Pernyataan ini disampaikan dalam ajang Digital Nation Summit (DNS) Jakarta 2025, bertepatan dengan peluncuran dua laporan terbaru GSMA, yaitu Digital Nations 2025 dan ASEAN Consumer Scam 2025.
Menurut GSMA, percepatan transformasi digital Indonesia membutuhkan investasi yang lebih strategis pada tiga aspek utama, yakni pengembangan spektrum jaringan, perluasan cakupan di wilayah pedesaan, dan pembangunan infrastruktur siap AI (Artificial Intelligence).
Dukungan kebijakan pemerintah yang jelas serta kolaborasi lintas industri dinilai penting untuk menarik investasi swasta dan memperkuat pertumbuhan ekonomi digital nasional.
“Skala Indonesia, energi kewirausahaan, dan populasi mudanya yang sangat terhubung menjadi potensi besar untuk memimpin,” ungkap Julian Gorman, Head of Asia Pacific GSMA.
“Fokus utama kini adalah investasi yang tepat, spektrum terjangkau, backhaul tangguh, serta pusat data siap AI yang berkelanjutan dengan perlindungan konsumen kuat. Dengan kebijakan yang jelas dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia bisa mempercepat pertumbuhan digitalnya,” ujarnya.
Berdasarkan survei GSMA Intelligence terhadap lebih dari 580 perusahaan di Asia Tenggara, pelaku bisnis di Indonesia memiliki minat tertinggi dalam investasi digital. Rata-rata perusahaan berencana mengalokasikan 10 persen pendapatan untuk digitalisasi hingga 2030, melampaui rata-rata ASEAN dan global.
Sekitar dua pertiga responden menempatkan AI sebagai prioritas investasi, sementara lebih dari separuh menilai IoT berbasis 5G sebagai faktor penting untuk pertumbuhan.
GSMA memperkirakan investasi 5G berikutnya dapat menambah US$41 miliar terhadap PDB nasional hingga 2030, dengan kontribusi besar dari operator seluler yang telah menanamkan US$29 miliar sejak 2015.
Dalam laporan Digital Nations 2025, GSMA menempatkan Indonesia di posisi tengah dari 21 negara Asia Pasifik berdasarkan lima pilar utama: infrastruktur, inovasi, tata kelola data, keamanan, dan sumber daya manusia.
Meski unggul dalam keterampilan digital dan keamanan siber, GSMA menyoroti tantangan pada alokasi spektrum mid-band yang lambat, keterbatasan kapasitas pusat data berbasis AI, serta kesenjangan konektivitas pedesaan.
Sementara itu, laporan ASEAN Consumer Scam 2025 mengungkap 45 persen masyarakat Indonesia pernah menjadi korban penipuan digital, dan 68 persen di antaranya mengalami kerugian finansial. Modus paling banyak terjadi lewat pesan OTT (50 persen) dan panggilan suara (44 persen).
Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison, dan XLSmart disebut bekerja sama dengan GSMA untuk melindungi pelanggan dari kejahatan digital.
Melalui adopsi Open Telco API, mereka mengimplementasikan sistem seperti SIM Swap, Device Location Verification, Number Verification, OTP Validation, dan KYC Match yang memungkinkan verifikasi aman tanpa membagikan data pribadi secara luas.
GSMA mendorong Indonesia mempercepat pembangunan cakupan 4G/5G di wilayah pedesaan, memperkuat fiber backhaul, dan meningkatkan kapasitas pusat data siap AI. Pemerintah juga disarankan menerapkan subsidi berbatas waktu serta skema pembiayaan berkelanjutan untuk mempercepat adopsi teknologi di wilayah non-perkotaan.
Selain itu, perluasan penggunaan API anti-fraud di sektor finansial serta penyelarasan kebijakan keamanan siber dan tata kelola data menjadi langkah penting untuk menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan inklusif.
Ajang Digital Nation Summit 2025 di Jakarta menjadi forum bagi regulator, pemerintah, dan pelaku industri untuk membahas bagaimana AI dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Forum ini menegaskan pentingnya tata kelola kolaboratif dan teknologi yang berorientasi pada manusia agar inovasi tetap adil dan transparan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News