“Banyak tantangan yang besar di negeri kita. Baik, dari dalam maupun luar. Pertama adalah kemiskinan. Dimana persoalan kemiskinan tidak pernah lepas dari masalah keterampilan dan pendidikan,” kata Muslikh dalam sambutannya pada Rakernas Comité International d'Esthétique et de Cosmétologie (CIDESCO) Seksi Indonesia, di Jakarta (9/10/2014).
Lebih lanjut Muslikh menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah mengalami kemajuan yang pesat. Untuk masalah kemiskinan menurutnya tidak dapat terlepas dari masalah pengangguran, di mana pada 2014 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,1 juta orang, lebih rendah jika dibandingkantahun 2013 yang mencapai 7,3 juta orang.
“Naik dan turunnya jumlah pengangguran perlu diwaspadai agar tidak bertambah terus. Mengatasi hal tersebut adalah melalui pendidikan formal dan non formal. Kalau kita tidak mengatasi hal ini akan akibatkan bencana sosial. Karena kalau jumlah orang miskin semakin bertambah akan dapat menimbulkan pertengkaran antar warga miskin tersebut yang mayoritas adalah pengangguran,” ujar dia.
Tantangan kedua adalah dalam menghadapi MEA 2015, di mana dalam menghadapi era tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan murah.
“Ketika kita memasuki MEA 2015 maka akan ada kebebasan keluar masuk mengenai layanan jasa, barang dan Sumber Daya Manusia (SDM). Yang akan laris tentunya yang berkualitas dan murah. SDM yang berkualitas yang dapat bergerak antar negara tersebut dibuktikan dengan sertifikat,” ucapnya.
Menurutnya, di Indonesia sendiri sudah ada Undang-Undang (UU) Perindustrian di mana dalam UU tersebut disebutkan setiap pengusaha wajib menyediakan tenaga kerja yang berkompeten sehingga harus menciptakan barang, jasa, dan SDM, dimana dalam mewujudkan hal itu dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan.
“Pendidikan formal dan non formal memiliki peran penting dalam hal itu, masyarakat kita harus bisa terdorong untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sertifikasi agar memiliki sertifikat. MEA 2015 bisa berdampak menambah pengangguran di dalam negeri kalau kita tidak siap sehingga lowongan pekerjaan di dalam negeri nantinya diisi tenaga kerja dari negara lain,” tukas Muslikh.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Umum CIDESCO Seksi Indonesia yang baru Lianywati Batihalim menjelaskan bahwa untuk kondisi industri kecantikan dalam negeri untuk saat ini dalam kondisi yang baik dan cukup maju, serta sedang bergairah untuk terus berkembang.
“Industri kecantikan itu kondisinya baik dan cukup maju. Serta dalam era globalisasi seperti ini sedang bergairah untuk berkembang. Sehingga yang perlu diperhatikan itu SDM yang tersandar dan kompeten di era globalisasi," ucap Lianywati seusai dilantik sebagai Ketua Umum CIDESCO Seksi Indonesia.
Baginya, dalam menghadapi MEA 2015 perlu ada persatuan dan kesatuan antar negara ASEAN untuk mengelola industri kecantikan di ASEAN agar tercipta sebuah standar yang sama.
“Kita harapkan supaya standar Indonesia juga sejajar dengan standar global. Karena di Indonesia banyak lulusan-lulusan CIDESCO yang kompeten. Pemegang sertifikatnya sendiri lebih dari 200 orang,” katanya.
Baginya untuk saat ini masih banyak ahli kecantikan yang belum bersertifikat sehingga belum dapat disejajarkan dengan tenaga-tenaga ahli yang sudah memiliki sertifikat tersebut.
“Tantangannya adalah mensertifikasi para ahli kecantikan di Indonesia agar mereka memiliki standar yang sama. Di Indonesia sudah ada Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), yang diharapkan bisa bekerjasama CIDESCO Seksi Indonesia,” katanya.
Dia juga menjelaskan bahwa industri kecantikan tersebut juga dapat berperan dalam mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia.
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ketua Dewan Pembina CIDESCO Seksi Indonesia Mooryati Soedibyo. Menurut Mooryati, industri kecantikan saat ini berkembang pesat di dunia dan sudah menjadi kebutuhan, baik untuk wanita maupun pria.
“Indonesia akan menghadapi MEA 2015 di mana ada kesepakatan kerjasama diberbagai bidang termasuk bisnis antar negara ASEAN. Dalam menghadapi itu kita harus siap dan mengantisipasi untuk memperkuat usaha masing-masing dan keterampilan kecantikan yang dimiliki,” tutur Mooryati.
Dia mengingatkan, dalam menghadapi MEA 2015 industri kencantikan perlu meningkatkan berbagai kualitas produk, memperbaiki bidang pemasaran dan distribusi agar tetap berkembang.
“Kita harus bisa memasuki pasar luar negeri dan memiliki standar yang sama tidak hanya terbatas pada produknya tetapi juga SDM-nya. Jadi mereka harus maju dalam bidang masing-masing. Kemajuan produknya bagaimana, kualitas pekerjaan, keterampilannya bagus, kualitas skill dan produk serta kemampuannya atau kepintarannya,” katanya.
Mooryati juga menjelaskan bahwa kemajuan industri kecantikan juga didukung oleh industri lainnya seperti industri jamu. Namun, lanjut dia, selama ini pemerintah kurang mengatur industri tersebut terutama dalam hal pembudidayaannya.
“Industri jamu pada umumnya kurang diatur pemerintah. Pemerintah harus kembangkan jamu sebagai komoditas ekspor untuk kecantikan dan pengobatan,” pungkasnya.
Dia menambahkan, industri kecantikan jika dikembangkan dengan baik akan dapat mengurangi angka penganguran karena dalam usaha kecantikan menyerap banyak tenaga kerja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News