Penyebaran video penembakan di Selandia Baru merupakan kegagalan perusahaan media sosial.
Penyebaran video penembakan di Selandia Baru merupakan kegagalan perusahaan media sosial.

Penembakan Selandia Baru, Bukti Gagalnya Media Sosial Menyaring Konten

Ellavie Ichlasa Amalia • 18 Maret 2019 11:01
Jakarta: Penembakan massal di Selandia Baru dilakukan sedemikian rupa untuk memaksimalkan perhatian dari media sosial. 
 
Selain video penembakan, sang terduga teroris juga telah merilis manifesto 74 halaman yang berisi kebencian pada Muslim dan imigran. Manifesto itu menyebar secara online dengan cepat. Dia juga meninggalkan jejak di Twitter dan Facebook tentang manifestonya. Dalam waktu dua hari sebelum penembakan, dia mengunggah 60 tautan di berbagai media sosial yang berbeda. 
 
Ini menunjukkan bahwa beberapa perusahaan terbesar dengan teknologi terbaik -- seperti YouTube, Facebook, dan Twitter -- telah gagal untuk mengatasi penyebaran konten bermasalah di platform mereka. Tidak hanya itu, mereka juga belum bisa mengatasi penyebaran ideologi penuh kebencian yang ada di jejaring mereka. 

Pada hari Jumat pagi waktu setempat, sang pelaku menyiarkan secara langsung di Facebook serangan yang dia lakukan di masjid Al Noor. Beberapa jam kemudian -- setelah sang pelaku dan tersangka lainnya ditangkap -- para netizen masih mengunggah dan kembali mengunggah video penembakan ini di YouTube dan platform lainnya.
 
Menurut The Washington Post, jika Anda melakukan pencarian dengan kata kunci "Selandia Baru", Anda masih akan menemukan banyak video yang menampilkan pembantaian tanpa sensor. 
 
Betapa cepatnya video dan gambar dari penembakan Selandia Baru menyebar menunjukkan bagaimana seseorang yang tahu cara memanfaatkan berbagai media sosial bisa menyebarkan konten yang mereka mau jauh lebih cepat dari kemampuan perusahaan untuk menghapus konten bermasalah tersebut.
 
Ini juga menjadi pengingat bahwa YouTube -- yang isa mendeteksi musik berhak cipta -- gagal untuk mendeteksi dan menghapus video yang mengandung kekerasan eksplisit. 
 
Becca Lewis, peneliti di Standford University mengatakan bahwa perusahaan teknologi memang memiliki masalah terkait moderasi konten. Alasannya karena perusahaan-perusahaan itu akan selalu memprioritaskan uang, yang berarti mereka akan berusaha untuk tidak menghapus konten apapun. 
 
Pembantaian Selandia Baru, yang tampaknya direkam menggunakan kamera GoPro, telah dibahas di sebuah forum internet, bahkan sebelum kejadian itu dimulai. Forum itu memang dikenal dengan orang-orangnya yang menganut paham politik ekstrem dan penuh kebencian. Para pengguna forum itu menonton pembantaian tersebut secara langsung, sebagian menunjukkan kengerian sementara sebagian yang lain sebagian menyatakan dukungan. 
 
Para pengguna di forum itu juga membagikan tautan ke unggahan penuh kebencian yang diduga dibuat sang pelaku. Selain itu, mereka juga membagikan tautan ke berbagai situs yang menampilkan video dari penembakan ini, mendorong para pengguna lain untuk mengunduh video itu sebelum video tersebut dihapus.
 
Beberapa jam kemudian, video penembakan ini telah diedit untuk menampilkan sejumlah bintang YouTube, membuatnya seolah-olah kejadian itu adalah game yang tengah dimainkan. 
 
YouTube mengecam aksi terorisme ini. Melalui akun resmi Twitter-nya, mereka mengatakan bahwa mereka akan berusaha untuk menghapus video dari penemabakan tersebut. Sementara Twitter mengatakan bahwa mereka telah memblokir akun dari salah satu terduga pelaku dan berusaha untuk menghapus semua video penembakan dari platform mereka. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ELL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan