"Asalkan konsisten, kita bisa menyelesaikan ini dalam waktu kurang lebih tiga tahun," kata pakar transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit, di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (21/3/2015).
Menurut Ketua Umum MTI itu, apabila perbaikan bisa dilakukan dengan dalam waktu dekat, keuntungan dari biaya logistik dapat meningkat hingga lima persen. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi sislognas yang belum merata, seperti terlalu banyaknya beban yang harus diangkut melalui darat.
"Pemerintah masih mencari-cari bentuk sistem logistik yang tepat agar bisa meningkatkan kapasitas angkut dalam waktu dekat," kata pria yang juga dosen di Jurusan Teknik Sipil UGM itu.
Hingga saat ini, sislognas masih mengandalkan akses darat dengan 70 persen penggunaan, sedangkan laut sekitar 30 persen. Danang memperkirakan apabila sislognas telah dibenahi, pemerintah bisa menghemat biaya logistik dan transportasi sekitar 12-18 persen.
Akan tetapi, dengan beragamnya sarana angkutan logistik di Indonesia, tentu pembenahan harus dilakukan dengan seimbang agar tidak terjadi ketimpangan pada salah sektor tertentu. Apabila pemerintah memang ingin memfokuskan pada sarana dan infrastruktur laut, sebagaimana yang termaktub dalam program Poros Maritim, sistem logistik darat juga harus tetap diperhatikan.
"Bagaimana pun, sistem logistik di darat memainkan peran penting dalam distribusi di dalam pulau," tukas Danang.
Pemanfaatan dan pembenahan infrastruktur pelabuhan, jalan raya, atau "dry port" yang baik, kata dia, akan meningkatkan efektivitas sistem logistik secara keseluruhan. Pembenahan sislognas juga erat kaitannya dengan upaya untuk mengatasi laju inflasi yang tinggi.
Dengan pemikiran dasar bahwa perbaikan akan dilakukan pada pembenahan sistem dan manajemen tata niaga perdagangan. "Penanganan inflasi memerlukan upaya keras karena tidak hanya masalah pergerakan harga. Pemerintah akan fokus membenahi pada masalah logistik dan manajemen tata niaga," kata Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro.
Oleh karena itu, dia mengharapkan adanya pembenahan dan tata kelola sistem logistik dan perdagangan sehingga barang di pasar tidak mengalami kenaikan harga dan menjaga ketersediaannya.
Regulasi Pelabuhan
Terkait dengan sistem logistik jalur laut, Danang mengatakan bahwa tantangan bagi Kementerian Perhubungan saat ini ialah memperbaiki regulasi perizinan kapal logistik agar efisien dan murah.
"Perizinan kapal logistik di Indonesia kurang efisien, terlalu banyak perizinan yang justru mempersulit. Jika terlalu lama perizinanannya, biayanya juga bertambah," tutur Danang.
Menurut dia, dengan perizinan yang efisien dan ditambah infrastruktur yang baik, mampu menaikkan pendapatan pelayaran logistik sekitar tujuh sampai sembilan persen. Hal ini mengingat pengangkutan melalui jalur laut merupakan sistem logistik yang termurah.
Apabila diperhitungkan secara matang, otomatis biaya yang seharusnya menjadi modal pengiriman tersebut bisa untuk pengembangan ekonomi atau keuntungan negara. Ia juga menekankan bahwa peran jalur laut harus ditingkatkan dalam sislognas, sebagaimana yang telah dicanangkan oleh Pemerintah.
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menginginkan pemeriksaan yang dilakukan petugas kepelabuhanan tidak berbelit-belit karena akan menambah biaya logistik yang justru tidak efektif bagi perekonomian.
"Kami meminta pihak Pelindo dan Bea Cukai agar pemeriksaannya jangan berbelit-belit sehingga tidak menjadi tambahan 'cost' (biaya)," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin usai Rapat Koordinasi Tata Kelola Kepelabuhanan, di Kantor Kemenko Maritim di Jakarta.
Menurut dia, kendala biaya logistik terkait dengan jasa kepelabuhanan seharusnya bisa ditekan lebih rendah. Dalam hal ini pihaknya sangat menginginkan kinerja perekonomian dan sektor perindustrian di Indonesia tetap tumbuh.
Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menginginkan jasa pelayanan pelabuhan bisa disederhanakan menjadi sistem satu atap terpadu seperti telah dilakukan di Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Menurut Indroyono, di pelabuhan sebenarnya sudah ada modalnya karena telah ada sistem yang menyerupai yang dinamakan Indonesia National Single Window (INSW). Indonesia National Single Window, sebagaimana terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008, memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron, dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang.
"Indonesia National Single Window sekarang tinggal dioptimalkan untuk digarap bersama," tuturnya.
Menurut dia, dengan digarap secara bersama lintas kementerian, prosesnya juga akan menjadi lebih simpel sehingga biaya logistik juga menjadi rendah sehingga perdagangan Indonesia lebih siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kereta Logistik
Penggunaan kereta api sebagai sarana pengiriman logistik diperkirakan mampu meningkatkan keuntungan sekitar dua sampai tiga persen. Berkat keunggulan kereta api yang mampu membawa kargo dalam jumlah besar dan lebih cepat sehingga efisien dalam distribusi.
"Logistik darat 70 persennya masih menggunakan truk atau kendaraan berat. Jika 20 persennya bisa dipindah ke kereta bisa lebih untung dua sampai tiga persen," ujar Danang.
Selain itu, dengan menambah alokasi logistik melalui kereta api turut berdampak pada berkurangnya beban jalan raya yang kerap dilalui kendaraan berat.
"Kereta lebih menguntungkan. Pemerintah juga bisa menghemat pengeluaran perawatan atau perbaikan infrastruktur jalan," ujarnya.
Terkait dengan pandangan tersebut, ekonom dari Universitas Indonesia Toto Pranoto, mengatakan bahwa penggerak utama pendapatan PT KAI (Persero) akan berasal dari kereta barang dengan proyeksi pendapatan 2018 mencapai Rp22,4 triliun dengan sumbangan kereta barang mencapai 52 persen.
"Pertumbuhan (pendapatan) kereta barang sekarang sudah 50 persen dibandingkan kereta penumpang. Ini merupakan perubahan yang signifikan karena 10 tahun lalu pendapatan utama industri kereta api berasal dari kereta api penumpang dengan proporsi 70 persen dari seluruh pendapatan," kata Toto.
Sumbangan terbesar pendapatan kereta barang berasal dari angkutan batu bara dengan proporsi 70 persen, sementara sisanya berasal dari pengangkutan bahan bakar minyak (BBM), peti kemas, semen curah, hasil perkebunan, dan kargo.
Menurut dia, tren kereta barang sebagai kontributor utama pertumbuhan industri perkeretaapian juga terjadi di negara lain, seperti India dan Tiongkok, melalui dukungan infrastruktur yang makin maju. Pembangunan jalur kereta barang menjadi penting karena jenis angkutan ini dianggap sangat menguntungkan secara finansial dengan proporsi 65 persen dari total penerimaan dan membantu secara signifkan dalam "cross subsidy" dengan kereta penumpang.
Untuk Indonesia, kata dia, peningkatan aktivitas kereta barang telah didukung dengan pembangunan jalur ganda di Pulau Jawa dan Sumatera Selatan, serta jalur rel dari Stasiun Araskabu ke Bandara Kualanamu.
"Investasi KAI di bidang prasarana kereta barang dan bandara dimaksudkan untuk mempercepat dan memperluas jalur layanan kereta api sekaligus menangkap peluang bisnis yang ada," tutur pria yang juga menjabat sebagai Kepala LM FEB UI itu.
Dengan diselesaikannya pembangunan jalur ganda lintas utara Jawa pada 2014, kereta api yang melintas di jalur tersebut dapat meningkatkan frekuensi dan kapasitasnya hingga 200-300 persen. Sementara dari data Kementerian Perhubungan terlihat potensi peningkatan kereta api barang dari lima trip per hari dengan kapasitas 160 TEUs per hari.
Maka, dengan adanya jalur ganda, akan berpotensi meningkat sebanyak tiga kali lipat menjadi 15 kali per hari dengan kapasitas mencapai 500 TEUs/hari. Berdasarkan data Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka) PT KAI, jumlah
perjalanan kereta barang terus meningkat dari semula 204 perjalanan pada 2011 menjadi 253 perjalanan pada 2013 dengan lama perjalanan yang relatif lebih cepat.
Sementara dari sisi kinerja keuangan, pendapatan yang diperoleh oleh PT KAI dari kereta barang juga meningkat dari Rp2,54 miliar (2011) menjadi Rp3,09 miliar (2013).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News