Dalam acara bertema Menerbangkan Indonesia Melalui Teknologi, Chief Strategy Officer at Bukalapak Teddy Oetomo menjelaskan tentang langkah yang mereka ambil untuk mengembangkan Bukalapak dan mengatasi masalah yang ada di Indonesia.
Pria yang akrab dengan panggilan Teddy ini mengaku bahwa online marketplace seperti Bukalapak seharusnya identik dengan pemberdayaan UKM (Usaha Kecil Menengah). "Tapi sebagian besar UKM kita bukanlah produsen. Dan kalau bukan produsen, manfaat yang didapat tidak maksimal," katanya.
Teddy mengatakan, kebanyakan pelaku UKM di Indonesia membuka toko kelontong yang menjual barang-barang seperti sampo dan sabun. Padahal, barang-barang itu sudah dijual secara online oleh sang pemilik merek.
"Ternyata, yang dibutuhkan oleh para warung bukan pembeli. Mereka telah memiliki pembeli setia," kata Teddy.
"Mereka membutuhkan inventori. Karena itu, kami menawarkan suplai dengan harga yang lebih murah, karena kami tidak menjual melalui distributor. Barang juga sampai jauh lebih cepat," ujarnya.
Dia mengatakan, warung di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, bisa mendapatkan barang yang dipesan dalam waktu sekitar 2-6 jam. Sementara para penjual di luar Jawa akan mendapatkan barang yang mereka minta dalam waktu kurang dari dua hari.
Selain itu, opsi barang yang bisa pemilik warung beli juga lebih banyak. Karena, Bukalapak memiliki jaringan dengan sang produsen.
"Kami memiliki 350 ribu warung di seluruh Indonesia dan 700 ribu agen individua," kata Teddy.
Alasan Bukalapak mengintegrasikan sistem online dan penjual offline adalah karena meski penjualan online mulai ramai, transaksi jual-beli offline tetap lebih besar.
"Sebagai pelaku, kita tidak boleh menunggu hingga penetrasi digital baru jalan. Kita harus menjadi bagian dari penetrasi digital," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News