DI laporan berjudul Leading the Next Hybrid Workforce berisi wawasan dari beberapa ahli untuk melengkapi dan menegaskan temuan dari Dell Technologies Remote Work readiness (RWR) Index yang dipublikasikan awal tahun 2021.
"Mempertimbangkan kondisi saat ini dimana bekerja tidak lagi terpaku pada satu tempat atau waktu tertentu, organisasi harus fokus pada hasil dan siap membantu karyawan mereka mewujudkan peran profesional dan pribadi secara efektif, dimanapun mereka bekerja," tutur SVP & GM Client Solutions Group APAC, Japan, China Dell Technologies, Jean Guillaume Pons.
"Delapan dari 10 pegawai di Asia Pasifik dan Jepang telah menyatakan mereka siap bekerja secara remote untuk jangka panjang, tapi ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan," sambungnya.
"Seiring dengan upaya kita bergerak menuju masa depan cara bekerja yang baru, kami harap wawasan dan rekomendasi yang dipaparkan di laporan ini bisa membantu organisasi atau perusahaan mewujudkan tenaga kerja hybrid yang selalu siap, sesuai dengan kebutuhan bisnis mereka,” ungkapnya.
1. Memimpin dengan empati dan tujuan yang jelas
Pemimpin organisasi atau perusahaan diklaim punya peran penting dalam membangun fondasi masa depan gaya bekerja hybrid. Tidak cuma transparan dan inovatif demi mencapai kemajuan perusahaan, mereka juga harus memahami tantangan yang dihadapi pegawai.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah kurangnya komunikasi tatap muka atau hilangnya batasan antara kehidupan profesional dan pribadi. Pemimpin juga harus membangun kepercayaan pegawai dan mengadopsi pola pikir berbasis hasil, hindari terjebak dalam pengawasan berlebihan.
2. Menciptakan struktur kerja hybrid yang dirancang dengan seksama
Organisasi tidak bisa melihat moda bekerja hybrid dari sisi operasional dan teknis saja, apalagi menerapkan model satu-solusi-untuk-semua-organisasi/perusahaan. Sebaliknya, perusahaan harus benar-benar berusaha memahami pilihan dan kebutuhan pegawai untuk membantu mereka sukses dalam lingkungan kerja jarak jauh.
Para ahli menekankan menekankan perlu ada keseimbangan antara gaya kerja fleksibel dan reguler, misalnya ada waktu khusus untuk rapat internal dan lainnya untuk menjaga budaya kerja dan tetap terjalinnya interaksi sosial.
3. Membangun budaya kerja harus direncanakan dengan baik
Para ahli juga menyarankan lebih banyak upaya khusus untuk membangun budaya kerja, pelatihan dan pengembangan diri untuk terus mendorong kreativitas, inovasi dan kolaborasi.
Mereka juga memperingatkan tentang risiko perbedaan budaya kerja (split culture) antara pegawai yang bekerja dari rumah dan mereka yang bekerja di kantor, yang bisa menimbulkan masalah dinamika kantor serta perbedaan persepsi di antara kedua kelompok tersebut.
Mereka menyarankan perusahaan untuk mengubah alokasi anggaran yang sebelumnya digunakan untuk pengeluaran harian kantor menjadi aktivitas interaksi sosial khusus dan rutin antar pegawai, misalnya makan siang bersama atau sesi pelatihan interaktif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News