Situasi abu-abu ini dipenuhi dengan tantangan geopolitik, kompetisi negara-negara besar, dan konflik yang terus berlangsung. Seperti yang disorot dalam panel diskusi di hari pertama SICW 2025, salah satu hambatan terbesar dan paling mendasar untuk mewujudkan kerja sama siber yang efektif adalah apa yang disebut sebagai "deficit of trust" atau defisit kepercayaan.
Moderator panel, Ashok Kumar Virpuri, menekankan bahwa "elemen kepercayaan yang hilang" ini adalah masalah yang terus-menerus dibicarakan di panggung dunia. Pertanyaan utamanya adalah, bagaimana negara-negara dapat bekerja lebih erat untuk mengatasi ancaman bersama ketika fondasi kepercayaan itu sendiri rapuh?
Seringkali, teknologi itu sendiri dituduh sebagai biang keladi runtuhnya kepercayaan. Namun, para panelis dalam diskusi ini menolak pandangan tersebut. Manon Leblanc Coordinator for Cyber Issues and Deputy Head of Hybrid Threats. And Cyber Division, European External Action Service, berpendapat bahwa defisit kepercayaan bukan diciptakan oleh teknologi itu sendiri. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa krisis kepercayaan ini diciptakan oleh negara dan niat mereka, nilai-nilai, upaya, dan komitmen mereka.
Teknologi pada dasarnya netral. Leblanc memberikan contoh bagaimana AI dapat digunakan untuk kebaikan, seperti meningkatkan layanan kesehatan, namun juga dapat digunakan untuk tujuan destruktif, seperti untuk penargetan drone. Yang menjadi masalah adalah transparansi dan niat di balik penggunaan teknologi tersebut.
Defisit kepercayaan ini berdampak langsung pada kemampuan komunitas internasional untuk bertindak secara kolektif. Dalam konteks ketidakpastian geopolitik dan ketidakpercayaan, "aksi kolektif menjadi menantang".
Ini adalah inti dari tantangan siber. Kerja sama sangat dibutuhkan untuk mengatasi ancaman yang tidak mengenal batas negara, namun dialog menjadi sulit justru ketika paling dibutuhkan.
Lantas, bagaimana kepercayaan dapat dibangun kembali? Para panelis sepakat bahwa ini adalah proses yang lambat, disengaja, dan harus didasarkan pada tindakan nyata. Ambassador Ghaffar menekankan bahwa kepercayaan dan keyakinan tidak dapat dibangun dalam semalam. Hal ini harus ditunjukkan melalui tindakan kerja sama kecil serta dialog yang berkelanjutan dan penuh hormat.
Di sinilah peran platform multilateral seperti PBB menjadi sangat penting. PBB bisa menjadi wadah untuk dialog, tidak hanya dengan negara-negara yang sepemikiran, tetapi juga dengan mereka yang memiliki pandangan berbeda.
Pada akhirnya, seperti yang ditunjukkan oleh Jessica Hunter, Ambassador for Cyber Affairs and Critical Technology dari Australia, fakta bahwa kelompok individu yang beragam dari berbagai negara, industri, dan pemerintah berkumpul di forum tersebut sudah menunjukkan adanya inti dari kepercayaan.
Namun, ia mengingatkan bahwa kepercayaan ini tidak cukup. Kemitraan yang ada harus terus berevolusi. Membangun kepercayaan bukanlah pencapaian satu kali, melainkan sebuah tanggung jawab bersama yang berkelanjutan untuk menjaga stabilitas siber global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id