorarium petugas KPPS, PPK, TPS, pengawas, sampai tenaga keamanan.
 


 
Mayoritas Konsumsi
 
Berbagai momentum ekonomi pernah disebut-sebut menjadi katalisator daya dorong ekonomi. Sebut, misalnya, Hari Raya Idulfitri 1439 H yang lalu bersama momen mudik-balik lebih kurang 32 juta orang di seluruh Tanah Air. Pada momentum itu, disebut-sebut Rp182 triliun mengalami distribusi dari kota ke desa dan diharapkan menjadi pemicu ekonomi.
 
Sebelumnya, pemerintah juga optimistis mendapatkan momentum pertumbuhan ekonomi saat pencairan THR dan gaji ke-13 ASN pada tahun ini sebesar Rp35,76 triliun. Rinciannya THR Rp5,24 triliun, tunjangan kinerja Rp5,79 triliun, dan THR pensiunan Rp6,85 triliun. Anggaran gaji ke-13 sebesar Rp5,24 triliun dan pensiunan/gaji ke-13 Rp6,85 triliun.
 
Peristiwa Asian Games yang akan dihelat di Jakarta dan Palembang pada 28 Agustus 2018 sampai 2 September 2018 juga disebutkan sebagai variabel penting pertumbuhan ekonomi. Untuk perhelatan Asian Games, kebutuhan anggaran mencapai Rp30 triliun terdiri untuk biaya penyelenggaraan, sarana infrastruktur, dan sarana transportasi pendukung.
 
Yang terbesar tentu saja politik infrastruktur dengan alokasi penyerapan sampai saat ini. Mengambil contoh proyek jalan tol yang diklaim keberhasilan 2018 ini sepanjang total 807,5 kilometer Trans Jawa dan 89,6 kilometer Trans Sumatra, minimal Rp162,97 triliun sudah dibayarkan pemerintah. Ini dengan acuan biaya pembuatan jalan tol Rp182 miliar per kilometer, rata-rata yang sudah terjadi di Indonesia.
 
Total tambahan mesin pertumbuhan ekonomi 2018 yang sudah terdistribusi mencapai Rp423,02 triliun sampai saat ini. Namun, pertumbuhan ekonomi yang 'nendang' masih belum tampak jelas. Belanja Rp423,02 triliun tersebut mayoritas untuk konsumsi yang habis sekali pakai dan hanya 43,02 persen dalam bentuk infrastruktur jalan tol yang bisa menjadi modal ekonomi jangka panjang.
 
Pada sisi ini menjadi tantangan utama pemimpin terpilih 27 Juni kemarin, untuk menciptakan pemicu ekonomi alternatif dan melepas momen-momen ekonomi siklikal yang sering tidak terbukti.
 


 
Pemimpin Inovatif
 
Melihat fenomena ini, menguatkan pendapat bahwa daya tahan ekonomi Indonesia memang berasal dari genetika konsumsi. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa 56,5 persen dari PDB disumbang dari konsumsi. Berdasarkan jumlah PDB 2017 sebesar Rp13.613 triliun, maka nilai konsumsi tahun lalu ialah Rp7.691,35 triliun dan separuhnya, yakni Rp3.845,67 triliun sudah habis pakai pada semester I-2018. Termasuk di dalamnya tambahan Rp423,02 triliun dari ekonomi momentum di atas.
 
Namun, daya dorong ekonomi masih belum kuat ditunjukkan berdasarkan capaian pertumbuhan kuartal I hanya 5,06 persen. Situasi ini mengindikasikan belum bergeraknya ekonomi dan menunjukkan faktor eksternal lebih dominan jika dibandingkan dengan kekuatan konsumsi domestik. Konsumsi sebatas mempertahankan hidup pada tingkat pertumbuhan konservatif 5,06 persen ialah captive tanpa upaya berarti.
 
Artinya, jika para pemimpin daerah saat ini kelak hanya mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi untuk menopang kesejahteraan pada kisaran lima persen, kepala daerah terpilih hanya menggantungkan nasib kepada garis tangan. Belum ada upaya atau inovasi khusus dalam rangka menggenjot pertumbuhan ekonomi atau tipe pemimpin daerah dengan model 'bermain aman' atau safety player.
 
Pada konteks Pilkada serentak 27 Juni kemarin, pemilih harus lebih bijak merespons kapasitas pimpinan yang dipilihnya. Argumentasi primordial, ketokohan, kepopuleran atau pengkultusan individu pada saat ini menjadi sangat tidak relevan menjadi dasar pemilihan jika melihat beratnya arah kesejahteraan dan tingginya persaingan global.
 
Sudah sangat sering contoh pemimpin terpilih berdasarkan nilai-nilai konservatif dan akhirnya kesejahteraan tidak dapat diraih. Ketika pemimpin sudah bertumpu kepada garis tangan tanpa melakukan kebijakan yang inovatif, maka hanya tinggal menunggu waktu, negeri ini akan menjadi memori.
 
Semoga saja pimpinan daerah yang sudah terpilih pada Pilkada serentak kemarin memang benar-benar pemimpin pekerja. Berupaya keras menjadi pendorong ekonomi wilayahnya agar rakyatnya menikmati kesejahteraan. (Opini/Media Indonesia)
 
Effnu Subiyanto
Advisor CikalAFA-umbrella
Direktur Koalisi Rakyat Indonesia Reformis
Doktor Ekonomi Unair

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan