Menkeu Sri Mulyani. (FOTO: MTVN/Githa Farahdina)
Menkeu Sri Mulyani. (FOTO: MTVN/Githa Farahdina)

Ujian Kredibilitas Menteri Keuangan

30 Juli 2016 15:15
SEHARI setelah ditetapkan sebagai menteri keuangan dalam Kabinet Kerja Jilid III, Sri Mulyani Indrawati menjanjikan perbaikan penyusunan APBN.
 
Perbaikan itu berkaitan dengan realisasi anggaran pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang tidak tercapai pada 2015 dan juga perkiraan untuk tahun ini. Momen penggantian menteri keuangan terjadi tepat sebulan setelah APBN-P 2016 disahkan DPR menjadi UU.
 
Alhasil, menteri keuangan yang baru dihadapkan pada given pemangkasan belanja negara yang disesuaikan dengan potensi penerimaan pada tahun berjalan. Potensi kerapuhan pos-pos penerimaan APBN-P 2016 bertalian dengan banyak faktor strategis yang melingkupinya. Pertama ialah pelambatan kinerja perekonomian domestik.

Selama triwulan pertama 2016, pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh 4,92 persen yang berada di bawah ekspektasi. Faktor kedua ialah merosotnya harga komoditas unggulan di pasar global. Meski Indonesia bukan lagi eksportir minyak netto, kas negara potensial kehilangan pendapatan dalam jumlah yang substansial.
 
Simulasi model ekonomi menunjukkan setiap penurunan harga minyak USD1 berakibat pada penyusutan penerimaan negara sebesar Rp30 triliun. Dua faktor itu berakumulasi dengan turbulensi ekonomi eksternal di Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang merupakan pasar terbesar ekspor Indonesia.
 
Alhasil, pengesahan UU Pengampunan Pajak yang berpotensi mendatangkan pemasukan ke kas negara sebesar Rp165 triliun belum signifikan mengerek pendapatan.
 
Ekspektasi rakyat
 
Jika mengacu ke beberapa skenario tersebut, total penerimaan negara susut pada level Rp1.786,2 triliun dari target APBN induk Rp1.822 triliun. Konsekuensinya, pemerintah memangkas belanja menjadi Rp2.083 triliun dari sasaran awal Rp2.096 triliun.
 
Intinya ialah besaran penurunan belanja lebih rendah daripada pemangkasan pendapatan negara. Kendati lebih realistis, pemotongan belanja sejatinya sangatlah berisiko. Secara psikologis, pemotongan atas belanja publik terutama yang berkenaan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat (subsidi, misalnya) niscaya melunturkan ekspektasi rakyat atas perbaikan ekonomi mereka di masa depan.
 
Secara makro, pemangkasan belanja membawa imbas pada berkurangnya daya stimulus APBN. Pemotongan belanja pemerintah niscaya akan memperlemah proses bekerjanya multiplier effect pada level sektoral dan regional yang pada akhirnya berhilir pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan distribusi pendapatan.
 
Secara politis, pemotongan belanja tentu saja bukan cuma soal angka. Masalah ini membawa akibat yang jauh lebih serius, yaitu kredibilitas kebijakan fiskal. Kredibilitas kebijakan fiskal ini telah banyak disebut-sebut sebagai salah satu aspek yang paling fundamental dalam keberhasilan implementasi kebijakan ekonomi makro.
 
Sebagai komparasi, konsistensi kebijakan fiskal merupakan solusi yang ditempuh Amerika Serikat untuk bangkit akibat krisis finansial pada 2008. Yunani yang sekarang sedang terjerembap ke jerat utang (debt trap) juga dipaksa Uni Eropa untuk melaksanakan kebijakan disiplin fiskal yang kredibel agar segera keluar dari krisis.
 
Sederhananya, kebijakan APBN dapat dikatakan kredibel jika selisih antara anggaran yang direncanakan pemerintah relatif sedikit atau bahkan sama persis dengan anggaran aktualnya. Secara tidak langsung, hal ini mencerminkan kecermatan pemerintah dalam merencanakan dan mengaktualisasikannya secara tepat.
 
Jika ditinjau dari sudut pandang publik, kredibilitas kebijakan fiskal ialah pikiran yang berkembang di benak masyarakat tentang seberapa dekat kebijakan yang telah digariskan dengan pelaksanaannya. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal kredibel jika mampu merawat kepercayaan (confidence) pelaku ekonomi untuk mendukung kebijakan tersebut.
 
Dalam perspektif yang lebih luas, kredibilitas kebijakan fiskal dapat dijustifikasi dari aspek efektivitas. Meski memiliki kedekatan makna, keduanya tidaklah identik. Dalam kondisi ketidakpastian, misalnya, efek konfidensi lebih signifikan berperan dan bagaimana agen ekonomi merespons keadaan akan sangat bergantung pada kredibilitas kebijakannya.
 
Topangan kredibilitas
 
Kebijakan fiskal yang mengacu ke rencana mula-mula sering dilawankan dengan kebijakan diskresi. Jika aspek efektivitas dirujuk, kebijakan diskresi tidak selalu berarti tak kredibel. Kebijakan diskresi sangat boleh jadi efektif memengaruhi perekonomian karena disesuaikan dengan kondisi yang tengah terjadi.
 
Namun, efektivitas kebijakan diskresi masih dapat diperdebatkan apakah terkait dengan kredibilitas kebijakannya ataukah kredibilitas si pembuat kebijakan. Contoh konkretnya, kebijakan fiskal pada masa Orde Baru sangat efektif karena ditopang kredibilitas si pembuat kebijakan, alih-alih kredibilitas kebijakannya.
 
Dilema yang senantiasa dihadapi setiap kebijakan yang berbasis rencana ialah trade-off antara fleksibilitas dan kredibilitas. Terlalu kaku sebuah rencana kebijakan guna mengejar aspek kredibilitas menyebabkan kehilangan fleksibilitas. Sebaliknya, rencana yang terlalu fleksibel dapat menafikan aspek kredibilitas.
 
Jika kebijakan fiskal sudah mencapai tingkat kredibilitas yang tinggi, RAPBN yang telah didesain akan identik dengan realisasi APBN. Dengan demikian, RAPBN memiliki kandungan informasi yang mampu memberikan panduan perekonomian akan melangkah. Informasi tersebut penting bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.
 
Dalam skala problematika yang lebih luas, APBN-P 2016 potensial menciptakan kembali ketidakpastian dan menyiratkan inkonsistensi sikap pemerintah. Ketidakpastian dan inkonsistensi memaksa pelaku ekonomi sektor privat melakukan penyesuaian ulang yang sejatinya sangat mahal.
 
Alhasil, kesesuaian antara realisasi dan target menjadi ujian tidak hanya terhadap kredibilitas APBN-P 2016 itu sendiri, tetapi juga sekaligus bagi menteri keuangan yang baru dengan segala reputasinya. (Media Indonesia)
 
Haryo Kuncoro
Dosen Keuangan Negara FE UNJ Doktor Ilmu Ekonomi PPS-UGM Yogyakarta

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan