Dewan Redaksi Media Group, Suryopratomo (kiri). (FOTO: MI/Panca Syurkani)
Dewan Redaksi Media Group, Suryopratomo (kiri). (FOTO: MI/Panca Syurkani)

Substitusi Impor

17 Desember 2016 10:10
PRESIDEN Joko Widodo sadar, besarnya pasar Indonesia membuat kita menjadi incaran produk dunia. Apalagi karena kita hanya berorientasi kepada harga murah, kita cenderung membuka diri pada produk impor. Akibatnya pasar dalam negeri dibanjiri produk impor dan bangsa ini kemudian memilih menjadi pedagang daripada menjadi industriawan.
 
Dalam jangka panjang, kondisi ini tentu membahayakan kepentingan nasional. Atas dasar itu, tepat apabila saat menyampaikan pidato kunci dalam Sarasehan 100 Ekonom, Presiden menegaskan untuk mendorong tumbuhnya industri yang berorientasi substitusi impor, di samping juga mendorong yang berorientasi ekspor.
 
Amerika Serikat yang selama ini mendengungkan pasar bebas akhirnya melihat juga ke dalam. Presiden terpilih Donald Trump mulai mengimplementasikan janji kampanye Make America Great Again. Para pengusaha Amerika diminta untuk kembali menanamkan modal di dalam negeri agar bisa menciptakan lapangan kerja. Trump akan membatasi produk impor agar pasar Amerika diisi produk Amerika.

Trump tidak main-main dengan rencananya. Meski baru akan dilantik 20 Januari nanti, ia aktif memanggil para pengusaha Amerika yang menanamkan modal di luar negeri. Eksekutif perusahaan alat pendingin Carrier, misalnya, diminta untuk membatalkan rencana relokasi dari Indiana ke Meksiko. Trump berjanji memberikan insentif agar perusahaan itu bisa mendapatkan keuntungan.
 
Demi membuat perekonomian Amerika bangkit, Trump membuat kebijakan out of the box. Para menteri yang ditunjuk kebanyakan pengusaha dan mantan jenderal. Setelah dilantik nanti, ia akan menurunkan pajak perusahaan dari 35 persen menjadi 15 persen, sementara pajak pribadi diturunkan dari 39 persen menjadi 31 persen.
 
Padahal, Trump membutuhkan banyak dana untuk membangun infrastruktur dasar di Amerika yang sudah ketinggalan zaman. Namun, Trump berpandangan pemenuhan kebutuhan anggaran tidak hanya bisa dilakukan dengan menarik pajak sebesar mungkin, tetapi bisa melalui langkah menggairahkan ekonomi masyarakat terlebih dahulu.
 
Penurunan tarif pajak awalnya memang akan menurunkan penerimaan negara. Namun, ketika perekonomian masyarakat menggeliat, penerimaan negara akan meningkat karena akan lebih banyak perusahaan membayar pajak, demikian pula pajak pribadi karena lebih banyak yang bekerja. Kalau kita ingin mendorong industri substitusi impor, harus ada pemihakan yang jelas. Kacamata yang kita pakai tidak bisa sekadar perdagangan bebas, tetapi perdagangan yang adil.
 
DULU, industri substitusi impor memang sempat memunculkan moral hazard. Dengan dalih infant industry, beberapa pengusaha meminta proteksi terus-menerus. Akibatnya muncul inefisiensi dan akhirnya masyarakat yang harus menanggung bebannya. Sekarang pemerintah tentunya sudah lebih cerdas.
 
Pengalaman selama ini seharusnya membuat pemerintah paham mengenai model bisnis dari setiap industri. Pemihakan kepada industri dalam negeri tetap memperhatikan soal efisiensi. Kita ingin mengutip pidato mendiang Presiden Korea Selatan Park Chung-hee ketika mulai membangun negerinya.
 
Menurut Park, kita tidak bisa mengharapkan belas kasihan negara lain. Hanya kita sendiri yang bisa memajukan negara kita. Pesan itu relevan dengan situasi kita sekarang. Kalau kita ingin menjadi negara maju, kitalah yang harus bekerja keras. Pidato Jokowi harus direalisasikan. Dengan itulah, kita bisa berharap untuk menyongsong Indonesia yang lebih makmur.
 
Suryopratomo
Dewan Redaksi Media Group

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan