\ Kapan Suporter Sepak Bola (tak) Dewasa ke Stadion?
Fanatisme buta hanya menyisakan kesedihan (Foto: MTVN)
Fanatisme buta hanya menyisakan kesedihan (Foto: MTVN)

Suporter Tewas

Kapan Suporter Sepak Bola (tak) Dewasa ke Stadion?

Bola
Rizki Yanuardi • 27 Juli 2017 15:15
Laga El Clasico aroma Liga Indonesia antara Persib Bandung vs Persija Jakarta akhir pekan lalu menyisakan awan duka mendalam bagi dunia persepakbolaan Tanah Air. Memang pada laga yang tidak memunculkan pemenang itu, sebuah insiden cukup menyita perhatian publik. Seorang Bobotoh, Ricko Andrean, menjadi korban salah sasaran para Bobotoh.
 
Ricko jadi sasaran pengeroyokan di tribun atas Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA). Awalnya, Ricko sempat melerai pengeroyokan oknum Bobotoh kepada seorang penonton yang dicurigai suporter Persija. Nahas, Ricko malah dihujani pukulan, tendangan, hingga pentungan dengan benda tumpul hingga tidak sadarkan diri.
 
Padahal, Ricko sempat mengeluarkan identitas diri (KTP) pas kejadian. Ya, Ricko merupakan warga Jalan Jembar I, RT 05/03, Kelurahan Cicadas, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung. Namun, para oknum Bobotoh yang sudah gelap mata, mungkin juga fanatik buta, tak menghiraukannya. Ricko terkapar dengan luka dari ujung kepala hingga ujung kaki.
  Pascakejadian, Ricko sempat dibawa ke rumah sakit terdekat sebelum akhirnya dirujuk ke RS Santo Yusup Agus Riyadi di Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung. Setelah tidak sadarkan diri selama empat hari, Ricko yang sempat dijenguk wali kota Bandung Ridwan Kamil, Manajer Persib Umuh Muchtar dan sejumlah pemain Persib, akhirnya menghembuskan nafas yang terakhir, Kamis 27 Juli 2017 pukul 10.30 Waktu Indonesia Barat.
 
Kapan Suporter Sepak Bola (tak) Dewasa ke Stadion?
 
Ya, awan gelap sebuah pertandingan kembali menggelayuti jagad sepak bola Indonesia. Rivalitas kedua tim yang bertanding, kerap disalahartikan para pendukungnya. Laga Persib vs Persija memang identik disebut partai klasik dua kekuatan sepak bola. Namun, yang terjadi kemudian adalah rivalitas antara kedua pendukung kesebelasan. Tanpa mereka sadari, setiap jelang laga kedua tim seperti ada aroma perang di situ. Berlebihan kah? Ya, tentu saja berlebihan untuk sebuah pertandingan olahraga jika nyawa menjadi taruhannya.
 
Seperti kita ketahui, laga antara Persib versus Persija memang selalu menyita perhatian, termasuk oleh aparat kepolisian. Bahkan, jika kedua tim bergiliran menjadi tuan rumah, maka tim tamu tidak diizinkan membawa suporternya demi alasan keamanan. Laksana perang, kerap juga diterjunkan kendaraan taktis (rantis) untuk membawa masuk dan keluar pemain.
 
Kejadian-kejadian yang selalu terulang seperti ini, tentunya menjadi pekerjaan rumah buat pemerintah, PSSI sebagai induk organisasi olahraga bersangkutan, serta para pecinta sepak bola yang memang murni mencintai olahraga tersebut dengan sportivitas tinggi. Rivalitas dan panasnya laga yang hanya berlangsung 90 menit, tidak harus menular ke para suporter, baik sebelum laga dimulai, bahkan sesudah laga.
 
Penulis sengaja tidak tertarik membeberkan siapa saja suporter yang menjadi korban kekonyolan dari sepak bola. Tapi, cukup menjadi catatan penting, dari data yang dikeluarkan Save Our Soccer (SOS) Indonesia, lembaga yang peduli dengan sepak bola Tanah Air, dalam 11 tahun sebanyak 54 suporter sepak bola meninggal dengan berbagai sebab. Terbanyak, meninggal akibat korban kekerasan.
 
Harusnya, jika ingin laga sepak bola tetap ditunggu-tunggu oleh pecinta sepak bola Tanah Air, segala bentuk fanatisme, vandalisme, anarkisme, dan isme-isme yang merusak sportivitas, bahkan bisa menghilangkan nyawa orang, sudah seharusnya ditanggalkan. Wacana menjadi tuan rumah Piala Dunia pasti sulit terwujud, jika saja sikap suporter kita belum dewasa. Jangankan Piala Dunia, untuk Piala Asia pun sulit terlaksana karena ini menyangkut soal keamanan. Sepak bola tidak lebih adalah hanya sebuah permainan.
 
Jangan sampai perseteruan menjadi abadi sampai ke anak cucu kita. Ada kutipan yang cukup kuat dari film dokumenter Romeo dan Juliet versi Viking vs Jakmania, karya Andibachtiar Yusuf. Dan itu tidak boleh lagi terjadi! Jangan lagi terjadi!
Puas manéh, puas?
Puas an***g!
Adi aing lengit, adi manéh ogé. Adi manéh indit, adi aing ngéwa ka aing, ges impas kabéh! Bengeut si Dion, ceuli aing.
Rék nepi ka iraha an***g?
Puas an***g!


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(RIZ)
TERKAIT
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif