Mantan pengacara HAM berusia 64 tahun ini kemungkinan akan merombak kebijakan Korsel mengenai Korut. Tak seperti pendahulunya, Park Geun-hye, Moon terlihat lebih ingin berdamai dengan Pyongyang.
Dilansir CNN, Rabu 10 Mei 2017, Moon juga menentang keras pengerahan sistem pertahanan rudal Amerika Serikat-Korsel yang kontroversial, THAAD.
Memimpin Seoul, Moon disinyalir akan mengguncang status quo negaranya terkait Korut dan AS. Seorang pejabat AS menyebut pemilihan Moon bisa menambah ketidakstabilan hubungan dengan Washington, karena ia mempertanyakan pengerahan sistem pertahanan peluru kendali di negaranya dan mendukung dialog dengan Korut.
Namun, dia juga mengatakan Moon mungkin akan melunakkan sikap soal pengerahan sistem yang disebut THAAD itu setelah resmi menjabat dan diharapkan tidak mengubah hubungan kedua negara secara signifikan.
Dengan suara yang dihitung pada pukul 15.35 waktu setempat mencapai 48 persen, Moon unggul dengan perolehan suara 39,6 persen. Menurut Komisi Pemilihan Nasional.
Pesaingnya, mantan jaksa Hong Joon-pyo, berada di posisi kedua dengan perolehan suara 26,3 persen, disusul kandidat garis tengah Ahn Cheol-soo dengan 21,3 persen.
"Ini kemenangan besar bagi orang-orang jebat yang telah bersama saya untuk bekerja sama membangun negara yang adil, bersatu dan di mana sebuah negara ada prinsip dan akal sehat yang bekerja," ungkap Moon.
Pengamat Asia Timur dari Universitas Nottingham Trent, Liam McCarthy-Cotter mengatakan, ada kebutuhan untuk Korsel dalam membangun kekuatannya baik di dalam negeri maupun menghadapi sikap bermusuhan dari Korut.
"Moon sedang berusaha untuk membuat kebijakan baru terhadap kebijakan luar negeri dan juga domestik yang menandakan hilangnya strategi yang digunakan Park dulu," kata dia.
McCarthy juga menambahkan, kemenangan Moon yang diraih saat ini akan memberikan mandat yang jelas untuk membentuk kembali politik di Semenanjung Korea.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News