Optimalisasi penerimaan negara melalui sektor pajak memang menjadi persoalan tersendiri bagi suatu negara, termasuk persoalan yang mendera Indonesia. Bahkan, penerimaan negara melalui sektor pajak di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini sering tidak mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada dasarnya, banyak kepentingan bagi seseorang atau perusahaan tidak mau membayar pajak atau 'memainkan' besaran pajak yang disetorkan ke negara. Di antaranya adalah untuk menimbun kekayaan sebesar-besarnya, menekan biaya operasional serendah-rendahnya, menghindari bayar pajak, mencuri, dan lain semacamnya.
Mengutip taxhaven.org, Selasa 5 Maret, tax haven didefinisikan sebagai sebuah negara yang berdaulat atau sebuah negara yang memiliki pajak rendah atau nihil. Di wilayah tax haven, biasanya ada perlindungan ketat terhadap informasi mengenai nasabah.
Dengan perlindungan tersebut, maka perusahaan atau individu memiliki keuntungan dengan menyembunyikan data sebenarnya dari otoritas pajak di negara asalnya. Selain itu, wilayah tax haven ini memiliki transparansi yang sangat kurang.
Masih menurut situs tersebut, setidaknya ada beberapa negara yang menjadi wilayah tax haven. Adapun negara-negara itu seperti Andorra, Antigua dan Barbuda, Bahama, Kepulauan Cayman, Kepulauan Virgin Inggris, Monaco, Isle of Man, Guernsey, Samoa, Bermuda, Siprus, Gibraltar, Dominica, Belize, Panama dan Vanuatu.
Perusahaan yang beralamat di wilayah tax haven biasanya menjadi alat saja untuk menghindari pajak di negara asalnya. Tidak hanya itu, wilayah tax haven juga bisa digunakan untuk mengelabui nilai aset, pencucian uang hasil kejahatan, dan pengalihan aset. Karenanya, tempat-tempat semacam itu sering mendapat sorotan dan kecaman.
Meruaknya fenomena tax haven pada dasarnya tidak terlepas dari sedikitnya 11 juta dokumen rahasia berisi aktivitas keuangan sejumlah tokoh dunia telah bocor ke publik sekarang ini. Bocornya dokumen ini terjadi di tengah-tengah gencar-gencarnya negara di dunia termasuk Indonesia mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak,
Berukuran sekitar 2,6 terabyte, dokumen bernama Panama Papers ini berasal dari sebuah perusahaan kecil bernama Mossack Fonseca yang bermarkas di Panama. Dokumen ini memberikan rincian mengenai nama-nama dan perusahaan-perusahaan yang menurut sumber itu diduga melakukan pengemplangan pajak.
Panama Papers berhasil didapatkan seorang sumber anonim dari surat kabar Sueddeutsche Zeitung asal Jerman, yang kemudian dibagikan ke seluruh dunia oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) pada 3 April 2016.
Panama Papers meliputi aktivitas keuangan sejak 40 tahun ke belakang, termasuk yang dilakukan 72 mantan atau kepala negara yang masih aktif hingga saat ini. Tentu hal semacam ini menjadi sorotan mengingat ada sejumlah taipan yang berasal dari Indonesia dan sejumlah perusahaan yang berasal dari Tanah Air.
Seperti dilansir shortlist.com, sebagian besar data dalam Panama Papers menyebutkan secara detail bagaimana tokoh dunia membuat rekening di luar negeri atau mendirikan perusahaan bayangan untuk menimbun kekayaan, mencuci uang, atau menghindari pajak.
Namun demikian, bocornya dokumen itu memiliki manfaat yang bisa digunakan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini berkaitan dengan target pemerintah melalui APBN agar penerimaan pajak bisa maksimal yang nantinya digunakan untuk pembangunan bangsa dan mengakselerasi aktivitas perekonomian Tanah Air.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menegaskan tak menutup kemungkinan bagi Indonesia bekerja sama menggunakan data yang terungkap dalam laporan dokumen Panama Papers untuk mengejar pengemplang pajak yang selama ini banyak menyimpan uangnya di negara tax haven.
"Ya kalau ada report itu dan kita bisa dapat kita pakai," kata Bambang.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Ditjen Pajak Kemenkeu akan menggunakan semua data yang memungkinkan untuk menarik kembali dana-dana yang parkir tersebut. Salah satu caranya dengan memberikan pengampunan pajak (tax amnesty) yang aturannya masih dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Mau paper apa, pokoknya kita punya data mengenai tax haven dari SPV (special purpose vehicle) yang dimiliki orang Indonesia," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News