Hal ini disampaikan oleh Head of Advisor Day of AI Indonesia sekaligus Senior Advisor to the Minister of Culture, Ismunandar dalam sesi khusus AIDEA WEEKS 2025. Menurutnya, Indonesia membutuhkan fondasi literasi AI yang kuat agar masyarakat tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi memahami risiko, etika, dan dampak sosial yang menyertai teknologi tersebut.
Adaptasi Modul MIT untuk Konteks Indonesia
Day of AI Indonesia mengadaptasi materi dari MIT melalui unit RISE (Responsible AI for Social Empowerment and Innovation). Materi tersebut telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan akan diunggah ke platform pembelajaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Yang kami lakukan itu mengadopsi apa yang dilakukan MIT, materinya sudah kami translate dan akan di-upload di learning management system Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah,” ujar Ismunandar.
Seluruh konten disusun sebagai materi open source, sehingga guru dapat mengubah, menambahkan, atau menyesuaikannya dengan konteks budaya dan kebutuhan siswa di masing-masing daerah.
“Materinya open source, boleh diubah oleh guru, ditambah, diadopsi sesuai konteks Indonesia,” jelasnya.
AI Diajarkan Mulai TK: Dari Konsep Artificial hingga Etika
Ismunandar menegaskan bahwa AI tidak harus diajarkan sebagai materi teknis yang rumit. Melalui Day of AI Indonesia, konsep AI diperkenalkan secara sederhana dan dapat dipahami oleh anak-anak sejak tingkat TK.
Ia juga menjelaskan bahwa pembelajaran dimulai dari pengenalan mengenai apa yang membedakan sesuatu yang bersifat artificial dengan yang alami, lalu berkembang ke pemahaman dasar tentang bagaimana mesin dapat bekerja.
“Mulai dari TK pun bisa diajari, apa itu artificial dibandingkan dengan alami, bagaimana mesin bisa bekerja,” katanya.
Setelah memahami konsep dasar tersebut, siswa diperkenalkan pada cara kerja algoritma, berbagai bentuk generative AI seperti gambar, teks, dan video yang dapat dihasilkan mesin, serta bagaimana teknologi ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Semua materi dikemas dalam bentuk yang mudah dipakai guru, lengkap dengan lembar kerja, panduan guru, dan presentasi yang siap digunakan di kelas.
Selain aspek teknis, kurikulum ini juga disertai materi diskusi mengenai empati, perilaku etis, dan cara mengambil keputusan yang tepat dalam menggunakan teknologi.
Mengutamakan Etika: Deepfake Jadi Contoh Kasus
Etika menjadi pilar utama dalam kurikulum Day of AI Indonesia. Ismunandar menyoroti maraknya penyalahgunaan AI, terutama melalui konten deepfake yang memanipulasi wajah tokoh publik seperti Martin Luther King Jr. dan Robin Williams.
“Banyak deepfake-deepfake video, dan itu keberatan keluarganya,” ungkapnya.
Melalui contoh-contoh seperti ini, siswa diajak memahami bagaimana penyalahgunaan AI dapat memengaruhi privasi seseorang, mengubah persepsi budaya, dan memunculkan risiko baru dalam distribusi informasi.
Guru juga harus mendorong siswa berdiskusi mengenai bagaimana teknologi tersebut dapat digunakan secara sehat, aman, dan bertanggung jawab.
| Baca juga: AI Ubah Cara Brand Beriklan: Kreativitas Manusia Tetap Jadi Fondasi |
Guru Harus Berubah: Evaluasi Tidak Bisa Lagi Menggunakan Cara Lama
Materi Day of AI Indonesia juga menuntut perubahan pada metode evaluasi di sekolah. Menurut Ismunandar, banyak bentuk penilaian lama yang sudah tidak relevan karena dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan chatbot seperti ChatGPT.
“Guru-guru harus berubah. Cara evaluasi juga harus berubah,” tegasnya.
Ia mencontohkan bagaimana siswa kini dapat menemukan jawaban dengan cepat melalui AI, sehingga guru perlu merancang penilaian yang berfokus pada penalaran dan pemahaman mendalam, bukan hafalan.
“Kalau soal yang jawabannya ada di ChatGPT dipakai open book, itu salah gurunya,” katanya.
AI Sebagai Tutor Pribadi: Peluang Baru dalam Pembelajaran
Ismunandar menggambarkan AI sebagai alat yang dapat berfungsi seperti mentor pribadi. Siswa dapat berdialog dengan AI seolah-olah sedang belajar dari seorang filsuf atau tokoh dunia, sehingga membuka peluang pembelajaran baru yang lebih personal.“AI seperti punya mentor pribadi, bisa diskusi filosofis seolah-olah dengan Socrates,” jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa literasi tetap menjadi fondasi utama penggunaan teknologi ini.
“Esensinya literasi yang penting, tahu AI itu apa dan bagaimana menggunakannya dengan benar,” tutupnya.
Day of AI Indonesia menjadi langkah strategis untuk memastikan generasi muda memahami AI secara menyeluruh, baik sisi teknis, etika, maupun dampak budaya.
Dengan adaptasi modul dari MIT dan penerapan kurikulum yang bersifat open-source, gerakan ini diharapkan dapat memastikan seluruh sekolah di Indonesia memiliki akses merata terhadap literasi AI yang aman, etis, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
(Sheva Asyraful Fali)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id