Dilaporkan Associated Press, Korea Utara meanggap tuduhan tersebut tidak berdasar, karena hingga saat ini pihak Amerika Serikat tidak memberikan bukti yang lengkap.
Dalam sebuah percakapan singkat lewat telepon antara perwakilan Korea Utara di PBB, pihak Korea Utara menganggap hal ini merupakan pemicu untuk memperbesar atmosfer perselisihan beberapa negara dengan Korea Utara, terutama Amerika Serikat.
"Tindakan tersebut merupakan provokasi politik yang dilancarkan oleh Amerika Serikat untuk membuat ketegangan antara dunia internasional terhadap Korea Utara.," ungkap perwakilan Korea Utara.
Meskipun akses internet di Korea Utara dikabarkan sangat terkontrol dan dibatasi oleh pemerintahnya sehingga tidak semua warga negaranya bisa mengakses tapi berbagai negara yang menyelidiki serangan ransomware menemukan jejak yang mengarah ke Korea Utara.
Pihak Amerika Serikat beranggapan serangan ransomware yang dituduhkan ke Korea Utara dilakukan sebagai bentuk balasan negara tersebut atas film karya Sony Pictures berjudul The Interview yang mengejek Presiden Korea Utara Kim Jong Un.
Inggris juga sepakat dengan Amerika Serikat dalam temuan yang diumumkan pada 19 Desember lalu diketahui grup penjahat siber Lazarus adalah dalang serangan WannaCry. Penyelidikan kedua negara tersebut menemukan grup Lazarus memiliki afiliasi dengan Korea Utara.
Seperti yang diketahui di bulan Mei lalu, tidak kurang 150 negara menjadi korban serangan ransomware WannaCry yang menyerang perangkat komputer dari instansi atau perusahaan yang bergerak di bidang vital, misalnya rumah sakit, perbankan, tambang, dna lain-lain.
WannaCry mengunci akses data di dalam perangkat komputer sehingga tidak bisa diakses oleh penggunanya. WannaCry akan meminta tebusan untuk membuka akses data tersebut yang ternyata justru penipuan semata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News